15 February 2010

Duh Anand Krishna,..

Iman D. Nugroho

Entah, harus dengan bahasa apa menjelaskan peristiwa yang menyeret nama spiritualis (Saya lebih suka menyebut begitu) Anand Krishna. Tiba-tiba saja, tujuh orang perempuan mengaku telah dilecehkan secara seksual oleh Sang Guru. Meski pun membantah, tapi tetap saja noda itu telah tercoreng. Duh Anand,..

Pertama mengenal Anand Krishna dari sebuah buku yang menurut saya sangat religius. Bercerita tentang keislaman yang kontemplatif. Sampai-sampai menasbihkan Anand sebagai salah satu kunci untuk memahami bagaimana menjadi "Islam" tanpa dengan utuh.

Melalui Sang Guru ini juga, Saya mengerti betapa beragama itu bukan hanya menjadi baik secara vertikal, taat beribadah, tidak putus koneksi barang sedetik pun dengan Sang Khalik. Melainkan harus menjadi manusia yang berguna. Merasakan tangis orang tertindas, menjadi lautan di tengah persoalan orang lain dan kalau bisa, menjadi malaikat meski tubuh terselimuti dosa. Anand, mengenalkan vertikal dan horisontal.

Coba cari di Wikipedia soal Anand Krishna. Laki-laki kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 1 September 1956 ini memang dikenal sebagai tokoh lintas agama. Sekaligus nasionalis, humanis, budayawan dan penulis yang aktif. Darah India yang mengalir di tubuhnya tidak membuatnya luruh cinta pada Indonesia. Dalam dunia global, Yayasan Anand Ashram tercatat sebagai yayasan yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Department of Public Information sejak 15 Desember 2006.

Dia mengusung cinta secara universal. Love is the Only Solution. Dengan menomorsatukakn Peace, Love, and Harmony dalam Satu Bumi, Satu Langit dan Satu Umat Manusia (One Earth One Sky, One Humankind). Semua itu adalah buah dari perjalanan Anand sejak di Lucknow, India Utara. Di tempat itu juga Anand bertemu dengan Sheikh Baba, guru spiritual kenamaan.

Dalam perjalanannya, Anand sempat didera Leukemia pada stadium lanjut. Dokter pun angkat tangan, dan memperkirakan kehidupan Anand akan segera berakhir. Namun, pertemuannya dengan seorang Lama Tibet di pegunungan Himalaya yang secara ajaib menyembuhkannya, membuat jalan hidup Anand berubah. Ia membaktikan seluruh hidupnya guna berbagi kebahagiaan, kedamaian, kasih dan kesehatan holistik.

Sejarah Anand di Indonesia adalah sejarah cinta kasih pada umat manusia. Sudah ratusan artikel dan puluhan judul buku lahir dari sosok berpawakan besar dengan jenggot tebal ini. Dunia pun tak luput dari jamahannya. Di kota Belo Horizonte, Brazil saat digelar Earth Dialogues on Water Planet (Dialogos da Terra no Planeta Aqua) pada tanggal 26 - 28 Nopember 2008, Anand diundang selaku pembicara yang mempresentasikan kajian tentang Water Of Life, Wisdom of the Ancients - In Pursuit of the Indigenous Wisdom of Sundaland and South America to Save Out Planet. Sebuah kajian spiritual tentang pentingnya Air bagi kehidupan manusia. Bersama Maya Safira Muchtar, Anand Krishna diangkat sebagai Ambassador dari Indonesia pada forum Parliament of the World's Religions.

Namun, peristiwa 12 Februari 2010 membalik semuanya. Anand Krishna dilaporkan ke Komnas Perempuan dengan tuduhan melakukan pelecehan seksual. Anand membantah tuduhan itu. Semoga bantahan ini adalah sebuah kebenaran. Bila tidak, sejarah panjangnya akan runtuh dalam sekali jentikan jari.

Duh Anand,..

| republish | Please Send Email to: iddaily@yahoo.com |

12 February 2010

Menggugat Hari Pers Nasional

Margiyono

Hari ini, presiden dan para tokoh pers memperingati Hari Pers Nasional di Palembang. Memang, sejak tahun 1985, setiap tangggal 9 Februari HPN selalu diperingati para petinggi pers dan pejabat negara. Tapi satu hal yang dilupakan, apa dasar penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN?

Penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN dibuat melalui Keputusan Presiden Soeharto No. 5 tahun 1985. Tanggal 9 Februari, sesungguhnya merupakan hari lahir Persatuan Wartawan Indonesia, yang berdiri pada 1946 di Solo, Jawa Tengah. Entah apa yang ada di benak Soeharto untuk menetapkan hari lahir PWI sebagai Hari Pers Nasional.

Jika patokan HPN adalah hari lahir PWI, maka berarti umur pers Indonesia masih sangat muda. Sementara, dalam literatur-literatur sejarah perjuangan bangsa ini, kita disuguhi fakta bahwa para insan pers merupakan bagian perintis kemerdekaan negeri ini. Jika pers Indonesia memang bagian dari perintis kemerdekaan, akal sehat kita tentu akan menyimpulkan bahwa pers Indonesia telah ada sebelum kemerdekaan RI tahun 1945. Hal ini tentu mengusik pikiran banyak orang.

Salah satu intelektual yang terusik oleh penetapan tanggal 9 Februari sebagai HPN adalah budayawan Tafik Rahzen. Bahkan, Taufik melakukan penelusuran sejarah secara serius. Hasil penelitiannya itu diterbitkan dalam buku “100 Tahun Pers Nasional” yang diterbitkan saat peringatan Satu Abad Kebangkitan Nasional tahun 2008. Dari penelusuran Taufik, ditemukan tonggak pers nasional adalah terbitnya Medan Prijaji pada 1 Januari 1907, dibawah nahkoda Raden Mas Tirto Adhi Soerjo. Dengan demikian, menurut Taufik seharusnya HPN diperingati pada 1 Januari, tonggak kelahiran pers nasional.

Harian yang terbit di Bandung tersebut memang bukan pers yang pertama kali terbit di bumi nusantara. Sebelumnya banyak koran yang sudah terbit di Hindia Belanda. Tapi, menurut Taufik, Medan Prijaji adalah koran nasional pertama. Alasannya, semua awak koran tersebut adalah pribumi dan koran tersebut yang pertama menggunakan bahasa Melayu.

Memang, pendapat Taufik tersebut juga banyak kelemahannya. Suryadi, peneliti sejarah di Universitas Leiden, Belanda, adalah salah satu yang mengkritik Taufik. Ia mengatakan bahwa Medan Prijaji bukanlah koran nasional pertama. Menurutnya, jauh sebelum ada RM Tirto Adhi Soerjo dan Medan Prijaji, pada 1894-1910 di Sumatera telah terbit selusin koran berbahasa Melayu yang digawangi Dja Endar Moeda. Bahkan sebelumnya di Padang, tahun 1890-1921, “Bapak Pers Melayu” Mahyudin Datuk Sutan Maharadja telah menerbitkan 6 surat kabar berbahasa Melayu. Juga, ada Dr. Abdul Rivai yang menerbitkan Bintang Hindia yang kritis pada 1903-1907.

Memang, sampai saat ini belum ada kesimpulan para sejarawan kapan pers nasional pertama lahir, sehingga kita bisa menentukan tanggal Hari Pers Nasional yang layak diperingati. Tapi, adalah hal yang konyol jika kita memperingati HPN mengacu pada kelahiran PWI. Ini berarti kita merendahkan peran pers dalam perjuangan merintis kemerdekaan. Seolah-olah pers nasional baru lahir setahun setelah Indonesia
merdeka.

***

27 January 2010

Demo 28 Januari yang Sangat Penting, itu,..

Iman D. Nugroho

Tanggal 28 Januari ini, bisa jadi menjadi hari yang sangat bersejarah bagi Indonesia. Setelah mantan Presiden Soeharto, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBYlah yang akan didemo oleh puluhan ribuan orang. Seratus hari masa kepemimpinan presiden yang pernah mengklaim diri sebagai Presiden dengan dukungan mayoritas rakyat dalam Pemilu itu, akan benar-benar akan diwarnai dengan ungkapan kekecewaan.

Mengapa demonstrasi? Pertanyaan ini selalu saja ada ketika sebuah demonstrasi akan digelar. Jawabannya sangat sederhana: karena cara inilah yang terbukti sangat efektif untuk menunjukkan ekspresi tentang sesuatu. Apalagi di Indonesia. Sejauh yang Saya tahu, demonstrasi masih menjadi mekanisme yang paling tepat untuk mengekspresikan rasa yang kita punya. Dalam konteks pemerintahan sekarang apalagi. Apa masih mau bersandar pada DPR/MPR yang hampir semuanya mendeklarasikan diri menjadi anggota koalisi pro SBY? Hmm,..jelas tidak.

Belum lagi, DPR/MPR adalah arena ganas bola liar politik. Setiap persoalan yang digulirkan di Senayan, akan dinilai benefit apa yang mungkin akan didapatkan, bila diurus di Senayan. Bukannya berpikir rakyat sebagai ukurannya. Sangat menjijikkan. Lihat saja persoalan Bank Century. Semangat untuk mencari kebenaran dalam kasus itu, menjadi bergeser manjadi semangat untuk menjatuhkan Pemerintahan. Saat ada usulan memanggil SBY sebagai orang yang dianggap tahu, justru dimaknai beragam, berlawanan.

Karena itulah, gerakan politik demonstrasi, memang masih menjadi pilihan. Saya tidak menutup mata, demonstrasi juga bisa "dijual". Dengan broker yang memainkan harga Rp.25 ribu/kepala misalnya akan mudah menggelar demonstrasi tergantung pesanan. Tapi, itu tidak semuanya. Sangat gampang membedakan mana demonstrasi asli, dan mana yang bayaran. Secara fisik, lihat saja massa demonstrasi. Apakah mereka cukup memiliki kapasitas untuk meneriakkan isu yang diusungnya? Lalu, lihat yang berorasi. Kalau hanya orang-orang itu-itu juga, tanpa ada perwakilan dari elemen massa aksi, berarti ada yang "aneh".

Dan yang terakhir, lihatlah isunya. Ini butuh analisa sedikit. Misalnya, ketika atmosfir politik mengecam X, sementara demonstrasi itu justru membela X, maka lagi-lagi, ada yang "aneh". Namun, demokrasi adalah arena perbedaan. Silahkan saja mengusung isu apa saja, asalkan dilaksanakan dengan demokratis. Dan untuk yang akan didemo, tenang saja. Tidak usah panik, takut atau bahkan mencurigai ini dan itu.

Rakyat Indonesia yang sudah pintar ini cinta negerinya. Semua dilakukan atas dasar masa depan yang lebih baik. Jadi, yang sepakat dengan demo 28 Januari, ayo bergabung. Untuk yang tidak sepakat, lanjutkan kehidupan, sambil berdoa agar kebaikan tetap terjadi di Indonesia. Bagi SBY yang akan di demo, kalau urusan Banten sudah selesai, segera balik ke Istana Merdeka ya,... :P

18 January 2010

Allah, Bukan Milikmu

Rusdi Mathari

Maka kini cukuplah untuk mengatakan tidak kepada mereka yang mengaku penganut “monoteis” (Yahudi, Kristen atau Muslim) –yang tidak mencegah mereka jatuh ke dalam penyembahan berhala— untuk merasa paling berhak menyebut Allah.

LALU siapa sebetulnya Allah dan milik siapa Dia? Di Malaysia –dan mungkin juga di tempat lain dan di sini— orang-orang yang marah itu kemudian merasa paling memiliki dan paling berhak menyebut “Allah.” Mereka menganggap tak satu manusia pun yang tidak memiliki pandangan keimanan yang sama dengan mereka, layak dan pantas menyebut “Allah.” “Allah” adalah milik mereka, kendati mereka juga tidak paham, siapa Allah dan mengapa harus disebut “Allah.”

Tentu saja, itu bukan sekadar klaim melainkan sebuah kesalahpahaman besar manusia karena apa yang kemudian disebut sebagai “Allah” –oleh terutama orang-orang Islam— sebetulnya hanya istilah yang juga dibuat manusia untuk menyebut sesuatu yang luar biasa (maha) di luar dirinya. Karena berbagai alasan, banyak orang kemudian percaya bahwa orang-orang Islam menyembah Allah yang berbeda dari Allah orang-orang Kristen dan Yahudi. Sebuah anggapan yang sebetulnya sama sekali keliru, karena sesungguhnya tidak ada keraguan, seorang Muslim sebetulnya menyembah Allah yang disembah Nuh, Ibrahim, Musa, Daud, dan Yesus (salam untuk mereka semua).

