22 July 2011

Revisi UU Pangan melawan kedaulatan pangan

DPR akan segera merevisi UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan seiring dengan berkembangnya industri dan lahan pangan skala besar (food estate). Sayangnya, draf yang saat ini dipegang DPR substansinya masih jauh dari kedaulatan pangan dan pemenuhan hak rakyat atas pangan.

05 July 2011

Mogoklah Pace!

Entah mengapa, membaca berita pemogokan yang dilakukan saudara-saudara di Papua yang bekerja di PT. Freeport Indonesia, ada rasa bangga. Pemogokan yang diniati karena tuntutan untuk menaikkan gaji itu seakan-akan simbolisasi semangat perlawanan pribumi pada perusahaan asing yang jelas-jelas memiliki kuasa lebih dari pemerintah Indonesia sendiri. Mogoklah pace!

15 April 2011

Berhadapan dengan ulat bulu

Serangan ulat bulu sudah sampai Jakarta. Mulai Tanjung Duren, Tanjung Priok dan Kampung Melayu. Apa yang harus dilakukan bila terkena ulat bulu? Tips-tips ini sepertinya patut dicoba.

28 March 2011

Satu abad kejahatan korporasi sawit di Indonesia

Komersialisasi sawit di Indonesia dimulai sejak tahun 1911. Seiring berjalannya waktu, komersialisasi berkembang ke arah kapitalisasi perkebunan melalui ekspansi yang massif terutama 10 tahun terakhir ini. Ekspansi tersebut dipicu oleh tingginya permintaan pasar global Crude Palm Oil (CPO) baik untuk keperluan produk bahan makanan, aneka produk kosmetik maupun energi (agrofuel).

25 March 2011

Rakyat Kebumen menolak penambangan pasir besi

Rabu 23 Maret 2011, menjadi momentum yang penting untuk masyarakat kawasan pesisir selatan Kebumen, Jawa Tengah. Hari itulah, mereka menggelar aksi menolak rencana penambangan pasir besi di Kebumen, dengan mendatangi kantor dinas Bupati Kebumen untuk menyampaikan sikap penolakan.

11 March 2011

Daerah-daerah di Indonesia yang akan terhantam tsunami Jepang

Sebuah pesan pendek soal tsunami beredar. Kali ini tentang daerah-daerah di Indonesia yang bakal terhempas tsunami Jepang. Disebutkan, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jepang sudah menginformasikan akibat gempa jepang 8,4 dan tsunami dan akan melanda indonesia di daerah timur. Berikut ini adalah daerah-daerahnya:

Video | Gempa dan tsunami hantam Jepang



Gambar yang diambil oleh kantor berita APTN ini menunjukkan betapa dahsyat gempa 8, 9 skala richter dan tsunami yang menghantam Jepang, Jumat (11/3) ini. Gelombang tsunami diperkirakan akan "sampai" ke Indonesia pada Jumat malam, sekitar pukul 18.00 wib. Juga ke Rusia, Taiwan, Hawaii. | iman | Youtube

24 February 2011

Sayangnya, cuaca juga tidak memihak pada nelayan

Nelayan
Anomali cuaca, membuat nelayan merana. Hasil tangkapan menurun hingga mencapai 20 persen dibanding tahun lalu. Jelas, pendapatan juga menurun drasti. Hmm,..cuaca pun tidak memihak pada nelayan.

17 February 2011

Lumpur Lapindo terus bikin masalah

Pekerjaan perbaikan tanggul yang longsor di titik 21, Siring, Porong Sidoarjo belum bisa terselesaikan sesuai dengan jadwal. Rencananya, pengerjaan akan dilakukan pada lima hari.


Hal itu dikatakan Akh kusairi, Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) melalui pesan pendeknya. "Rencananya lima hari. Pekerjaan yg sebenarnya bisa terselesaikan harus mundur beberapa hari dikarenakan curah hujan terlalu tinggi di wilayah porong dan sekitarnya," katanya.

Pekerjaan penguatan tanggul jika dipaksakan pada waktu hujan, akan sangat mempengaruhi kekuatan dan kestabilan tanggul ditambah keselamatan pekerja juga menjadi pertimbangan.

