04 November 2007

Bahtsul Masail NU: Negara Kekhilafahan Tidak Memiliki Dasar

Komisi Bathsul Masail (pembahasan masalah) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) menilai wacana negara kekhilafahan atau negara Islam sedunia yang belakangan semakin gencar dibicarakan di Indonesia, tidak memiliki dasar Al Quran dan Hadist. Karena itu, upaya pihak manapun untuk merubah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak diperbolehkan, bila menimbulkan keburukan yang lebih besar.

Keputusan itu berdasar penelusuran tim Komisi Bathsul Masail di kitab-kitab yang dipelajari oleh Nahdliyin. Seperti Kitab Attasyri' Al Jina'i Al Islami, Al Qoish Al Hami' Al Asyarqi Jam'il Jawami', Ad Din Watdaulah watadbikis Syari'ah, Al fiqkul Islami, selain Al Quran dan Hadist tentunya. Di dalam kitab-kitab itu tidak ada yang menyebutkan perlunya dibentuk negara khilafah.

"Tidak ada dalil nash (tekstual), karena keberadaan siatem khilafah adalah bentuk ijtihadiyyah (penentuan hukum sendiri)." kata ketua Tim Perumus Murtadho Ghoni. Meski demikian, Bahtsul Masail NU menilai perubahan bentuk negara itu diperbolehkan bila melalui mekanisma konstitusional yang diakui di Indonesia. Atau melalui menanisme di DPR/MPR RI, karena hal itu berarti disepakati oleh seluruh rakyat Indonesia.

Penolakan terhadap kekhilafahan dikuatkan dalam hasil tim Rekomendadi atau Tausiyah juga juga menjadikan ideologi trans nasional seperti kekhilafahan sebagai ideologi yang pantas diwaspadai. Tim Tausiyah meminta NU untuk mengambil langkah cepat tepat dan tegas dalam rangka menyelamatkan warga NU dari bahaya munculnya aliran sesat. Juga memnyelamatkan dari pengaruh bahaya laten komunis, penyalahgunaan narkoba, pornografi, kekerasan, mistik dan sejenisnya.

"Pemerintah, tokoh agama dan masyarakat hendaknya mewaspadai bahaya ideologi trans nasional yang mengancam ideologi negara, persatuan nasional dan NKRI," kata Pimpinan Tim Tausiyah Samsul Huda.***



Gus Dur Bertemu Para Kyai di Probolinggo

Gus Dur.
ALIRAN SESAT.Mantan Presiden RI yang juga cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH. Hasyim Ashari, KH. Abdurahman Wahid bertemu dengan para kyai di sela-sela Konferensi Wilayah (Konferwil) Pengurus Wilayah NU (PWNU) di Ponpes Zainul Hasan Genggong, Probolinggo Minggu (4/11) ini. Dalam pertemuan itu direkomendasikan bahwa pendirian kekhilafahan (negara Islam sedunia) tidak berdasar pada Al-Quran dan Hadis. Serta NU diminta menyelamatkan warganya dari bahaya aliran sesat.

03 November 2007

Antri Tahu Goreng NU


Antri Tahu Goreng.
Konferensi Wilayah Pengurus Wilayah (PW) Nahdlatul Ulama (NU) di Ponpes Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, Jumat-Minggu(2-4/11) diwarnai dengan "hiburan" tahu goreng gratis. Sajian yang khusus dihadirkan Pemkab Probolinggo itu diminati tidak hanya oleh peserta Konferwil, tapi juga para santri.




Nahdliyin Cermati Kasus Alas Tlogo dan JIL

Kasus penembakan Marinir pada penduduk Alas Tlogo Pasuruan dan Jaringan Islam Liberal, menghangatkan atmosfir hari kedua Konferensi Wilayah (Konferwil) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur di Ponpes Zainul Hasan Genggong, Sabtu (3/11) ini. Pengurus Cabang NU Kabupaten Pasuruan menilai PWNU Jawa Timur tidak total dalam menangani kasus yang menewaskan empat warga NU itu. Sementara PCNU Sampang, Madura menilai JIL dianggap bisa menjauhkan NU dari ajaran pendiri NU KH. Hasyim Ashari.