Bahwa orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam kemudian memiliki konsep yang berbeda tentang Allah, itu benar adanya. Umat Islam –seperti halnya Yahudi- misalnya, menolak kepercayaan Trinitas dan Inkarnasi Ilahi dari ajaran Kristen. Akan tetapi, itu tak berarti masing-masing penganut dari tiga agama itu menyembah Tuhan yang berbeda – karena Allah hanya satu. Yudaisme, Kristen dan Islam mengklaim sebagai “Agama Ibarahim” (Abrahamic Faith) dan mereka semua juga diklasifikasikan sebagai “monoteistik.”

Realitasnya memang ada beberapa orang yang sejauh ini selalu ingin membuat orang percaya bahwa “Allah” adalah sebutan untuk para “dewa” orang Arab (baca: The Moon-god Allah in the Archeology of the Middle East) dan Islam benar-benar sesuatu yang “lain” -yang tidak memiliki akar umum dengan agama-agama Ibrahim lainnya yaitu Kristen dan Yahudi. Argumen semacam itu menggelikan karena menganggap umat Islam menyembah “Allah” yang berbeda —karena mereka mengatakan “Allah”— adalah sama tidak logisnya dengan pendapat yang mengatakan orang-orang Prancis menyembah Allah yang lain karena mereka menggunakan kata “Dieu,” orang-orang berbahasa Spanyol juga menyembah Allah yang berbeda karena mereka berkata “Dios” atau mereka yang berbahasa Ibrani menyembah Allah yang tidak sama karena mereka kadang-kadang memanggil Allah dengan sebutan “Yahweh.”

Sebagian orang akan mengatakan, soal “Allah” itu bukan sekadar soal logika. Namun mereka yang mengklaim setiap satu bahasa hanya menggunakan kata yang benar untuk menyebut Allah, sama artinya dengan menyangkal universalitas pesan Tuhan kepada umat manusia –untuk segala bangsa dan suku dan orang-orang melalui berbagai nabi yang berbicara bahasa yang berbeda.

Hanya sedikit orang yang paham, soal Allah itu sebetulnya adalah kata yang sama dalam bahasa Arab yang digunakan orang-orang Kristen dan Yahudi untuk menyebut Allah. Bukalah Alkitab (Injil) berbahasa Arab, maka di sana akan tertera kata “Allah” digunakan seperti halnya “Allah” digunakan dalam bahasa Inggris: “Allah” adalah kata dalam bahasa Arab dan sama dengan kata dalam bahasa Inggris “God” dengan huruf “G.” Kata “Allah” itu pun bahkan tidak dapat dibuat jamak.

Allah dalam Bahasa
Lihatlah kata “El” dalam bahasa Aram yang adalah kata untuk Tuhan ketika Yesus berbicara niscaya lebih mirip pengucapannya dengan kata “Allah” dibandingkan dari kata “God” dalam bahasa Inggris. Itu pula berlaku untuk berbagai macam kata untuk menyebut Tuhan dalam bahasa Ibrani: “El” dan “elah,” atau “Elohim” (dimuliakan) itu. Alasan kesamaan itu karena baik Aram, Ibrani dan Arab adalah bahasa-bahasa yang berasal-usul sama: bahasa Semit.

Lalu dalam bahasa Arab, kata “Allah” pada dasarnya sama dengan kata “ilah” yang artinya Tuhan dan karena itu makna dari kata “Allah” adalah juga sama dengan makna dari kata “ilah.” Perbedaan mutlak kedua kata tersebut terletak pada penggunaannya. Dalam bahasa Arab, kata “ilah” dikenal sebagai bentuk mufrad (bersifat umum) dan bersifat jamak dengan kata aalihat, sementara kata “Allah” adalah nama khusus dan tidak mempunyai bentuk jamak.

Ucapan seperti “ya Ilahi” atau “ya Allah” juga menunjukkan, tidak ada perbedaan antara kata “Allah” dan “ilah” kecuali yang satu ("Allah") digunakan hanya untuk makna khusus, dan yang lain (“ilah”) lebih bersifat umum. Dalam buku Tauhid dan Syirik, Syrekh Ja’far Subhani bahkan menyebut kedua kata itu memiliki persamaan yang lebih dekat karena berasal dari satu akar kata yang sama.

Kalau kemudian ada kekhususan makna dari kata “Allah” seperti yang sejauh ini disebut oleh kaum Muslim, tak lain karena kebiasaan orang-orang Arab yang selalu menggunakan lafal “al ilah.” Penambahan kata “al” pada “ilah” itu dimaksudkan untuk menunjuk sesuatu yang telah dikenal dalam pikiran (isyarah dzihniyah). Di buku Majma’ul Bayan Jilid 9, Al Thabarsi menerangkan, huruf “i” pada “al ilah” kemudian menjadi hilang dalam percakapan sehari-hari sehingga “al ilah” diucapkan sebagai “Allah.”

Penjelasan yang kurang lebih sama tentang asal usul penyebutan nama “Allah juga diungkapkan Thabarsi dalam buku yang sama Jilid 1. Mengutip pendapat Imam Sibawaih (pakar gramatikal tentang asal-usul lafal “Allah”) Thabarsi menjelaskan perubahan dari “ilah” menjadi “Allah” disebabkan penisbian huruf hamzah di atas huruf “i” (alif) sehingga menjadi al ma’rifah, yang tak bisa dipisahkan. Maka ketika menyebut “ya Allah” pengucapannya bukan “yallah” melainkan “ya Allah.” Seandainya tidak ada huruf hamzah dalam kata aslinya, menurut Thabarsi niscaya pengucapan hamzah tidak dibenarkan sebagaimana dalam kata-kata lainnya.

Tentang Allah yang berasal dari kata “ilah” dengan menghilangkan huruf hamzah dan menggantinya dengan kata “al” juga dijelaskan oleh Ar Raghib di buku Al Mufradat. Nama tersebut dikhususkan bagi nama Allah sebagai Wajibul Wujud atau zat mutlak yang wajib ada.

Bisa dimengerti karena itu jika para ahli tauhid lalu memaknai “Allah” dan “ilah” sebagai makna yang satu yaitu Tuhan. Namun menurut sebagian ahli tafsir, dalam kalimat tauhid “laa ilaha illallah” kata “ilah” mempunyai makna ma’bud (yang disembah) dan karena itu penggunaan maknanya harus disertai penjelasan bihaqqin (secara benar). Maka kalimat “Tidak ada Tuhan selain Allah” maknanya adalah “Tidak ada Tuhan yang wajib disembah secara benar (hak) kecuali Allah.”

Maka kini cukuplah untuk mengatakan tidak kepada mereka yang mengaku penganut “monoteis” (Yahudi, Kristen atau Muslim) –yang tidak mencegah mereka jatuh ke dalam penyembahan berhala— untuk merasa paling berhak menyebut Allah. Tidakkah banyak orang termasuk beberapa Muslim, yang mengklaim percaya kepada “Satu Tuhan” tapi mereka terjerembap ke lubang syirik?

Lihatlah pula, tidak sedikit orang Protestan yang menuduh pengikut Katolik Roma yang memercayai orang-orang kudus dan Perawan Maria— sebagai bidah dan menyembah berhala. Juga Gereja Ortodoks Yunani yang selalu dianggap menyembah “berhala” oleh banyak orang Kristen lain karena menggunakan banyak ikon dalam ibadah mereka. Padahal ketika seorang Katolik Roma atau Ortodoks Yunani diminta mengakui Allah adalah “Satu” niscaya mereka akan selalu menjawab “Ya.”

Sungguh dengan semua nama dan sebutan “Allah” itu, manusia tak lalu bisa mengetahui hakikat Allah, kecuali hanya sedikit orang. Karena nama-nama, istilah atau apa pun julukan yang ditujukan untuk Allah hanyalah salah satu cara untuk mengenal (kekuasaan) Allah. Di balik semua nama dan istilah, Allah adalah Allah dan hanya Allah yang tahu akan Allah. Lalu mengapa orang-orang itu marah dan merusak gereja, hanya karena merasa paling memiliki dan merasa paling berhak menyebut “Allah?”


04 January 2010

Dibunuh atau Tidak, Jelaskan Hal Kematian Gus Dur!

Iman D. Nugroho

Masih tentang kematian mantan Presiden RI ke-4, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kali ini tentang isu yang sempat beredar dari sebuah SMS yang mengatakan bahwa ada kematian Gus Dur adalah buah dari pembunuhan. Tidak tanggung-tanggung, pihak yang dituduh melakukan pembunuhan itu adalah lingkaran SBY. Bantahan pun mengalir. Termasuk pihak keluarga Gus Dur. Case closed? Tunggu dulu..

Sebelum SMS pembunuhan itu menghebohkan, penjelasan Shinta Nuriyah, istri Gus Dur, tentang matinya CCTV saat SBY menjenguk Gus Dur di RSCM, menjelang kematian Gus Dur, sedikit merisaukan. Apalagi, alasan tentang kematian CCTV yang menghubungkan ruang Gus Dur diperiksa dan ruang tunggu keluarga Gus Dur itu tergolong aneh. "Butuh daya listrik yang lebih besar, sehingga harus dimatikan," kata Shinta Nuriyah yang kemudian menyurus Fariz Dhohir, Istri Yenny Wahid, untuk masuk ke ruangan itu.

Singkat cerita, Fariz pun menangis. "Saat itu dokter mengabarkan tentang meninggalnya Gus Dur," kata Shinta seperti dimuat di Metro TV. Saya bukan orang yang paham tentang kelistrikan. Tapi, silahkan cacimaki saya kalau mengatakan CCTV tidak akan membuat listrik di RSCM terganggu. Lalu mengapa harus dimatikan? Dan Shinta pun merasa keanehan ini perlu diclearkan dengan menyuruh Fariz untuk ke ruangan tempat Gus Dur dirawat. Ujungnya pun bisa diketahui, Gus Dur dinyatakan meninggal dunia 30 Desember 2009 pukul 18.45 wib.

Perihal kematian CCTV itu pun tertutup oleh shock nasional atas kematian Gus Dur. Semua televisi memberitakan tidak henti-hentinya. Mulai dari RSCM, Ciganjur hingga pemakaman Gus Dur di Ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Media massa cetak memberikan porsi luar biasa. Harian Kompas, memuat hal kematian ini di enam halaman.

***

Kematian memang sesuatu yang sudah digariskan. Tapi bagaimana kematian itu datang, menjadi hal penting yang perlu dijelaskan ke pihak-pihak yang berhak mendapatkannya. Dalam skala kecil adalah keluar, dan dalam skala besar adalah publik. Ketika Munir meninggal dunia di pesawat terbang ke Belanda, publik merasa gelisah dengan orange juice yang diminum Munir dalam penerbangan itu. Kecurigaan muncul menyangkut adanya "sesuatu" di dalam orange juice itu. Lalu bagaimana dengan Gus Dur?

Pertanyaan tentang matinya CCTV, dan membuat proses kematian Gus Dur yang seharusnya bisa diketahui oleh keluarga, menjadi titik pijak pertanyaan ini. Hak keluarga untuk mengetahui dengan lengkap perihal kematian Gus Dur, dihilangkan oleh matinya CCTV. Apakah ini tidak cukup untuk menjadi alasan perlunya polisi menyidik hal ini? Kalau dalam kasus kematian Munir saja muncul kegelisahan, mengapa dalam kasus kematian Gus Dur, tidak boleh ada kegelisahan?

Dalam buku Investigasi Pelanggaran HAM, Panduan untuk Investigasi Hukuman Mati di Luar Proses Hukum, Sewenang-wenang dan Seketika yang diterbitkan oleh Elsam, memuat beberapa hal penting yang harus dilakukan bila ditemukan adaya proses kematian yang tidak wajar. Tidak wajar dalam kematian Gus Dur didasari oleh matinya CCTV, yang pada ujungnya membuat hak keluarga untuk mengetahu kematian itu secara untuk, menjadi tercederai.

Pemotretan adalah hal pertama yang harus dilakukan. Dalam pemotretan itu dicatat pula posisi, keadaan, suhu mayat, kepucatan dan kekakuan. Setelah itu, tangan mayat harus dilindungi dengan mengunakan kantung kertas atau plastik. Pencatatan temperatur di sekitar mayat, dengan pengujian darah akan sangat bermanfaat untuk mengindentifikasi sesuatu yang mencurigakan.