Saat ini pekerjaan tanggul yang longsor dalam progres penataan ulang tatanan batu (bronjong) sebagai penguat kestabilan tanggul. Kondisi lalu lintas jalan arteri porong masih dalam situasi aman juga rangkaian kereta api masih bisa melewati rel disamping tanggul yg sedang dikerjakan. |Iman D. nugroho

14 January 2011

SBY ke Sidoarjo tapi tidak ke Porong

OLeh: Iman D. Nugroho

Geli rasanya membaca berita Presiden SBY yang akan mencanangkan Gerakan Nasional Menghadapi Anomali Perubahan Iklim Indonesia di Sidoarjo, Jawa Timur. SBY sepertinya lupa, di kabupaten yang sama, ada semburan lumpur Lapindo yang belum tuntas diselesaikan.


Semoga saja, bila SBY mendatangi lokasi pencanangan, Jumat (14/1) ini dengan menggunakan helikopter, maka dia akan ingat kejadian beberapa tahun lalu, ketika melintas di atas main hole lumpur Lapindo. Ketika itu, masyarakat yang sudah menunggunya di lokasi semburan harus kecewa, karena SBY tidak turun ke lokasi lumpur.

Bahaya? Mungkin saja lokasi semburan itu berbahaya bagi seorang presiden. Bagaimana dengan masyarakat yang berkehidupan di sekitar lokasi semburan? Apakah SBY tidak pernah berpikir bahwa ribuan orang itu juga diambang bahaya? Jelasnya, tidak. Kalau SBY berpikir, hausnya persoalan semburan Lumpur Lapindo diselesaikan segera.

Kalah di MA

Seorang kawan memberi tahu, kasus lumpur Lapindo sudah "berakhir" kasusnya, ketika MA menyatakan gugatan hukum NGO lingkungan Walhi dkk kalah di Mahkamah Agung (MA). Itu sangat menyakitkan. Akibatnya, perjuangan dari sisi hukum patahlah sudah. Lalu apa yang harus dilakukan?

Pemerintah, bila memang mau, masih bisa kembali menempatkan kasus lumpur Lapindo sebagai prioritas, selama lumpur itu masih menyembur. Dengan tanpa henti mengupayakan secara maksimal proses teknis penutupannya. Tapi yang terjadi tidak demikian. Lumpur Lapindo dibiarkan saja, sampai waktu melupakannya.

Pemerintah yang abai, tidak harus membuat masyarakat abai juga. Mari terus mengingatkan kasus lumpur Lapindo masih ada. Jutaan kubik lumpur masih menyembur dari sumur yang digali oleh Lapindo Brantas Inc.

26 May 2010

Reaksi pemerintah menjelang 4 tahun lumpur Lapindo?

Iman D. Nugroho

Ingat, lumpur Lapindo masih menyembur sampai saat ini.

-------------------------------

Bagaimana reaksi pemerintah menjelang peringatan 4 Tahun semburan lumpur Lapindo?

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar justru merasa persoalan itu bukan wilayahnya. "Tidak tahu, saya tidak mengurus hal itu," katanya di Gedung DPR, Selasa (25/5) malam.

Tapi masih ada pelanggaran HAM dalam peristiwa itu, pak? "Saya tidak mau berkomentar soal itu," kata Patrialis sambil berlalu.

Bencana lumpur Lapindo yang terjadi sejak tanggal 29 Mei 2006 adalah salah satu bencana industri paling hebat yang pernah terjadi. Setiap hari lumpur Lapindo mengeluarkan sekitar 100.000 m kubik lumpur dari dalam Bumi dan menenggelamkan kawasan di sekitarnya.

Empat tahun umur lumpur Lapindo, permasalahan sosial dan teknis yang ditimbulkannya masih jauh dari selesai. Pembayaran aset warga 5 Desa yang masuk peta area terdampak pertama kali (Siring Timur, Kedungbendo, Renokenongo, Jatirejo Timur, dan Gempolsari bagian selatan) seperti diatur dalam Perpres 14/2007, harusnya dibayar dua kali (20% dan 80%) dan sudah selesai sejak tahun lalu, ternyata sampai hari ini belum selesai.