Dua komentar bernada keras itu terungkap dalam rapat pleno yang dihadiri oleh 44 pengurus cabang NU Jawa Timur dan para kyai berpengaruh. Dalam paparannya, PCNU Kabupaten Pasuruan menyayangkan ketidaktotalan PWNU Jatim untuk membela kasus yang menewaskan dua perempuan dan dua laki-laki warga NU itu. "PWNU harusnya lebih serius menangani kasus ini, yang terbunuh itu anggota NU!" kata KH.Shonhaji Abdul Shomad, Ketua PCNU Kabupaten Pasuruan.

Seperti diberitakan, Kasus pembantaian Alas Tlogo dilakukan oleh anggota Marinir yang bertugas di Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Grati Pasuruan kepada penduduk Desa Alas Tlogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur pada 30 Mei 2007. Ketika itu, penduduk melakukan demonstrasi menghadang pasukan Marinir yang sedang mengawal pekerja PT. Radjawali Nusantara Indonesia. Demonstrasi itu disambut dengan serbuan dan tembakan senjata M16. Empat penduduk tewas dengan luka tembak dari jarak dekat.

Kasus itu berakar sengketa tanah Alas Tlogo seluas 539,556 hektare. TNI AL mengklaim telah membeli tanah pada tahun 1963, dan disertifikatkan pada 1993. Merasa dirugikan, pada 1999 warga Desa Alas Tlogo menggugat kepemilikan tanah TNI AL melalui PN Kabupaten Pasuruan. Sayangnya, gugatan warga justru ditolak dengan alasan gugatan tidak jelas. Sekitar tahun 2007, gugatan warga kembali dilayangkan melalui PN Kabupaten Pasuruan. Perjuangan warga kandas. Penduduk Alas Tlogo dinilai pengadilan tidak mempunyai bukti-bukti kuat kepemilikan tanah.

Kalau PWNU mau lebih serius menangani kasus Alastlogo, kata Shonhaji, bisa dipastikan kasus pembantaian warga NU oleh aparat TNI itu akan mudah diselesaikan. "Seharusnya PWNU bisa berbicara dengan Pangarmatim dan Komandan Marinir untuk segera menghukum anak buahnya yang melakukan kesalahan, tapi semua itu tidak dilakukan," kata Shonhaji. Padahal di tingkat grassroad, pengurus NU mati-matian melakukan advokasi pada masyarakat dan mencegah kasus ini berbuah serbuan masyarakat ke markas Marinir.

Sementara itu, PCNU Sampang Madura meminta PWNU kembali mencermati pengaruh aliran Syi'ah dan Jaringan Islam Liberal yang dimotori Ulil Abshor Abdallah yang kemungkinan sudah merasuk ke generasi muda NU. Bila dibiarkan, aliran itu akan semakin menjauhkan NU dari ajaran yang dibawa KH. Hasyim Ashari. "JIL semakin menjauhkan NU, maka PWNU harus mewaspadai hal ini," kata Ketua PCNU Muhaimin.

Kehadiran Jaringan Islam Liberal atau JIL memang membawa pro-kontra di kalangan Nahdliyin. JIL yang memiliki penafsiran dengan landasan ijtihad (melahirkan hukum baru), seringkali bersebrangan dengan garis NU. "Kita sering menemui generasi muda NU yang cara berpikirnya sudah seperti JIL, karena itu harus ada penindakan tegas," kata Muhaimin.