"Catat identitas semua orang yang berada di tempat kejadian, dapatkan informasi dari saksi-saksi, termasuk siapa yang melihat jenazah terakhir saat hidup terakhir kali, dan wawancarai petugas medis yang mungkin telah menyentuh mayat," tulis buku itu. Apabila jenazah itu sudah dirawat di RS (seperti dalam kasus kmatian Gus Dur), maka contoh darah, foto sinar X, dan catatan RS harus didapakan.

Apakah semua hal itu sudah dilakukan dalam kematian Gus Dur?

*Beda santri dan tentara, klik di sini.
*Gerimis di Ciganjur 30 Desember 2009, klik di sini.
*Sebelum aku terlelap, Gus,..

01 January 2010

Gerimis di Ciganjur 30 Desember 2009

Iman D. Nugroho

Gerimis menyelimuti Cilandak, Jakarta, 30 Desember 2009, ketika sebuah mushola kecil di tepi jalan Raya Cilandak itu mengabarkan kematian KH. Abdurrahman Wahid. "Pengumuman, telah meninggal dunia, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, sore tadi jam 18.45 wib. Jenazah akan dibawa ke rumah duka di Ciganjur," kata takmir masjid melalui pengeras suara.

###

Suasana di depan rumah mantan Presiden RI ke-4 terlihat sepi. Hanya beberapa pengurus Pondok Pesantren Ciganjur yang berlalu lalang di halaman depan rumah di belakang Masjid Al Munawaroh. Itu. "Tolong, sepeda motor diparkir di sebelah sana, ini akan digunakan sebagai jalan masuk utama," kata seorang bersarung dan berpeci, salah satu pengurus Ponpes Ciganjur. Beberapa orang lain berjaga di sekitar gerbang utama yang masih lengang.

"Bapak, belum datang. Bu Nyai [Shinta Nuriyah] dan keluarga lain juga masih di RSCM," kata penjaga gerbang yang enggan disebutkan namanya. Di selasar Masjid Al Munawaroh, beberapa orang sibuk membelah bambu, menempelinya dengan kertas kuning, menjadikan bendera tanda duka cita. Khas Betawi. Satu persatu, jurnalis dari berbagai media massa mulai berdatangan, bersamaan dengan riuh penduduk sekitar yang datang. "Maaf sekali lagi, saya tidak bisa memberikan penjelasan apa-apa, kita tunggu saja," kata penjaga gerbang, seiring gerimis datang dan pergi.

"Para penta'ziah, silahkan masuk ke masjid, kita membaca tahlil dan Yasin untuk Gus Dur, monggo,.." kata takmir Al Munawaroh melalui pengeras suara. Tak lama berselang, masjid itu pun "hidup". Tahlil dan Yasin pun menggema dari sekumpulan orang yang duduk membentuk lingkaran. Menebarkan kekhusukan, di sela-sela gerimis. Beberapa orang menyeka air matanya. Beberapa lain tertunduk.

###

"Kepergian" Gus Dur malam itu mengagetkan banyak orang. Sakit yang dideritanya, dengan berkali-kali datang dan pergi dari rumah sakit, tetap tidak bisa menjadi pembenar kematiannya. Dorce, artis transseksual yang mengaku teman dekat Gus Dur pun bahkan sempat mencaci makin Sundari Soekotjo, penyanyi yang mengabarkan hal kematian itu padanya. Apalagi Shinta Nuriyah, yang kebingungan saat melihat Presiden Susilo Bambang Yudhonoyo datang ke RSCM, menjelang kematian Gus Dur. "Maaf, bu, kami sudah berusaha maksimal," kata seorang dokter RSCM mengabarkan kematian Gus Dur untuk pertama kali.

Di masjid Al Munawaroh, kenangan atas tokoh kontroversial itu tiba-tiba menyapa. Kembali di tahun 90-an, di pengadilan tinggi Surabaya, Gus Dur datang mendampingi dua penganut agama Konghucu yang berjuang mempertahankan keyakinan dan budayanya. Menurut Gus Dur, manusia harus diberi kesempatan menjalankan keyakinannya. Sama halnya ketika Gus Dur membela Dorce, salah satu pelaku transseksual [mengubah jenis kelamin] dari caci maki berdasar isu keagamaan.

Bagi Nahdliyin-sebutan untuk orang Nahdlatul Ulama[NU]- Gus Dur adalah segalanya. Sebagai pembawa trah-garis keturunan- pendiri NU Hasyim Ashari, membuatnya menjadi sandaran vertikal maupun horisontal. Di ponpes Salafiah Safiah Asembagus, Sitobondo, beberapa saat sebelum Gus Dur menjadi Presiden RI ke-4, kedatangan Gus Dur membuat seluruh desa bersolawat. Tak sedikit yang menanggis tersedu. Terharu melihat panutannya bersedia datang, dan menyalami tangan Nahdliyin yang tersorong untuk bersalaman.

Di Gedung DPR/MPR tahun 1999, Gur Dur yang terpilih menjadi Presiden RI ke-4, tidak ragu mengajak Megawati Soekarno Putri, Pimpinan PDI Perjuangan yang kalah bersaing di ranah pemilihan presiden, untuk duduk di kursi Wakil Presiden. Untuk pertama kalinya, Indonesia dianugerahi presiden setelah Soeharto tumbang. Salawat berkumandang di Gedung Rakyat itu. Meski, belum genap dua tahun, Gus Dur dipaksa turun dengan peristiwa lambaian tangan Presiden bercelana pendek di selasar Istana Negara yang tak terlupakan itu,..

###

Gerimis masih menyirami Ciganjur, ketika mobil jenazah hitam itu memasuki pelataran, mengantar jenazah Gus Dur untuk diterbangkan ke ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur untuk dikebumikan esok hari. Orang-orang menangis sambil bersalawat. Air mata dan gerimis tak henti mengguyur Ciganjur 30 Desember 2009,..

#keterangan foto: keranda di masjid Al Munawaroh, depan rumah Gus Dur di Ciganjur.
#foto-foto Ciganjur lain klik di sini
#puisi Gus Dur klik di sini


26 December 2009

Atas Nama Demokrasi :Tolak Ujian Nasional [3]

Merphin Panjaitan

Guru dan sekolah menentukan kelulusan peserta didik

Berdasarkan prinsip subsidiaritas Ujian Nasional seharusnya dihentikan, dan penentuan kelulusan seorang pelajar ditentukan oleh guru dan sekolahnya masing-masing, karena mereka lebih tahu siapa diantara pelajar yang lulus dan yang tidak lulus. Oleh karena guru dan sekolah dapat menentukan lebih tepat pelajar yang lulus dan yang tidak lulus, maka pemerintah tidak perlu membuat Ujian Nasional untuk menentukan kelulusan seorang pelajar.

Lulus tidaknya seorang peserta didik ditentukan oleh pendidik dan lembaga pendidikan tempat peserta didik itu belajar. Negara tidak berwewenang menentukan kelulusan seorang peserta didik. Negara hanya mengatur lembaga pendidikan, tenaga pendidik dan kriteria yang digunakan untuk menentukan kelulusan seorang peserta didik, dan Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengatur seperti itu.

UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diatas membagi dua tugas evaluasi, yaitu: Evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan kepada Pemrintah dan Pemerintah Daerah, seperti yang dimuat dalam Pasal 59 ayat (1) :
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan.

Sedangkan penilaian hasil belajar peserta didik dipercayakan kepada pendidik dan sekolah, dimuat dalam: Pasal 39 ayat (2) berbunyi: Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran ………., dan Pasal 58 ayat (1) berbunyi: Penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

Pasal 61 (ayat 2) berbunyi: Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.

Tidak satu pasal pun dalam UU No.20 tahun 2003 yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan atau Pemerintah daerah untuk menentukan kelulusan peserta didik.
Digunakannya Ujian Nasional untuk menentukan kelulusan peserta didik tidak menyelesaikan masalah pendidikan, tetapi justru membuat masalah baru.

Pemerintah membuat peraturan, Pemerintah memberikan izin pendirian satuan pendidikan, Pemerintah melaksanakan akreditasi dan Pemerintah juga mengambil kewenangan guru dan sekolah dalam pelaksanaan penilaian peserta didik. Pemerintah tidak mempercayai guru dan sekolah yang telah diakreditasi. Mutu pendidikan tidak akan pernah meningkat dalam negara yang Pemerintahnya tidak mempercayai guru dan sekolah yang telah diakuinya sendiri.

Demokrasi Menyempurnakan Dirinya Sendiri

Sistem demokrasi dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Oleh karena itu, walaupun terdapat kekurangan dalam pelaksanaannya, tetapi rakyat tetap percaya bahwa kesempatan untuk menyempurnakannya tetap ada. Demokrasi tidak berarti sempurna di dalam segala hal. Demokrasi tidak memberikan jaminan atas kesejahteraan rakyat Tetapi demokrasi membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat untuk ikut menentukan kebijakan negara,.

Kalau masyarakat menilai Ujian Nasional merugikan dan tidak diperlukan,.masyarakat mempunyai hak untuk berjuang menuntut penghapusannya. Mekanisme demokrasi seperti ini akan membuat demokrasi selalu dapat menyempurnakan dirinya. Walaupun banyak warga masyarakat yang kecewa terhadap pemerintah, tetapi mereka masih tetap percaya bahwa masih tetap ada waktu untuk memperjuangkan aspirasi dan mengganti pemerintah melalui pemilu. Semua ini dimungkinkan oleh sistem kenegaraan yang demokratis.

Demokrasi memberikan kesempatan perubahan, agar selalu dapat menjawab persoalan masyarakat yang dari waktu ke waktu juga berubah. Perubahan ini dimungkinkan oleh karena di dalam dirinya sendiri memang disediakan mekanisme perubahan. Tetapi perlu diingat perubahan tetap dalam kerangka demokrasi, tidak berubah ke tatanan politik yang lain, karena demokrasi memang dibuat untuk tujuan tertentu dan dengan proses tertentu, yaitu demokrasi.

Demokrasi dalam perjalanannya telah menghasilkan prinsip-prinsip demokrasi. Penerapan prinsip-prinsip demokrasi ini akan menjadi jaminan bahwa perubahan dalam demokrasi tetap bertujuan untuk mewujudkan masyarakat dan negara demokrasi, dan dengan cara-cara yang demokratis.

Negara tidak menjadi baik dari dalam dirinya sendiri

Dalam demokrasi pemerintahan adalah untuk melayani kepentingan yang diperintah. Oleh karena itu dalam negara demokrasi tuntutan dan protes dari masyarakat menjadi penting dan strategis. Dengan protes, masyarakat menyatakan penolakannya terhadap suatu kebijakan pemerintah. Dengan mendengarkan dan mempelajari protes dan dukungan dari berbagai kelompok masyarakat, pemerintah dapat mengetahui kebijakan apa yang ditolak masyarakat dan sekaligus mengetahui kebijakan yang mendapat persetujuan.

Pemerintahan negara berdasarkan persetujuan dari rakyat lebih mudah terwujud apabila pejabat negara dipilih langsung oleh rakyat dari antara mereka sendiri. Pemerintahan oleh rakyat tentunya adalah pemerintahan yang diabadikan untuk seluruh rakyat, tanpa diskriminasi dalam semua aspek kehidupan kenegraan. Artinya negara harus berlaku adil kepada semua warganegara dalam aspek politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Dalam demokrasi perwakilan, kedaulatan rakyat dapat berjalan kalau partisipasi politik masyarakat yang cukup kuat. Dengan menerima demokrasi, kita harus menyadari bahwa, pemerintahan negara tidak menjadi baik dari dalam dirinya sendiri.

Argumentasinya adalah: Pemerintahan negara tidak pernah dapat mengetahui dengan pasti apa yang menjadi kehendak rakyat, kalau rakyat tidak mengatakannya dengan jelas dan kuat. Kekuasaan cenderung disalahgunakan. Dictum Lord Acton berbunyi: Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely. Penyelenggara Negara adalah manusia biasa, yang sama seperti manusia lainnya mempunyai kebutuhan pribadi yang tidak terbatas.

Dengan berbagai alasan di atas, kalau kita menghendaki pemerintahan negara baik ditingkat nasional maupun daerah bertindak adil, demokratis dan melayani rakyat, maka rakyat harus mempengaruhi dan mengendalikan mereka. Siapapun yang menjadi penyelenggara negara, mereka harus memperjuangkan kehendak rakyat.