Bahkan beberapa kelompok korban yang dinaungi oleh Perpres 14/2007 tidak jelas nasib pembayaran asetnya yang tenggelam. Sementara itu, bagi warga Desa Jatirejo Barat, Siring Barat dan 3 RT Desa Mindi yang masuk peta area terdampak belakangan melalui payung hukum Perpres 40/2009, sampai sekarang belum direalisasikan pembayarannya.

Lebih parah lagi, desa-desa yang secara faktual di lapangan terdampak oleh bencana lumpur Lapindo seperti Desa Ketapang, Besuki Timur, Kalitengah, dan sebagian besar Mindi belum dimasukkan ke dalam peta area terdampak. Padahal, dampak yang dirasakan oleh warga di desa-desa di luar peta area terdampak tak kurang dahsyatnya.

Dampaknya varitif, mulai dari pernah kemasukan lumpur panas, aroma busuk gas methane dari danau lumpur, kontaminasi udara oleh gas beracun yang membahayakan kesehatan, pencemaran tambak-tambak ikan, ancaman banjir sewaktu-waktu kalau tanggul jebol, dan sumur warga yang tercemar sehingga warga terpaksa membeli air bersih.

*photo by vivanews.com

Silahkan menulis komentar | republish | Please Send Email to: iddaily@yahoo.com |

23 May 2010

Empat Tahun Lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur

Iman D. Nugroho | text and photos |

Pada 29 Mei 2010 mendatang, semburan lumpur di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur tepat berusia empat tahun. Tragedi yang kemudian dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo itu terjadi karena fish (mata bor) di pengeboran patah, saat pekerja Lapindo Brantas Inc melakukan pengeboran untuk mengambil minyak dan gas.

12 May 2010

Menariknya sungai di Utrecht

Iman D. Nugroho, Utrecht

Salah satu sudut sungai (atau kanal?) di Utrecht, Belanda ini memang layak ditiru. Selain bersih, sungai ini juga dijadikan sebagai lahan rumah dan restauran terapung, dan tentu saja sarana transportasi air untuk perahu-perahu kecil yang digunakan penduduk setempat. Kalau sungai di kota-kota besar Indonesia ingin seperti ini, syarat utamanya sederhana, tidak boleh buang sampah di sungai. Bisa?


| republish | Please Send Email to: iddaily@yahoo.com |

02 April 2010

Mengenal si belang dari Sumatera

Frannoto | Story and Photo Harimau Sumatra, atau dalam bahasa latin disebut Panthera Tigris Sumatrae, adalah satu dari lima sub-spesies harimau (Panthera tigris) yang belum dinyatakan punah di dunia. Sebenarnya, ada delapan sub-spesies harimau. Tiga di antaranya telah dinyatakan punah. Yakni harimau Caspian (terdapat di Afganistan, Mongolia dan Rusia) yang dinyatakan punah tahun 1950. Juga Harimau Jawa terdapat di pulau Jawa, yang punah sekitar tahun 1972 dan Harimau Bali yang punah sejak tahun 1937. 

28 March 2010

Keyword Dalam Banjir: Hati-hati

Iman D. Nugroho | Youtube.com

Di mana-mana, yang namanya banjir selalu membawa petaka. Itu juga yang tampak dalam gambar ini. Ketika banjir melanda daerah yang tidak disebutkan namanya ini, tiba-tiba sebuah mobil yang dikemudikan perempuan tua terperosok di dalamnya. Bahkan, sang pengemudi pun ikut berbasah-basah ria.



| republish | Please Send Email to: iddaily@yahoo.com |

20 March 2010

Hidup Tidak Selamanya Sukses

Iman D. Nugroho | Youtube

Hidup tidak selama sukses. Sepertinya memang demikian adanya. Bahkan,untuk seekor katak pun, gagal dalam menangkap mangsanya (capung) seperti yang tampak dalam video ini. Lihat saja. Sang katak yang sudah menunjukkan seluruh kemampuannya, loncatan indah, lidah menjulur dan kaki depan yang coba merengkuh mangsa,..eh,..gagal juga. Saksikan video di bawah ini.



| republish | Please Send Email to: iddaily@yahoo.com |

19 February 2010

Pasca Pertemuan Tingkat Tinggi Iklim Kopenhagen

Press Release

Pada tanggal 16 Februari 2010, Kedutaan Besar Jerman bersama-sama dengan Kedutaan Besar Denmark menyelenggarakan simposium “ Post-Copenhagen Climate Summit – Shared Views on Global Action and How to Proceed in Indonesia”di Kedutaan Besar Jerman di Jakarta.