*Keterangan Foto: Anak kecil korban penembakan Marinir di Alas Tlogo, Pasuruan. Foto by Surya



02 November 2007

NU Siapkan Penghadangan Gerakan Kekhilafahan

Gerakan kekhilafahan yang semakin besar di Indonesia bakal mendapatkan perlawanan lebih serius. Kali ini dari organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Melalui Konferensi Wilayah PW NU Jawa Timur di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo Jawa Timur, NU akan mengkhukuhkan penolakan itu dalam bentuk keputusan resmi organisasi. "Sekali-kali kita serang balik gerakan itu, kita sudah terlalu sering diserang," kata Ketua PWNU Ali Maschan Moesa.

Konferwil NU itu digelar Jumat-Minggu (2-4/11) ini, dan diikuti oleh 550 pengurus NU dan para Kyai berpengaruh dari Jawa Timur itu membahas enam persoalan besar yang dinilai menjadi isu besar di kalangan warga Nahdliyin (sebutan untuk warga NU). Mulai gerakan kekhilafahan dan formalisasi syari'ah, gerakan salafiyah, respon terhadap kejahatan, penggunaan formalin pada mayat manusia, perubahan agama suami dan prilaku rentenir.

Ali Maschan Moesa mengatakan di antara enam persoalan itu, respon pada kekhilafahan dan salafi akan menjadi poin paling "ramai". Karena dua hal itu yang saat ini menjadi perhatian nasional dan internasional. Apalagi, di Indonesia, gerakan khilafah dan salafi semakin besar. Secara tidak langsung, gerakan itu mampu mewacanakan perubahan bentuk negara dari Republik menjadi Khilafan. "Termasuk merubah UUD menjadi syariah Islamiyah seutuhkan, bagi NU hal itu tidak tepat, untuk itu kita akan melakukan penegasan kembali, bagi NU NKRI sudah final," kata Ali.

NU Jatim merasakan, gerakan kekhilafahan sudah masuk ke pelosok desa dan meresahkan. Apalagi, salah satu ciri gerakan kekhilafahan selalu memojokkan anggota NU melalui diskusi-diskusi. "Banyak anggota NU yang tidak cukup memiliki wacana yang luas akhirnya menerima, nah,..untuk menghindari hal serupa, kita akan cari dalilnya dalam Al Quran, hadis dan kitab-kitab lain mengenai hal itu," kata Ali Maschan Moesa.

Dalam sambutannya di acara pembukaan Konferwil PWNU bertajuk "Meneguhkan Komitmen Terhadap Khittah NU, Keutuhan NKRi dan Pemberdayaan Jama'ah dan Jami'ah Nahdlatul Ulama" itu, Ketua Pengurus Besar (PB) NU Hasyim Muzadi meminta warga NU berpikir kembali tentang "aset-aset" NU yang perlu diselamatkan. Termasuk "aset" ideologis yang sejak awal ditanamkan pendiri NU KH.

Hasyim Ashari. "KH. Hasyim Ashari sudah meninggalkan aset ideologis yang perlu kita pertahankan, hal itu yang harus menjadi salah satu aset yang harus dijaga," kata Hasyim.Hasyim mengingatkan pada Nahdliyin untuk mewaspadai "pihak luar" yang ingin memasukkan kepentingannya dalam konferensi ini. Hingga akhirnya melupakan kepentingan warga NU. Dan lebih jauh, melupakan kepentingan bangsa sebagian besar adalah warga NU. "Jangan mau dimasuki pihak lain yang mengatasnamakan NU, tapi urus saja soal NU sendiri," kata Hasyim disambut tepuk tangan peserta konferwil.

Sementara itu Menkominfo Muhammad Nuh yang juga didaulat membuka forum itu mengingatkan pentingnya warga Nahdliyin menyadari besarnya aset warga nahdliyin yang sering dimanfaatkan pihak-pihak yang membutuhkan. Namun, setelah kepentingan pihak lain itu terpenuhi, warga NU pun ditinggal. "Jangan seperti persewaan alat pesta, setelah pesta selesai, peralatan pun kembali dikembalikan pada pemiliknya," kata M. Nuh.