Artinya partisipasi politik masyarakat harus kuat dan berpengaruh dalam proses penyelenggaraan negara, seperti pembuatan APBN, APBD, undang-undang dan Perda,dan kebijakan publik lainnya termasuk dalam bidang pendidikan seperti penentuan kelulusan pelajar.sekarang ini.

Masyarakat perlu juga menggunakan unjuk rasa dalam memperjuangkan kepentingan mereka.termasuk dalam menuntut penghapusan Ujian Nasional. Kestabilan dari suatu tatanan kenegaraan yang demokratis dihasilkan oleh interaksi antara masyarakat yang berdaya dan negara yang kokoh.

Masyarakat yang berdaya dapat mengendalikan proses penyelenggaraan negara, sedangkan negara yang kokoh dapat melayani masyarakat dengan menjamin terpenuhinya Hak Asasi Manusia (HAM), menegakkan keadilan, menyiapkan kondisi yang kondusif bagi upaya pencapaian kesejahteraan/ kebahagian masyarakat.

Masyarakat sipil membutuhkan demokrasi dan mempunyai kemampuan mewujudkan dan memelihara demokrasi. Masyarakat sipil adalah masyarakat independen, yang mengorganisasikan diri dalam memperjuangkan kepentingan bersama, termasuk dalam mengawasi jalannya penyelenggaraan negara dan mempengaruhi pembuatan kebijakan publik, dan memilih para pejabat negara yang dibutuhkan rakyat.

Dengan berbagai organisasi independen, seperti organisasi buruh, organisasi petani, organisasi profesi, dan partai politik masyarakat sipil membatasi kekuasaan lembaga-lembaga negara, agar tidak mengintervensi semua kegiatan masyarakat.

Pembangkangan Sipil

Pembangkangan sipil adalah pelanggaran hukum oleh masyarakat tanpa kekerasan untuk membela suatu prinsip penting, yang dalam sejarah demokrasi mempunyai tempat terhormat. Pembangkangan sipil harus dibedakan dari pelanggaran hukum kriminal, dengan melihat cara dan tujuan politisnya dan dengan melihat kenyataan bahwa mereka yang terlibat tidak berusaha menghindari hukuman atas pelanggarannya.

Tujuan pembangkangan sipil biasanya untuk melawan ketidakadilan yang dibuat oleh pejabat publik atau lembaga swasta yang kuat agar diadakan perubahan kebijakan publik kearah yang lebih baik dan lebih adil. Pembangkangan sipil seyogianya dilakukan dalam kondisi yang luar biasa, dan hanya sebagai langkah terakhir.

Pembangkangan sipil yang dilaksanakan oleh Dr. Martin Luther King Jr dan pengikutnya dengan tidak mentaati undang-undang Segregasi adalah satu contoh keberhasilan dari pembangkangan sipil.Dr.Martin Luther King Jr dalam tulisannya berjudul Langkah Menuju Kebebasan menyampaikan pesan perjuangan tanpa kekerasan,antara lain:tidak mentaati peraturan dan undang-undang yang tidak adil,melakukan protes dengan cara damai,meyakinkan dengan kata-kata,tetapi kalau gagal berusaha meyakinkan dengan tindakan.-lihat dalam Mochtar Lubis 1994.

Di Indonesia sekarang ini tampaknya perlu dilaksanakan pembangkangan sipil untuk menolak Ujian Nasional dan mengembalikan penentuan kelulusan pelajar kepada guru dan sekolahnya masing-masing. Sejarah memperlihatkan bahwa demokrasi membutuhkan perjuangan rakyat yang luas dan seringkali memakan waktu yang lama dan dengan pengorbanan yang tidak sedikit. Para demokrat harus dapat meyakinkan masyarakat luas bahwa perjuangan bersama ini adalah untuk kepentingan semua, termasuk kepentingan Departemen Pendidikan.

Kesimpulan

Manusia terikat pada kodratnya, yaitu: memiliki hak asasi manusia ; mampu berpikir, dan oleh karena itu mampu bertindak bebas ; sesama manusia mempunyai derajat yang sama ; dan membutuhkan pergaulan dengan sesama manusia dengan dijiwai oleh semangat persaudaraan.

Demokrasi adalah tatanan kenegaraan yang mengakui kodrat manusia. Rakyat secara bersama-sama memerintah diri mereka sendiri, dengan memilih sebagian dari mereka, menjadi penyelenggara negara, baik di lembaga legislatif, lembaga eksekutif, maupun lembaga yudikatif, diaras nasional maupun daerah.

Dalam demokrasi kedaulatan ada ditangan Rakyat dan semua kekuasaan negara berasal dari Rakyat. Rakyat membentuk negara, karena Rakyat membutuhkan negara sebagai alat untuk meningkatkan derajat kehidupan manusia. Negara digunakan untuk melengkapi kebutuhan manusia yang tidak dapat dipenuhi oleh individu dan masyarakat.

Dalam negara demokrasi terjadi interaksi antara masyarakat dan negara. Kemajuan manusia akan tercapai apabila terjadi interaksi antara masyarakat yang berdaya dengan negara yang kokoh, oleh karena itu gerakan pemberdayaan masyarakat harus berjalan bersamaan dengan pembaruan struktur dan prosedur kenegaraan untuk mewujudkan negara yang kokoh.

Masyarakat yang berdaya akan terwujud apabila individu-individu hidup dan bergaul sesuai dengan kodrat manusia. Negara yang kokoh adalah negara demokrasi, yang kekuasaannya terbatas, dan fungsinya adalah melengkapi kebutuhan manusia yang tidak dapat dilaksanakan sendiri, baik oleh individu, maupun oleh masyarakat.

Republik Indonesia adalah negara demokrasi, dan oleh karena itu harus menjalankan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip subsidiaritas adalah salah satu prinsip demokrasi, yang menempatkan negara sebagai sarana untuk membantu manusia mewujudkan kehidupan yang lebih baik, dan bukan justru menggantikan fungsi-fungsi masyarakat.

Pelaksanaan Ujian Nasional untuk menentukan kelulusan pelajar SD, SLTP dan SLTA adalah pengambilalihan fungsi masyarakat oleh negara, suatu tindakan yang bertentangan dengan prinsip subsidiaritas dan oleh karena itu harus dihentikan. Penentuan kelulusan pelajar SD, SLTP dan SLTA dikembalikan kepada guru dan sekolahnya masing.

*Tulisan Pertama
*Tulisan Kedua

Atas Nama Demokrasi :Tolak Ujian Nasional [2]

Merphin Panjaitan

Pemerintah Dipilih Oleh Rakyat

Demokrasi adalah pemerintahan oleh semua dan untuk kepentingan semua orang. Demokrasi bukan sekedar pemerintahan oleh mayoritas, apakah mayoritas permanen, yaitu mayoritas karena ciri permanen seperti ras, suku, dan agama atau mayoritas karena menang pemilu. Pemenang pemilu memerintah, yang kalah pemilu mengawasi jalannya pemerintahan sembari mengkampanyekan alternatif kebijakan publik. Semua perbedaan diselesaikan secara damai, melalui berbagai cara seperti debat publik, diskusi, kompromi, dan voting.

Kata akhir tetap berada pada rakyat, dengan mekanisme Pemilu, atau cara-cara lain seperti unjuk rasa. Rakyat harus terus menerus mengingatkan pejabat negara bahwa keberadaan mereka adalah atas dukungan dan biaya dari rakyat, dan oleh karena itu harus selalu mendengar, memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan rakyat.

Pejabat negara harus selalu sadar bahwa mereka harus melayani seluruh rakyat secara adil dan demokratis. Mandat yang diterima seorang pejabat negara adalah mandat dari seluruh rakyat bukan hanya dari kelompok atau pemilihnya saja, dan oleh karena itu harus melayani kepentingan seluruh rakyat.

Dalam negara demokrasi salah satu prinsip yang harus dijalankan adalah bahwa pejabat pemerintahan dipilih oleh rakyat dari kalangan rakyat sendiri. Legitimasi pemerintahan terutama bukan pada keahlian dan kepintaran mereka, tetapi pada pilihan rakyat. Dalam negara demokrasi, rakyat paling berhak dan paling mengetahui tentang siapa yang akan dipilih menjadi pejabat pemerintah di semua tingkatan, nasional dan daerah.

Oleh karena itu suatu negara dapat dikatakan demokrasi kalau negara tersebut terdapat pemilihan umum yang bebas, adil kompetitif dan berkala. Semakin banyak pejabat negara yang dipilih, semakin demokratis negara tersebut. Di dalam negara demokrasi tidak ada seorangpun atau sekelompok orang, atau satu ras tertentu yang menganggap dirinya lebih berhak memerintah yang lain. Nilai kesederajatan menempatkan semua warganegara pada derajat yang sama.

Pemilihan pejabat negara secara langsung oleh rakyat yang telah berlangsung berulang-ulang akan mengkondisikan setiap pejabat negara menjadi pelayan rakyat. Semakin banyak pejabat negara yang dipilih oleh rakyat, semakin banyak pejabat negara yang melayani rakyat, dan kebijakan publik semakin sesuai dengan aspirasi rakyat.
Schumpeter mengemukakan “metode demokratis” yaitu : adalah prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yang didalamnya individu memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitf, dalam rangka memperoleh suara rakyat”.

Diamond, Linz dan Lipset, mengemukakan suatu pemerintahan demokratis harus memenuhi tiga, syarat pokok yaitu : Kompetisi yang sungguh-sungguh dan luas antara individu-individu dan kelompok-kelompok organisasi untuk memperebutkan jabatan-jabatan pemerintahan secara reguler. Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warganegara dalam pemelihan pemimpin atau kebijakan. Kebebasan Sipil dan Politik ; yaitu kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan untuk membentuk dan bergabung dalam organisasi, yang cukup untuk menjamin integritas kompetisi dan partisipasi politik.4

Pembatasan Kekuasaan Negara

Teori perjanjian negara Hobbes dan Locke bertolak dari fiksi suatu keadaan alamiah manusia (state of nature) yang mendahului eksistensi suatu negara. Thomas Hobbes berpendapat dalam keadaan alamiah ; semua orang bebas karena belum ada lembaga atau orang yang memiliki wewenang mengatur orang lain.

Semua orang sama-sama memiliki hak-hak alamiah tertentu, terutama hak membela diri. Semua orang hidup sendiri-sendiri, sesuai dengan kebutuhan individual masing-masing. Mereka berkembang tidak sosial, tidak saling membutuhkan dan tidak saling percaya. Individu-individu egois ini senantiasa saling mencurigai. Karena mereka hidup dan memenuhi kebutuhan dalam wilayah yang sama, mereka berada dalam situasi persaingan yang keras, dan yang satu menganggap individu yang lain merupakan ancaman potensial dan karena itu dimusuhi.

Dalam upaya melindungi diri secara efektif, setiap individu mengambil tindakan preventif dengan melumpuhkan atau meniadakan musuh potensialnya, yaitu individu yang lain Manusia bersikap bagaikan serigala terhadap manusia yang lain: homo homini lupus. Keadaan alamiah ini menjadi perang semua malawan semua ; bellum omnium contra omnes.

Keadaan seperti ini memaksa individu-individu untuk mengambil tindakan bersama. Mereka mengadakan perjanjian diantara mereka sendiri. Saling memberi janji untuk mendirikan lembaga untuk menata mereka melalui undang-undang dan memaksa semua orang agar taat terhadap undang-undang itu. Mereka menyerahkan semua hak alamiah mereka kepada lembaga itu. Dari perjanjian bersama ini lahirlah negara, dan negara tidak mempunyai kewajiban apapun terhadap individu-individu, yang dapat mereka tuntut.

Segera setelah negara terbentuk, negara berdiri tegak, dengan segala kekuasaannya. Negara mempunyai kekuasaan mutlak dan dsebut Leviathan, binatang purba yang mengarungi samudera raya dengan perkasa, dan tidak menghiraukan siapapun. Jhon Locke menggambarkan manusia dalam keadaan alamiah berbeda dengan Thomas Hobbes, dan oleh karena itu negara yang didirikan akan sangat berbeda dengan Leviathan. Dalam keadaan alamiah manusia bebas untuk menentukan dirinya dan menggunakan miliknya, dan tidak tergantung pada kehendak orang lain.