Duta Besar Jerman, Dr. Norbert Baas dan Duta Besar Denmark, Borge Petersen, menyambut para pembicara panel yang antara lain adalah Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Rahmat Witoelar, Agus Purnomo (kedua-duanya dari Dewan Nasional Perubahan Iklim/DNPI), El- Mostafa dari United Nations Development Programme (UNDP) maupun wakil-wakil dari Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan, Kamar Dagang Indonesia (KADIN) maupun Duta Besar Amerika Serikat Cameron Hume, Duta Besar Meksiko Melba Pria Olavarrieta dan Julian Wilson, Duta Desar Uni Eropa.

Simposium tersebut bertujuan mendukung dialog antara Indonesia dan masyarakat internasional dengan bersama-sama mengembangkan strategi pengendalian bahaya perubahan iklim. Dari perspektif Indonesia, Uni Eropa sebaiknya memegang peranan penting dalam diskusi pembahasan kebijakan perubahan iklim global, karena Uni Eropa telah menunjukkan bahwa diperlukan kebijakan perubahan iklim yang efektif dan efisien.

Uni Eropa telah menyatakan dukungannya bagi Indonesia dalam usahanya mencapai kebijakan lingkungan hidup yang berhasil. Indonesia dipandang sebagai mitra yang penting di wilayah Asia Tenggara dan diprediksi dapat memainkan peranan aktif dalam mencapai tujuan iklim global terutama mengingat keberhasilan penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim di Bonn, Jerman dan di Meksiko tahun lalu.

| republish | Please Send Email to: iddaily@yahoo.com |

15 February 2010

Sampah Jakarta Tetap Menjadi Penyebab

Marwan Azis

Persoalan sampah tetap menjadi hal yang membuat Jakarta tidak terbebas dari banjir. Dalam banjir di akhir minggu kedua bulan Februari 2010 ini misalnya, air kiriman dari Bogor, Jawa Barat yang tersendat masuk ke laut oleh sampah, membuat Jakarta kembali terendam. Tampak dalam gambar, petugas PU DKI Jakarta harus membersihkan sampah di Kali Ciliwung, tepatnya di bawah kolom jembatan Rawa Jati, Jakarta.



*fotografer adalah jurnalis Berita Lingkungan


| republish | Please Send Email to: iddaily@yahoo.com |

14 February 2010

Cerita Rusa di Chandra Wilwatikta

Peni Agustin

Penangkaran rusa oleh BKSDA di Taman Chandra Wilwatikta adalah sebagian kecil dari upaya untuk melestarikan satwa yang dilindungi ini. Telah ribuan rusa dikirim keberbagai Kebon Binatang diseluruh Indonesia berasal dari sini. Jika dilihat tempat penangkaran, fasilitas yang didapat rusa tidaklah istimewa karena sebenarnya memelihara rusa tidak begitu sulit seperti hewan langka lainnya.

Namun demikian, memelihara hewan ini tetap membutuhkan keseriusan dan sentuhan kasih sayang, karena perilaku rusa sebenarnya sangat agresif. Sebelum mengenalnya lebih jauh, disarankan untuk melakukan pendekatan atau "personal approuch" mengingat rusa akan meraung-raung dan menendang kakinya ke orang yang belum dikenalnya. Tapi hal itu tidak akan berlangsung lama, ketika secara rutin memberinya perhatian ekstra dengan menyuguhinya makan dan minum serta membelai tubuhnya.

Tidak banyak yang tahu, BKSDA Jawa Timur sebenarnya membuka kesempatan luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam rangka penangkaran rusa ini. Syaratnya sederhana saja, yakni niat tulus memelihara sambil melestarikan hewan energik ini dan membayar 5 juta rupiah untuk sepasang rusa yang telah dikeluarkan oleh BKSDA. Pengawasan rutin akan tetap dilakukan lembaga ini dengan mengontrol keberadaan rusa serta kesehatan dan pertumbuhannya kelak.

Untuk sementara, ijin yang dikeluarkan oleh pihak BKSDA memang baru sebatas ijin untuk penangkaran. Sedangkan beberapa lapisan masyarakat menilai pertumbuhan rusa sangat cepat, sehingga bisa dijadikan salah satu alternatif bahan pangan berprotein tinggi.

| republish | Please Send Email to: iddaily@yahoo.com |

31 January 2010

Kapankah perburuan akan berakhir?

Prasto Wardoyo | photo by google images

Perlahan, Abdurrahman (40 tahun) memasukkan tangan kanannya ke dalam keranjang bambu. Menjelajah mencari sesuatu. Begitu ditarik keluar, tangannya menggenggam reptil sejenis cicak berukuran besar. Hewan itu lantas dilemparkannya ke dalam sangkar kawat sembari dia hitung. Setelah hitungan keempat, keranjang itu sudah kosong. Keranjang diserahkannya kembali kepada Tohasyim (32 tahun), pemiliknya. Setelah itu uang sejumlah Rp 6 ribu dari kantong Pak Dur, begitu bapak dua anak ini biasa dipanggil, berpindah ke tangan Tohasyim.

“Saya tidak tahu, mengapa pada bulan-bulan yang semestinya ramai ini, Tokek semakin sulit didapat,” keluhnya. Padahal dulu, pada bulan-bulan antara Desember hingga Pebruari, dia bisa mendapatkan ribuan tokek hidup dari pengepul ataupun pemburu tokek yang menjual langsung kepadanya. Karena pasokan tersendat, tokek yang diolah akan habis pada hari itu. Akibatnya, sekitar 13 orang pekerja akan menganggur esok harinya.

Tempat pengolahan tokek milik Abdurrahman yang berlokasi di dusun Banjar Sawah desa Tegal Siwalan Kecamatan Tegal Siwalan Kabupaten Probolinggo ini, persis berada di belakang rumah. Beratap genting berdinding bambu dengan ukuran panjang 8 meter dan lebar 6 meter. Di sudut kiri dan kanan bangunan berlantai tanah itu, dibangun sangkar kawat ukuran 2,5 x 2 dengan tinggi sekitar 2 meter yang digunakan untuk menampung tokek hidup. Hanya sangkar kiri yang kerap terisi. Sementara yang kanan terlihat melompong. Untuk tokek yang sudah mati sebelum diolah menjadi tokek kering, Abdurrahman menyiapkan sebuah lemari pendingin di ruangan yang sama.

Tokek Kering

Di ruang belakang rumah, ribuan tokek kering yang sudah dibentang dan diikat dengan bambu terlihat menumpuk. Untuk mengeringkan tokek, Abdurrahman membuat bangunan sederhana seluas 1,5 x 2 meter persegi yang berada di sebelah kiri bangunan rumah. Di dalamnya terisi 3 unit oven sederhana yang terbuat dari seng dengan 3 kompor minyak tanah berada dibagian dasarnya. Seluruh oven ini bisa menampung sedikitnya 500 ekor tokek. Apabila tokek sudah dijemur terlebih dulu dibawah terik matahari, proses pengovenan biasanya memakan waktu sekitar 17 jam dengan menghabiskan sekitar 24 liter minyak tanah. Namun bila cuaca mendung dan bahkan hujan, pengeringan tokek hanya mengandalkan oven.

Dalam kondisi normal, Abdurrahman bisa memproduksi sekitar 500 ekor tokek perhari dalam berbagai ukuran lebar bentangan. Tokek yang bisa dijual adalah yang memiliki lebar bentangan minimal 8 cm. Bentangan paling lebar yang pernah dia dapatkan adalah 13 cm. Dan itu sangat jarang. Untuk sepasang tokek kering, rata-rata dibeli dengan harga Rp 4 ribu. Harga itu melorot menjadi separuhnya, bila tokeknya mengalami cacat produksi, seperti ekornya putus atau kulitnya robek.

Selama ini, Abdurrahman hanya menjual tokeknya pada satu orang pembeli saja. Dia tidak perlu mengantar, karena pembeli yang berasal dari Maron Kabupaten Probolinggo itu, mengambil sendiri tokek keringnya. Biasanya tokek diambil 3 atau 4 hari sekali dengan jumlah berkisar antara 1500 hingga 1600 ekor. Selanjutnya, tokek kering ini akan terbang ke Hongkong, melengkapi tokek dari Thailand dan Kamboja, diolah menjadi ramuan penyembuh sejumlah penyakit.