Secara alamiah, semua manusia sebenarnya baik, dan oleh karena itu keadaan alamiah manusia juag baik. Setiap orang mengambil dari alam sesuai kebutuhannya. Tetapi situasi ini berubah setelah uang diciptakan. Mereka yang rajin dan terampil menjadi kaya dengan cepat, sementara yang lainnya tertinggal. Timbul perebutan tanah dan modal. Individu yang tertinggal iri terhadap individu yang kaya. Kondisi seperti ini berkembang menjadi keadaan perang (state of war). Masyarakat yang telah dikuasai oleh ekonomi uang ini tidak dapat bertahan tanpa pembentukan negara yang akan menjamin milik pribadi. Menurut Jhon Locke negara didirikan untuk melindungi hak milik pribadi.

Dari paparan diatas tampak banyak perbedaan, tetapi saya ingin melihat kesamaannya. Bahwa individu-individu telah ada sebelum ada negara Bahkan manusialah yang mendirikan negara, oleh karena negara dibutuhkan untuk mewujudkan kehidupan bersama yang lebih baik. Artinya negara didirikan untuk kepentingan manusia, bukan manusia diadakan supaya negara dapat terbentuk.

Negara hanya melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sendiri dengan baik oleh masyarakat. Artinya negara hanya melengkapi, bukan menggantikan masyarakat.
Mempelajari keadaan alamiah yang digambarkan oleh Hobbes dan Locke di atas, sedikit atau banyak, tanpa negara manusia dapat berbuat untuk hidup. Artinya sebelum ada negara, manusia juga telah dapat menjalani hidupnya. Ini bearti negara didirikan untuk menbantu individu dan masyarakat, dan bukan menggantikannya.

Negara membantu individu dan masyarakat, dalam berbagai kegiatan yang tidak dapat dikerjakan sendiri dengan baik oleh mereka. Negara subsidier terhadap masyarakat. Dari pemikiran ini terbentuklah salah satu prinsip negara demokratis, yaitu prinsip subsidiaritas, yaitu negara membantu masyarakat, dan apa yang dapat dilaksanakan sendiri dengan baik oleh masyarakat, negara tidak perlu melakukannya.

Masyarakat manusia yang membentuk negara ini disebut sebagai rakyat, memegang kedaulatan dalam negara yang dibentuknya. Sejak awal, rakyat telah menentukan tujuan pendirian negara dan bagaimana negara melaksanakannya. Negara membantu masyarakat agar dapat hidup dengan baik

Kekuasaan negara harus dibatasi, dengan berbagai alasan, antara lain, kekuasaan negara dibatasi agar tersedia ruang gerak masyarakat untuk mengembangkan dirinya, dan sebagai jaminan bagi pelaksanaan hak asasi manusia. Manusia baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat membutuhkan kebebasan, agar mereka dapat hidup wajar, sehat dan berkembang. Hak asasi manusia, antara lain hak hidup, hak kebebasan, hak milik dan hak mengejar kebahagian harus didapat oleh setiap individu. Semua ini dapat terwujud kalau kekuasaan negara dibatasi.

Kekuasan negara memang kita butuhkan, antara lain untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan keadilan. Tetapi kalau kekuasaan negara menjadi tidak terbatas, sejarah memperlihatkan negara tersebut akan menjelma menjadi “monster” yang akan menindas dan membunuh rakyat sipemilik negara. Negara juga harus membatasi kekuasaannya, karena masyarakat mempunyai kemampuan untuk melaksanakan berbagai kegiatan ini akan lebih baik kalau dilaksanakan oleh masyarakat sendiri, tanpa campur tangan negara.

Prinsip Subsidiaritas

Negara hanya melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sendiri dengan baik oleh masyarakat. Artinya negara melengkapi, bukan menggantikan masyarakat. Mempelajari keadaan alamiah yang digambarkan oleh Hobbes dan Locke di atas, sedikit atau banyak, tanpa negara manusia dapat berbuat untuk hidup. Artinya sebelum ada negara, manusia juga telah dapat menjalani hidupnya. Ini bearti negara didirikan untuk menbantu individu dan masyarakat, dan bukan menggantikannya.

Negara membantu individu dan masyarakat, dalam berbagai kegiatan yang tidak dapat dikerjakan sendiri dengan baik oleh mereka. Negara subsidier terhadap masyarakat. Dari pemikiran ini terbentuklah salah satu prinsip negara demokratis, yaitu prinsip subsidiaritas, yaitu negara membantu masyarakat, dan apa yang dapat dilaksanakan sendiri dengan baik oleh masyarakat, negara tidak perlu melakukannya.

Masyarakat manusia yang membentuk negara ini disebut sebagai rakyat, memegang kedaulatan dalam negara yang dibentuknya. Sejak awal, rakyat telah menentukan tujuan pendirian negara dan bagaimana negara melaksanakannya. Negara membantu masyarakat agar dapat hidup dengan baik. Apa yang dapat dilaksanakan sendiri dengan baik oleh masyarakat, negara tidak perlu menggantikannya. Misalnya organisasi kemasyarakatan yang dibentuk oleh masyarakat biarlah dikelola oleh anggotanya sendiri.

Jumlah partai politik yang akan ikut pemilu ditentukan oleh masyarakat sendiri. Negara tidak perlu menentukan bahwa partai politik yang ikut Pemilu jumlahnya harus tiga, dua, atau satu. Negara hanya menentukan persyaratan yang harus dipenuhi oleh partai politik agar dapat mengikuti Pemilu. Tiap-tiap individu bebas memilih pekerjaan, pakaian, pendidikan, makanan, agama, hobi, dan lain sebagainya. Negara tidak perlu mengatur soal-soal seperti ini.

Prinsip subsidiaritas dilaksanakan antara lain dengan menentukan, dan membatasi kekuasaan Negara. John Locke berpendapat bahwa tugas negara terbatas oleh tujuannya, yaitu pelayanan kepentingan masyarakat. Negara tidak berhak menggunakan kekuasaannya untuk mencampuri segala bidang kehidupan masyarakat. Negara tidak mempunyai legistimasi untuk mengurus segala-galanya. Negara yang mengurus segala-galanya adalah negara totaliter.

Persoalan besar yang kita hadapi adalah konflik antar negara dan masyarakat, bukan konflik antara berbagai kelompok masyarakat. Negara di satu sisi berupaya untuk memperbesar kekuasaannya, sementara di sisi lain masyarakat ingin mempertahankan hak kebebasan.

Dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan harus ditemukan perimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. Kalau perimbangan ini dapat ditemukan akan tercipta individu yang kreatif dalam masyarakat yang dinamis dan negara yang maju. Hubungan individu masyarakat dan negara menjadi harmonis dan sinergik. Agar hal ini dapat terwujud, maka negara tidak boleh melakukan semuanya, sehingga tetap tersedia ruang bebas bagi pelaksanaan fungsi-fungsi masyarakat, tanpa intervensi negara.

*Tulisan pertama
*Tulisan ketiga

Atas Nama Demokrasi :Tolak Ujian Nasional [1]

Merphin Panjaitan

Di awal masa kerja kabinet baru ini, kita perlu evaluasi program pemerintah yang baru berlalu, untuk melanjutkan program yang tepat dan mengoreksi yang tidak tepat, sehingga perjalanan bangsa selalu berada pada arah yang tepat. Saya mengamati, selama lima tahun ini pemerintahan pusat dan daerah tidak fokus dalam penyelenggaraan negara.

Seharusnya negara mengfokuskan programnya,misalnya dalam perluasan lapangan kerja dan pemberdayaan kaum miskin, pelestarian lingkungan hidup, pembangunan infrastuktur dan pemantapan demokrasi dan pemberantasan korupsi. Tetapi yang terjadi, negara justru sering mengambil alih fungsi masyarakat, seperti pelaksanaan Ujian Nasional . Pelaksanaan Ujian Nasional yang digunakan untuk menentukan kelulusan pelajar SD, SLTP dan SLTA menimbulkan banyak protes dari berbagai kalangan masyarakat. Tulisan ini akan mengkaji Ujian Nasional ini dari perspektif demokrasi.

Logika Demokrasi, Lahir merdeka dengan derajat dan hak yang sama

Demokrasi beranjak dari pengakuan bahwa semua manusia lahir dan hidup merdeka dengan derajat yang sama. Demokrasi adalah tatanan kenegaraan dimana kedaulatan berada ditangan Rakyat, dan semua kukuasaan negara berasal dari Rakyat. Rakyat mempercayakan kekuasaan negara kepada penyelenggaraan negara, baik di level nasional maupun daerah dan harus digunakan untuk melayani Rakyat.

Manusia mempunyai kemampuan berpikir. Dengan kemampuan berpikir manusia mengembangkan dirinya. Meningkatkan pengetahuan, mempelajari apa yang baik dan apa yang buruk, menentukan apa yang perlu dilakukan dan apa yang tidak perlu.

Kemampuan berpikir manusia membuatnya mampu bertindak bebas, dan sebaliknya untuk pengembangan kemampuan berpikir manusia membutuhkan kebebasan, yaitu hak untuk mengambil keputusan. Tidak bebas berarti kehilangan hak untuk memutuskan. Setiap orang yang menggunakan hak kebebasannya, maka pada saat yang sama ia harus memikul tanggung jawab. Sering terjadi seseorang tidak mebnggunakan hak kebebasannya bukan karena ia tidak mau bebas, tetapi karena ia tidak mau memikul tanggung jawab sebagai konsekuensi dari penggunaan kebebasan. Kebebasan menjadi hak dasar individu dan membatasi hak masyarakat terhadap individu tersebut.

Kesederajatan manusia terwujud dalam kehidupan kenegaraan. Semua warganegara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Semua warganegara mempunyai hak yang sama dalam perlindungan hukum. Semua warganegara dewasa mempunyai hak pilih yang sama, satu orang satu suara, dan mempunyai hak yang sama untuk dipilih. Artinya tidak ada satu kelompok masyarakatpun yang dapat menyatakan bahwa mereka berhak memerintah dan mengambil keputusan yang mengikat rakyat, tanpa persetujuan dari rakyat.

Semua warganegara dan semua kelompok masyarakat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam pembuatan kebijakan publik, dalam mengawasi dan menilai penyelenggaraan negara. Kesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan negara, ukurannya bukan asal-usul, ras, suku, agama, kedudukan, atau kekayaan, tetapi ditentukan oleh dukungan dari warganegara lainnya. Kesederjatan manusia berarti tidak ada orang atau kelompok orang yang karena keturunan, asal-usul, suku, ras, agama, golongan dan jenis kelamin berhak untuk memerintah orang lain.

Dalam kesederajatan manusia tetap ada pemimpin yang akan memerintah, tetapi mereka dipilih oleh orang yang diperintah dari antara mereka sendiri. Pada kehidupan di masa lampau, waktu jumlah manusia masih sedikit dan kehidupannya masih sederhana, sebelum muncul penguasa-penguasa besar, nilai kesederajatan masih berlaku, dan diyakini kebenarannya.

Kalau mereka membutuhkan seorang atau beberapa orang pemimpin, mereka akan memilihnya, dan mempercayakan kekuasaan kepada pemimpin tersebut. Pemimpin ini memulai pekerjaannya dengan memimpin warganya dalam menyusun berbagai peraturan yang akan mereka taati secara bersama-sama.

Tetapi dalam perjalanan sejarah selanjutnya bisa saja pemimpin ini menjadi otoriter dan kemudian mewariskan kekuasaan kepada keturunannya. Dan kalau hal ini berlangsung dalam waktu lama dari satu generasi ke generasi selanjutnya, terjadilah hirarki sosial, dengan terbentuknya kelas pemerintah dan kelas masyarakat biasa harus bersedia diperintah. Logika persamaan dibuang untuk waktu yang cukup lama.

Di Yunani kuno sekitar 2500 tahun yang lalu, demokrasi tumbuh dan berkembang, tetapi kemudian mati. Tahun 507 SM orang Athena menganut suatu pemerintahan demokrasi yang berlangsung sekitar dua abad lamanya, sampai pada akhirnya kota ini ditaklukkan oleh tetangganya di sebelah utara, yaitu Macedonia.2 Demokrasi tumbuh, berkembang, mati dan kemudian tumbuh kembali.

Pada abad ke-18, demokrasi muncul lagi di Eropa dan Amerika Serikat. Revolusi Perancis dengan kredonya Liberte, Egalite dan Fraternite. mempunyai andil yang besar dari munculnya kembali demokrasi.

Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat memuat hak asasi manusia yang tidak dapat dilepaskan dari manusia antara lain hak hidup, hak kebebasan dan hak untuk mengejar kebahagiaan. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, ……

*Tulisan Kedua
*Tulisan Ketiga

22 December 2009

Umpamanya, Ini Umpamanya,..

Agung Purwantara

Apakah ada perbedaan di muka hukum, warga negara satu dengan yang lain? Apakah hukum bisa berlaku berbeda ketika mengadili seorang guru yang mencuri dan seorang bupati yang juga melakukan pencurian? Atau seorang yang kelaparan kemudian mencuri dan seorang berkecukupan yang korupsi? Yang jelas, semua wajib mendapatkan hukuman dan keadilan.
Stop…

Kalau mendapat hukuman itu jelas. Tetapi kalau mendapat keadilan, itu yang menjadi soal. Dan terbukti, pelaksanaan hukuman di Indonesia masih sangat jauh dari keadilan. Hukum di negeri ini jauh panggang dari pelaksaan keadilan. Beberapa fakta ketidak adilan mencuat dan begitu memikat.

Sebut saja, Prita yang dihukum dengan tuntutan ganti rugi 204 juta gara-gara email tentang ketidakpuasanya terhadap pelayanan RS. Omni Internasioanl menyebar. Kemudian rumah sakit tersebut menuntut Prita atas pencemaran nama baik.

Dulu, orang sempat heran, email kok bisa dijadikan alasan penuntutan atas pencemaran nama baik. Bukankah email itu ruang privat. Sedangkan pencemaran nama baik itu di ruang publik. Iya, kalau Prita itu mengirim email ke sebuah lembaga penerbitan pers kemudian diterbitkan sebagai surat terbuka. Tetapi, keputusan sudah jatuh dan Prita harus mengganti rugi nama baik RS. Omni Internasional yang ngotot merasa tercemar.

Masih ingat, kasus pencurian 3 biji kakao? Yang menyeret seorang nenek ke meja hijau, karena mengambil 3 biji kakao yang akan ditanamnya. Pihak perkebunan ngotot menuntut agar pelaku jera dan tidak akan terjadi lagi hal seperti itu. Padahal, perkebunan itu sedang menghadapi tuntutan warga atas tanah perkebunan yang dikalin sebagai tanah adat warga. Ini namanya jeruk raksasa memakan jeruk kerdil. Kemudian kasus pencurian satu buah semangka, yang pelakunya terancam tuntuan hukuman penjara dua bulan.

Sekarang ngomong tuntutan hukuman…secara sederhana dan gampang…

Umpamanya, semangka 1 klogramnya 2000,00 rupiah, paling besar 10 kg dengan harga 20.000,00 rupiah. Katakanlah semangka yang dicuri itu seberat 10 kg, berarti yang hilang adalah uang Rp. 20.000,00. Kurungan 2 bulan untuk sebuah semangka yang setara 20.000,00 rupiah.

Nah, berapa lama seharusnya kurungan yang diancamkan kepada koruptor yang menelan 6.7 triliun di Bank Century? Atau bandingkan dengan 3 buah biji kakao.

Umpamanya loh, ini umpamanya..

*Tulisan kontemplatif lain, klik di sini.

18 December 2009

Tetap Tersenyum Meski Kena "Kanker"

Bayu Indra

Oke, mungkin di antara kalian pernah mengalami masalah ini. Lagi ingin jalan ke mall atau berbagai tempat hangout, tapi terkendala dengan budget. Bagi sebagian orang, tinggal minta saja kucuran uang pada orang tuanya, dan wuss! Mereka sudah ada di mall atau café dengan nyamannya tanpa memikirkankan yang namanya budget. Tapi, yang susah adalah yang kena "kanker" atau kantong kering. Apa yang harus dilakukan?

Ada pepatah yang mengatakan, “tak perlu pergi ke Roma untuk menikmati indahnya dunia. Cukup berada di kamar sempit, bersama teman teman atau sahabat yang gokil." Oops, itu bukan kata pepatah ding, tapi kata mutiaraku. Artinya, kita harus cerdas melihat peluang. Pantai bisa menjadi salah satu pilihan. Kebetulan, aku ada di Makassar yang terkenal dengan Partai Losarinya. Menyaksikan matahari mulai tenggelam bersama someone, seru dan yang paling penting tidak menguras kantong kita.

Kalau bosan ke pantai, coba nikmati gadget yang ada. misalnya VCD atau DVD atau Mp3. Kalau ada VCD atau DVD, tinggal beli film komedi atau film favorite yang lagi "in", lalu undang kawan dan orang sekampung, se-gang atau sahabat untuk nonton di rumah. Bagaimana kalau nggak punya gagget? Kan bisa pinjam ke tetangga. Kalau ada (dan bisa mainnya) gitar, pinjam saja. Atau, undang kawan yang bisa memainkannya. Pokoknya jangan nyerah!

Kalau tetap tidak bisa, bagaiman kalau ke kuburan. Pilih kuburan yang paling jelek, dan menganislah aja sekerasnya. Kidding, jack! Ayolah, selalu ada cara untuk membuat kita bahagia tanpa biaya. Sip!

Luna, Ruhut dan Etika Jurnalistik

Iman D. Nugroho

Saat semangat masih berapi-api mengikuti kasus Luna Maya melawan wartawan infotainment, tiba-tiba sebuah "tag" foto berjudul Skandal Ruhut Sitompul mengejutkanku. Seperti gambar disamping ini, anggota DPR dari Partai Demokrat tampak mesra memeluk seorang perempuan. Muncul pertanyaan, apakah hal ini pantas diberitakan?

Untuk menjawab pertanyaan jadul (baca: jaman dulu) itu paling pas membuka lagi Code of Ethics atau kode etik jurnalis Indonesia. Dalam pasal 3 yang tertulis, "Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah," membuat jurnalis tidak boleh gegabah dalam melihat gambar Skandal Ruhut ini.

Harus dilakukan pengujian informasi dengan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Diberikan ruang berimbang kepada yang bersangkutan, dengan menghapus semua praduga yang tertancap di otak kita. Kalau sudah ada prasangka, silahkan lihat Pasal 8. Tertulis di sana "Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani."

Dan yang tidak kalah penting pada pasal 9 yang tertulis "Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik." Karena itu, jurnalis harus berhati-hati dan menahan diri, untuk tidak memasuki wilayah pribadi nara sumber. Dalam kasus Skandal Ruhut, apakah hal ini sudah memasuki wilayah publik? Untuk menjawabnya, harus dilihat dulu, apakah ada domain publik yang terlanggar dalam foto itu.

Misalnya, apakah Ruhut melakukannya di gedung DPR/MRP yang notabene gedung publik dan tidak digukana untuk hal itu? Apakah waktu bepergian itu Ruhut menggunakan mobil dinas? Kita tahu, mobil dinas DPR/MPR digunakan untuk kepentingan tugas sebagai Wakil Rakyat saja, bukan untuk hal pribadi. Intinya, semua hal harus dibenturkan pada kepentingan publik. Bagaimana dengan moralitas? Misalnya, sebagai Wakil Rakyat, Ruhut tidak sepantasnya melakukan hal demikian.

Ah. Pers tidak mengurusi urusan moral. Memangnya pers malaikat?

Luna Maya vs Infotainment

Dedy Adriansyah

Saya tertarik membaca perseteruan artis Luna Maya dan pekerja infotainment. Kejadian ini mengembalikan memori saya untuk mundur lima tahun ke belakang.

Sesungguhnya, perseteruan antara pekerja infotainment terhadap selebritis pernah terjadi di tahun 1995. Ketika itu sederet kasus yang melibatkan artis dan pekerja selebritis mencuat. Ingat bagaimana seorang komedian Parto yang mengacungkan pistol ketika terdesak oleh pertanyaan para pekerja infotainment, atau artis Bella Shapira yang pernah marah-marah ketika ditanyai, apakah ia seorang wanita panggilan? Demikian juga Sarah Ashari melempar asbak setelah berkonflik dengan pekerja infotainment?

Persoalan ini kemudian bergulir bukan lagi antara selebritis vs pekerja infotainment. Tetapi pada sebuah pertanyaan, apakah pekerja infotainment adalah juga seorang jurnalis (wartawan)?

Ini dilandasi oleh cara-cara yang dilakukan para pekerja infotainment untuk mewawancarai narasumbernya yang cenderung tidak mengikuti etika sebagai seorang jurnalis.

Menurut Ketua Persatuan Artis Sinretron Inodonesia (PARSI), Anwar Fuadi dalam buku Potret Pers Indonesia (yang diterbitkan Dewan Pers-2005), para pekerja infotainment sering memaksa, mencaci maki, menggedor pintu dan bahkan lebih parah menerobos masuk pekarangan rumah narasumbernya untuk melakukan wawancara.

Ingat, peliputan kasus di kalangan artis berbeda dengan skandal yang dilakukan oleh pejabat negara. Meski sama-sama publik figur, tapi profesi artis sama dengan profesi lainnya. Sementara pejabat negara disumpah dan digaji oleh negara. Wajar, jika kemudian metode peliputan terhadap pejabat yang terlibat kasus korupsi, kriminal, bisa dilakukan dengan cara-cara tak biasa.

Ignatius Haryanto, Peneliti di Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) Jakarta dalam tulisannya berjudul ”Selebritas dan Jurnalisme Infotainment” (Potret Pers Indonesia-diterbitkan Dewan Pers) mencoba mengurai apakah pekerja infotainment itu masuk dalam kategori wartawan atau bukan.

Dalam tulisannya itu, Ignatius memang tidak secara kongkrit menolak pekerja infotainment disetarakan dengan profesi wartawan. Namun dia membandingkan bagaimana metode kerja yang dilakoni jurnalis dengan pekerja infotainment tersebut.

Jurnalis bekerja untuk mencari dan menyiarkan berita demi kepentingan publik, untuk memenuhi rasa keadilan dan ketidakadilan masyarakat yang lebih luas. Seorang jurnalis juga bekerja berdasarkan standar profesi yang tinggi dengan rules dan regulasi yang mengikutinya dalam hal ini Kode Etik Jurnalis Indonesia (KEJI).

Sementara para pekerja infotainment berkutat pada wilayah personal/privat si artis. Domain yang digarap adalah hiburan yang melulu bicara soal kehidupan pribadi artis, kawin, cerai, selingkuh, meninggal, melahirkan, pindah agama, merayakan hari besar dan bahkan profil dari benda-benda pribadi yang dimiliki si artis.

Jika pekerja infotainment mau dilihat sebagai jurnalis yang meliput dunia hiburan, maka dunia hiburan tak melulu soal pribadi si artis saja, tapi bisa diperluas dari struktur ekonomi-politik-hukum dari dunia hiburan tersebut. Dan ini luput ditulis oleh banyak para pekerja dunia hiburan.

Contoh kasus. Saya pernah melihat tayangan infotainment yang meliput pasangan selebritis beserta kedua anaknya melakukan perjalanan ke lokasi hiburan keluarga. Tayangan tersebut menggambarkan bagaimana happy-nya pasangan tersebut.

Anda tahu, selebritis yang ditayangkan tersebut ternyata adalah pasangan kumpul kebo. Anak-anak mereka lahir tanpa ikatan pernikahan yang disahkan oleh agama ataupun negara. Sesuatu yang tabu bagi budaya masyarakat timur.

Tapi pekerja infotainment sepertinya mengabaikan dampak dari tayangan tersebut kepada pemirsanya. Karena pesan yang muncul di masyarakat adalah, hidup tanpa hubungan pernikahan di Indonesia ternyata bisa dilakukan di Indonesia.

Padahal dalam diri seorang jurnalis, dia harus memiliki semangat kontrol sosial atas ketidakadilan/ketidakwajaran yang terjadi di sekitarnya. Jika memang tidak berani mengkritik pasangan tersebut, harusnya infotainment tidak memberi ruang yang bebas bagi pasangan tadi. Sebab, pemberian porsi yang bebas di dunia infotainment itulah, karir dan pendapatan kedua pasangan tersebut terus meroket.

Reaksi PWI Ancam Kebebasan Pers?

Kita kembali ke kasus Luna Maya. Saya menilai Luna Maya tentu punya alasan mengapa harus mengeluarkan umpatan di twitternya. Mencermati pemberitaan di infotainment, kronologi kasus ini bermula ketika Luna Maya menghadiri pemutaran film Sang Pemimpi bersama orangtua dan Alleia, putri Ariel (sang kekasih), Selasa (15/12) malam.

Usai acara, Luna Maya menggendong sang putri kecil tersebut yang tengah tertidur. Mendapat angel yang menarik, para pekerja infotainment kemudian mengejar Luna Maya untuk dimintai keterangan.

Luna Maya bukan menolak untuk diwawancarai, tapi dia harus membawa Alleia masuk ke mobil dan memberinya ruang yang nyaman untuk tidur di dalam mobil. Tapi para pekerja infotainment seakan tak memperdulikan permintaan itu. Mereka ngotot mengejar hingga kemudian Luna Maya terdesak, dan kepalanya terbentur kamera salah satu infotainment.

Di sinilah amarah Luna memuncak. Alleia ia serahkan kepada ibunya Ariel dan meladeni kemauan infotainment untuk diwawancarai. Dalam wawancara tersebut, Luna tidak sedikitpun mengeluarkan makian atau umpatan. Dia hanya menyampaikan kekesalannya atas perlakukan para pekerja infotainment tersebut.

Usai wawancara itulah, kemudian di twitternya Luna menulis : “Infotaiment derajatnya lebih HINA dari pada PELACUR, PEMBUNUH!!!! may ur soul burn in hell!!

Jika pekerja infotainment tersebut seorang jurnalis, maka mereka tentu menghargai privasi si artis. Memberi ruang bagi Luna Maya untuk membawa anak kecil yang sedang tertidur dalam pelukannya itu lalu kemudian memenuhi janjinya untuk diwawancarai. Jika komunikasi berjalan, makiannya di twitter tersebut jelas tidak akan pernah ada.

Lagi pula, menurut saya, umpatan Luna Maya di Twitter tersebut adalah hal yang wajar. Itu ekpresi dirinya yang kesal terhadap perlakuan para pekerja infotainment. Sama halnya komentar yang kita sampaikan karena kecewa terhadap ketidakadilan di negara ini.

Lagi pula, di situs jejaringannya itu, dia tidak menyebutkan lembaga atau individu infotainment tertentu.
Lalu kenapa pula para pekerja infotainment tersebut harus marah? Apakah pekerja infotainment tak boleh dikritik? Apa mereka lebih hebat dari polisi, jaksa, hakim atau bahkan presiden yangg belakangan ini sering dihujat di situs jejaringan sosial?

Jika kasus ini kemudian bergulir ke polisi, saya khawatir di kemudian hari kasus yang sama akan jadi bola panas bagi siapapun yg mengkritik kinerja institusi negara di jejaringan sosial termasuk FB. Lalu apa gunanya publik membela perlakukan semena-mena RS Omni terhadap Prita Mulyasari?

Bahkan bukan tidak mungkin, sejuta facebooker yang mendukung pembebasan Bibit- Candra terancam dilaporkan ke polisi karena di komunitas jejaringan sosial tersebut berisi jutaan makian dan hujatan terhadap pihak-pihak yang dilawan. Atau RS OMNI akan mempidanakan orang-orang yang tergabung dalam komunitas yang mendukung Prita Mulyasari.

Karena itu saya sangat menyayangkan dan menyesalkan sikap PWI Jaya dan pekerja infotainment yang terburu-buru melaporkan Luna Maya ke polisi. Saya menolak siapapun, baik institusi atau pun individu yang mencoba menjerat komen-komen pengguna situs jejaringan sosial ke jalur hukum. Bagi saya ini adalah bentuk kriminalisasi berekspresi, yang melanggar Hak Azasi Manusia (HAM).

Hal yang sungguh lebih berbahaya lagi adalah, laporan PWI Jaya tersebut akan menjadi preseden buruk bagi pers Indonesia yang selama ini mengagungkan hak jawab bagi narasumber yang merasa keberatan atas pemberitaan media.

Di samping itu pula, jika memang pekerja infotainment adalah bagian dari jurnalis, harusnya PWI Jaya juga mengikuti peraturan hukum melalui UU Pers 1999. Atau meminta klarifikasi ke Luna Maya terhadap pernyataannya tersebut. Jika tidak bisa juga, lakukan mediasi ke Dewan Pers. Saya kok khawatir, laporan PWI Jaya tersebut akan menjadi alat justifikasi bagi narasumber lain untuk tak menggunakan hak jawab atas pemberitaan yang merugikannya.

Karena itu saya tidak habis pikir, kenapa PWI jaya dan para pekerja infotainment tersebut ujug-ujug menyelesaikan masalah melalui jalur pidana. Bukankah reaksi pekerja infotainment ini semakin memperlebar perdebatan jika pekerja infotainment bukan bagian dari profesi jurnalis.

Jika memang begitu kesimpulannya, tolong dong jangan anda mengaku-ngaku sebagai jurnalis. Saya dan bahkan mungkin sejumlah orang lainnya yang berprofesi sebagai jurnalis justru bisa melaporkan balik, karena anda-anda telah mempermalukan profesi kami, sebagai jurnalis!

*tulisan ini juga bisa dibaca di Ekspresikan.blogspot.com *photo by ME

04 December 2009

Operasi CIA di Iran

Sefdin Syaifudin | Jurnalis Surabaya

Tulisan di bawah ini, saya sarikan dari aneka sumber dokumen. Sebagai materi bagi kita, tentang apa dan bagaimana yang telah terjadi di tubuh agensi negara super power itu. Dan dampaknya pada peta politik dunia. Adalah kenyataan bahwa CIA, yang disebut juga sebagai America’s Secret Warriors, atau Pahlawan Rahasia Amerika, telah membantu Amerika Serikat memenangkan perang dingin.

Selama hampir setengah abad, CIA menjadi tangan tak terlihat dari kekuatan pemerintah AS. Mereka menjatuhkan pemerintahan, membentuk pasukan rahasia, bahkan bekerja sama dengan raja obat bius sekalipun, dan kalau perlu menyewa pembunuh bayaran. Tahun 1979. Sebanyak 53 warga AS disandera di kedutaan AS di Teheran oleh pendukung Ayatollah Khomeini yang anti AS.

CIA di bawah Presiden AS Jimmy Carter, dan direkturnya, Stansfield Turner, mengaku terkejut dengan krisis sandera di Iran yang dikatakan tak terduga itu. Stansfield Turner, direktur CIA 1977-1981 menyatakan krisis sandera di Iran adalah titik balik dari tindakan mereka terhadap terorisme. ”Mungkin karena ini adalah pertama kalinya, kami sadar bahwa sebagai negara superpower, bisa sangat rapuh,” kata Turner ketika itu.

Selama 444 hari, warga AS disandera oleh penangkapnya. Tiga dari sandera itu adalah petugas CIA. Krisis ini disebut sebagai blowback (pembalasan). Karena sebelumnya CIA yang mengatur Iran, sekarang giliran CIA memohon ampun pada Iran, agar sanderanya dibebaskan.

Mungkin Carter dan Turner kurang jujur jika mengaku terkejut dengan aksi yang disebutnya “tak terduga” itu. Sebab, kedua petinggi AS itu tak menyebut sama sekali krisis tahun 1953, sebagai akar dari krisis sandera tahun 1979. Krisis sandera 1979 itu, tak lepas dari peristiwa tahun 1953. Ketika agen CIA melaksanakan operasi kup yang sukses di Iran.

Mereka menciptakan gejolak di Iran, untuk menggulingkan Perdana Menteri Iran Muhammad Mossadegh, yang berniat menasionalisasikan perusahaan minyak barat di Iran. Mossadegh adalah Perdana Menteri yang terpilih secara demokratis di Iran. Tetapi oleh CIA, yang ketika bekerja sama dengan MI6-Inggris, Mossadegh digulingkan melalui operasi khusus dengan memanfaatkan kekuatan media massa untuk menghasut rakyat Iran agar tidak mempercayai lagi kepemimpinan Mossadegh.

CIA dan MI6 tidak bekerja sendiri. Tetapi juga mendekati Shah Iran, Reza Pahlevi dan kelompoknya untuk ikut mendorong menggulingkan pemerintahan Mossadegh yang sah. Inggris terlibat dalam operasi itu. Karena Inggris merasa paling dirugikan dengan kebijakan Mossadegh yang menasionalisasi industri minyak di Iran. Kebijakan itu menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan minyak Anglo Iranian Oil Company (AIOC) atau sekarang dikenal bernama British Petroleum (BP), yang sejak tahun 1931, diberi hak monopoli dan konsesi penuh pengelolaan sumber minyak Iran.

Mossadegh adalah seorang doktor yang menganut prinsip anti-kapitalisme. Oleh sebab itu, sejak berkuasa pada tahun 1951, ia menerapkan kebijakan nasionalisasi minyak Iran untuk meningkatkan devisa negara Iran. Karena selama ini, AIOC-lah yang paling banyak menerima porsi dari keuntungan penjualan minyak Iran.

Iran memang harus menerima konsekuensi atas kebijakan Mossadegh itu. Produksi minyak Iran menurun. Karena AIOC menghentikan produksinya. Dan itu berarti, pendapatan Iran dari hasil ekspor minyak juga terganggu. Krisis minyak di Iran juga menyebabkan krisis minyak dunia.

Untuk membalas Iran, Inggris bersekutu dengan AS memblokade Teluk Persia sampai ke Selat Hormuz yang menjadi jalur utama lalu lintas minyak dunia dan lalu lintas perdagangan serta ekonomi Iran. Blokade itu, otomatis membuat ekonomi Iran nyaris lumpuh.

Pemerintah AS juga punya kepentingan sendiri terhadap Iran. AS tidak suka melihat kedekatan Iran dengan musuh bebuyutan AS ketika itu, Uni Soviet. Dan ingin mengakhiri hubungan mesra Iran dengan blok Timur.

Sebuah dokumen menyebutkan adanya Operasi Ajax yang dijalankan AS dan Inggris di Iran saat itu. CIA menugaskan Kermit Roosevelt Jr –cucu mantan presiden AS Theodore Roosevelt– untuk merancang operasi intelejen penggulingan Mossadegh. Sebagai pimpinan operasi, CIA menunjuk Donald Wilber.

CIA memulai operasi dengan memanfaatkan situasi krisis ekonomi Iran akibat blokade dan penurunan produksi minyak. CIA juga menghasut rakyat Iran agar pro-Barat. Menghembuskan beragam isu untuk melemahkan dukungan rakyat terhadap Mossadegh dan mempengaruhi sejumlah perwira di angkatan bersenjata Iran.

Tapi rencana kudeta CIA yang akan dilakukan pada tanggal 15 Agustus 1953 gagal. Karena tercium oleh para pejabat militer Iran yang loyal dengan Mossadegh.

Mossadegh lalu memerintahkan kepala staf keamanan kabinet, Jenderal Taghi Riahi untuk menyelidiki rencana kudeta itu, yang kemudian mengirim utusan untuk mengabarkan rencana kudeta itu pada pasukan pengawal kerajaan. Tapi CIA berhasil mencegahnya dengan menyogok Jenderal Fazlollah Zahedi –pimpinan kelompok yang pro Shah Iran– agar menangkap utusan Jenderal Riahi.

Upaya kudeta pertama berhasil digagalkan berkat perlawanan keras pasukan pemerintah Iran. Kermit Roosevelt dan Jenderal Zahedi bahkan dikabarkan melarikan diri ke wilayah utara Iran.

Setelah kegagalan itu, CIA merancang rencana kudeta yang baru dengan memanfaatkan media massa. CIA sengaja menyebarkan surat kaleng ke berbagai kantor berita yang isinya menyebutkan bahwa Shah Iran telah mengeluarkan dekrit untuk memecat perdana menteri Mossadegh dan menunjuk Jenderal Zahedi sebagai penggantinya.

Tapi upaya ini pun tidak membuahkan hasil. Karena masih kuatnya dukungan dan kepecayaan rakyat Iran terhadap Mossadegh.

CIA nyaris putus asa melihat pemerintahan Mossadegh berhasil menangkapi agen-agen mereka yang direkrut di Iran dan menerapkan kebijakan ketat pada media massa. Bahkan Shah Iran yang awalnya mendukung rencana kudeta CIA, juga melarikan diri ke Baghdad, Irak.

Tapi CIA tak mau Operasi Ajax itu gagal. Di Baghdad, CIA berhasil membujuk Shah Iran agar mengeluarkan dekrit untuk membubarkan pemerintahan Mossadegh.

Pada saat yang tepat, dekrit yang disiarkan pada tanggal 19 Agustus 1953 oleh seluruh media massa itu memicu rusuh massa di Iran. Kerusuhan inipun memaksa Mossadegh melepaskan jabatannya sebagai perdana menteri dan posisinya digantikan oleh Jenderal Zahedi.

Oleh CIA, Operasi Ajax untuk menggulingkan Mossadegh yang menjadi salah satu operasi intelejen terbesar AS, dinilai sukses.

Shah Reza Pahlevi yang pro Barat kembali ke Iran dan sebagai ucapan terima kasih, Shah mengijinkan kembali AIOC mengelola minyak Iran. Bersama lima perusahaan minyak AS, satu perusahaan minyak Prancis dan perusahaan minyak Dutch Royal Shell.

Setelah penggulingan Mossadegh, Amerika Serikat ikut campur tangan langsung dalam kebijakan dalam dan luar negeri Iran selama masa Shah Iran. Dan selama 25 tahun, mereka menjaga supaya dia tetap berkuasa.

Dengan bantuan CIA, Shah membangun polisi rahasia yang represif, yang dikenal dengan SAVAK. Yang menganiaya dan membunuh ribuan rakyat Iran yang anti-pemerintah. Akibatnya, Shah Iran makin jauh dari rakyat. Kemarahan rakyat mulai menggumpal, dan tumpah di jalanan Teheran. Kebencian terhadap AS semakin hari semakin kuat.

Puncaknya tahun 1979, rakyat Iran bangkit melawan Syah Iran dan AS. Pada saat itu pula, Ayatollah Khomeini memimpin revolusi Islam yang menggulingkan Shah. Pendukung Khomeini mengatakan; penyanderaan kedutaan AS adalah sebuah pembalasan.

”Ada banyak orang Iran yang sekarang berkata bahwa kesalahan terbesar AS adalah menyingkirkan Mossadegh, dan mengembalikan Shah berkuasa. Karena jika Mossadegh tak terhenti, kau takkan pernah punya Khomeini,” kata Richard Helms, direktur CIA 1966-1973.

”Aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Tapi tekanan pada saat itu memang kuat untuk menyingkirkan bajingan (Mossadegh, red) itu, yang telah menasionalisasikan perusahaan minyak Anglo-Iranian. Egois, rakus, mau menang sendiri,” tambah Helms.

Direktur CIA saat itu, Stansfield Turner, mengakui tidak memperkirakan akan ada kebangkitan Revolusi Islam di Iran yang dipimpin Khomeini. ”Aku tidak yakin bahwa kami dari CIA pada waktu itu, mengerti tentang kebudayaan Iran dengan cukup baik. Bahwa ada gerakan rahasia yang berkembang menjadi penting,” aku Turner, yang menjabat direktur CIA tahun 1977-1981.

Sejak saat itu, Khomeini mengobarkan jihad, perang suci, melawan setan besar Amerika.

Serangan balasan terjadi lagi pada 1983. Rakyat Iran yang didukung oleh kelompok Syiah, disebut sebagai dalang pengeboman kedutaan AS di Beirut dan markas CIA di Lebanon. Ledakan kedutaan itu menewaskan 63 orang. Di antara korban adalah sembilan pekerja CIA, termasuk kepala stasiun CIA.

Rupanya CIA menghadapi musuh gaya baru. Sukar untuk ditemukan lokasinya. Sukar dihancurkan. Yakni aksi terorisme. Dikatakan Turner, CIA mengalami dilema. Jika memilih pendekatan kekerasan, diyakini akan menimbulkan aksi balasan lagi. Sementara jika menyusupkan agen, juga menyebabkan masalah.

”Kami punya agen yang menyusup ke organisasi teroris. Ketika mereka mengatakan kepadanya, ’kau harus keluar dan membunuh ini dan itu, untuk membuktikan kepada kami bahwa kau adalah bagian dari kami’. Mereka menghadap kepadaku dan berkata, ’apakah kita mengijinkannya dan bisa memperoleh informasi dari dalam atau tidak?, ’Aku berkata tentu saja tidak’. Kami pun terpaksa menarik dia,” kata Turner.

Turner mengaku pilihan CIA sangat terbatas. Mereka tidak bisa menggunakan taktik yang sama dengan teroris secara legal. Benarkah? Coba kita sekarang berpikir. Jika pemerintah AS terus menekan dan memberi banyak sanksi terhadap Iran dan menjuluki Pengawal Revolusioner Iran sebagai “teroris”, apa yang akan terjadi ke depan?

Tentu tak ada perubahan menuju keadaan yang lebih baik. Bagaimana bila sebaliknya?

Amerika melibatkan Iran dalam penyelesaian krisis-krisis regional, seperti proses perdamaian Israel-Palestina. Bukankah Iran merupakan kekuatan utama di wilayah tersebut? Terutama terhadap gerakan anti-Israel di sana?

Semakin sering Israel, dan khususnya AS, mencoba menjauhkan Iran dari keputusan-keputusan penting di wilayah tersebut, semakin besar Iran merasa keberadaan mereka tidak diindahkan. Amerika seharusnya juga menghentikan dukungan terhadap gerakan-gerakan akar rumput di Iran, yang makin hari makin kasat mata.

Dalam beberapa tahun terakhir, kaum perempuan terdidik Iran telah menyingsingkan lengan baju mereka dan melakukan beberapa gerakan akar rumput yang paling ”berani” sepanjang sejarah Iran. Mereka bahkan dengan terang-terangan berkata bahwa Amerika telah mengalokasikan 75 juta dollar AS untuk “Dana Demokrasi Iran”, guna mendukung penyebaran demokrasi di Iran.

Padahal, semakin mereka mendapat bantuan dana dari AS, semakin sulit secara alamiah mereka akan terlibat dalam dialog dengan kelompok mainstream di Iran. Amerika Serikat dan Iran dapat, dan seharusnya bisa, bekerjasama menciptakan sebuah hubungan baru. Hubungan yang akan memuluskan jalan bagi sebuah Timur Tengah yang lebih damai.

Menjalin hubungan memang membutuhkan usaha tak kenal lelah. Apalagi di tengah perbedaan mendasar cara hidup dan pencapaian tujuan hidup. Tetapi tentu akan ada titik temu, pada saat Amerika dan Iran saling mengerti apa makna “demokrasi” bagi seorang Iran, dan apa makna “kebebasan” bagi seorang Amerika.

Mungkinkah para pejabat agensi di markas CIA memberi masukan ini? Ikuti serial tulisan selanjutnya.

*graphic design by http://www.globalsecurity.org

30 November 2009

Setelah Bibit-Chandra Bebas Lalu Apa?

Iman D. Nugroho | Foto dokumentasi

Naga-naganya, Bibit S, Rianto dan Chandra M. Hamzah akan dibebaskan. Kalau memang iya, hampir pasti akan menjadi klimaks perseteruan Cicak dan Buaya. Lalu apa? Ketidakadilan hukum kembali dimaklumi? Korupsi kembali dilihat sebagai budaya? Atau sebaliknya, persatuan para Cicak akan diteruskan dan menjadi gelombang kesadaran penghapusan korupsi secara terus menerus?

Kisah perseteruan Cicak dan Buaya, sepertinya akan sampai pada titik klimaks. Ketika para Cicak menuai kemenangan [untuk kesekian kalinya] dengan dibebaskannya Bibit-Chandra dari seluruh tuduhan. Ada kelegaan, ada rasa haru. Dugaan adanya penyimpangan dalam kasus penahanan Bibit-Chandra, ternyata bukan hanya isapan jempol belaka. Semangat yang membawa di dunia maya (baca: facebook) memunculkan solidaritas nasional. Dan ternyata benar!

Tapi di balik semua rasa itu, ada kekhawatiran. Semangat dan kesadaran untuk terus melawan "Buaya" dengan mengumpulkan energi Cicak, perlahan-lahan akan hilang. Para Cicak akan kembali ke sarangnya, dengan membawa senyum dan rasa bangga. Proses pengganyangan korupsi akan kembali dikerjakan oleh Cicak-Cicak "kecil" yang ada di KPK. Tak ada lagi talkshow di TV, tak ada lagi aksi solidaritas di Bundaran HI,...

Penulis meyakini, kondisi pada alinea di atas ini, yang akan terjadi. Dan Buaya akan bisa bernapas lega. Diam-diam, mereka akan menyiapkan strategi baru untuk menggerogoti hukum di Indonesia. Memainkannya di bawah meja, Dan yang paling parah, bila suatu saat para Cicak sudah lengah, Buaya akan menerkam! Menggigit tepat dijantung Cicak. Dan dengan seringainya, Buaya akan menyaksikan para Cicak meregang nyawa,..

Jelas, selain Buaya dan teman-temannya, tidak ada keinginan di dalam diri kita yang membiarkan hal itu terjadi. Karena itu harus disusun strategi khusus untuk men-Cicak-kan semua orang. Tidak hanya generasi saat ini, mungkin juga generasi yang akan datang. Cicak, bukan hanya Cinta Indonesia Cinta KPK, tapi harus berarti Cinta Indonesia Cincang Korupsi!

Sekali lagi: CINTA INDONESIA CINCANG KORUPSI! CICAK!!

28 November 2009

Bisa Jadi, Mbak Sri-lah yang Tertusuk Duri Century

Iman D. Nugroho | photo by matanews.com

Waktu bergoogling ria, tiba-tiba potret Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati muncul dengan tampang sayu, dan tangan songgo uwang (menyangga dagu-JAWA). Sepertinya, tampang seperti ini juga yang ditunjukkan Mbak Sri, bila nanti dirinya mengetahui akan dikorbankan dalam kasus Bank Century.

Statemen ekonom Sustainable Development Indonesia, Dradjad Wibowo di Kompas.com tentang mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Wakil Presiden Boediono, seperti menggenggam udara, dan memasukkannya ke dalam jaring. Jelas tidak mungkin. Alasannya sederhana. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono akan porak poranda kalau itu dilakukan. Bayangkan, Kabinet Indonesia bersatu jilid II yang baru "kemarin sore" dilantik itu, akan dikotori oleh kemungkinan keterlibatan Wakil Presidennya dalam kasus korupsi. Wow!

Jadi, apa yang kemungkinan akan terjadi? Ada istilah, one bird in our hand, better than two birds in the sky, seperti itu juga kemungkinan "terbaik", bagi Pemerintahan SBY. Dari pada susah-susah memenuhi rasa keadilan masyarakat atas kasus Bank Century, dengan menyeret Sri Mulyani dan Boediono ke muka hukum (kalau memang keduanya terlibat kasus Bank Century), lebih baik mengorbankan salah satu. Siapa? Gampang banget jawabnya. Sri Mulyani lebih murah ongkos politiknya.

Seorang kawan mengatakan,"Lho, tapi kan, ketika persoalan itu terjadi, Sri Mulyani dan Boediono adalah dua pejabat yang sejajar, dan atas petunjuk merekalah regulasi penyelamatan Bank Century dilakukan, jadi, pantas bila keduanya sekarang diperiksa." Well, yes. Tapi, fakta politik dan hukum saat ini jauh berbeda. Terutama Boediono yang saat ini menduduki kursi Wakil Presiden. Coba bayangkan, apa kata dunia, bila Wakil Presiden RI tiba-tiba diperiksa oleh polisi dalam kasus korupsi? Sebelum membayangkan itu, coba pikir ulang, apakah polisi (yang tercoreng dalam kasus Bibit-Chandra), akan punya nyali untuk memeriksa Boediono.

Sorry pak Kapolri, mungkin publik akan meragukan hal itu. Saya adalah bagian dari publik yang meragukan hal itu. Nah, bukan tidak mungkin, untuk menutupi "kemandulan" pemeriksaan itulah, sosok Sri Mulyani "diperlukan". Untuk apa? Jelas untuk diperiksa. Dan bila Sri Mulyani sedang sial, dia akan ketiban awu anget untuk menjadi salah satu tersangka dalam kasus itu. Gimana? Well,..maybe yes, maybe no, of course,.. Bagaimana bila Sri Mulyani bernyanyi di depan persidangan?

Sepertinya, tidak sekali ini kita menyaksikan kasus hukum akan berlangsung cacat. Bukan hanya political approach saja yang bisa membuat semua hal itu luruh dan akhirnya persidangan akan berlangsung landai. Dan pada ujungnya, hukuman paling ringan atau bahkan dibebaskan dari segala tuduhan, akan menjadi putusan sidang. Case closed!

Semoga dugaan ini keliru,..

*stories lain soal kasus Bank Century klik di sini.