Proses pengolahan tokek hidup menjadi tokek kering diawali dari tokek yang sudah dilumpuhkan, dikeluarkan isi perutnya terlebih dulu. Isi perut ini biasanya diambil orang secara cuma-cuma untuk pakan lele dan bila ada telurnya, telur tokek kadang dijadikan lauk oleh keluarga pak Dur. Setelah dicuci, tokek yang sudah diambil isi perutnya ini lantas disayat kemudian dipentang menggunakan bambu. Saat membentang ini harus dilakukan dengan hati-hati karena akan menentukan lebar bentangan. Setelah dibentang dengan rapi, untuk mempertahankannya dijepit menggunakan penjepit besi. Sebelum dikeringkan, keempat kaki dan ekor tokek diikat menggunakan benang.

Abdurrahman yang sudah menggeluti dunia pertokekan selama 14 tahun ini, tidak sendirian melakukan usaha pengolahan tokek kering. Di desa Tegal Siwalan yang terdiri dari 4 dusun. Banjar Sawah, Klobungan, Montok dan Sumber Moneng itu, masih ada 3 orang lainnya yang bergerak dalam usaha serupa. Usaha pengeringan tokek ini pada gilirannya menyerap tenaga kerja dari warga setempat yang kebanyakan hidup dari pertanian dan perladangan. Meski tidak besar, sebagaimana diakui oleh Hobiah (32) yang mengaku rata-rata mendapatkan Rp 525 ribu perbulan, uang itu cukup dapat menopang perekonomian keluarga. Abdurrahman sendiri mengupah pekerjanya antara Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu perhari tergantung posisi pekerjaannya.

Desa Tokek

Menurut Abdurrahman, hampir semua warga di desanya terutama pria, mempunyai pekerjaan sebagai pemburu tokek. Harga tokek yang mencapai Rp 1.500 perekor memberi peluang bahkan kadang menjadi pekerjaan utama untuk mengepulkan asap dapur. Contohnya Tohasyim. Sudah setahun lelaki berperawakan kurus yang juga suami Hobiah ini, menggeluti usaha berburu tokek. Sebelumnya dia bekerja sebagai kenek truk dengan penghasilan sekitar 600 ribu perbulan. Kebutuhan hidup yang meningkat membuat penghasilannya itu semakin tak mencukupi. Apalagi sekarang dia tengah menanti kelahiran anak keduanya.

Berbekal lampu sorot (head lamp) bikinan sendiri dengan tenaga dari aki kering, sebuah keranjang bambu dan sepatu karet tinggi serta jerat, dia menjelajahi hutan-hutan di kawasan Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo untuk berburu tokek. Biasanya dia berangkat berempat bersama warga satu dusun dengan menggunakan 2 buah sepeda motor. Tohasyim yang bertugas menyediakan bensinnya karena dia tinggal membonceng.
Berangkat dari rumah sekitar jam 6 sore dan kembali pukul 4 pagi, Tohasyim bisa membawa pulang 20 hingga 30 ekor tokek.

Tetapi hujan deras yang mengguyur lokasi perburuannya di sekitar Klakah Lumajang pada malam di bulan januari itu, memaksa dia dan kawan-kawannya pulang lebih awal. Keranjangnya baru terisi 4 ekor tokek. “Kalau hujan sudah mengguyur apalagi sejak sore hingga malam, jangan berharap dapat tokek. Susah, apalagi sekarang tokek semakin jarang,” ujarnya. Kalau sudah begitu, pekerjaan yang bisa dilakukannya hanyalah menyabit rumput untuk memberi makan 2 ekor sapi milik orang yang dipecayakan kepadanya. Dari berburu tokek, dia mengaku mendapat penghasilan antara Rp 800 ribu hingga Rp1 juta.

Penangkaran

Banyaknya pemburu dan semakin menipisnya sebaran tokek di sejumlah kawasan yang selama ini menjadi sasaran perburuan, membuat area perburuan semakin meluas. Menurut Abdurrahman, warga Tegal Siwalan, berkelompok 4 hingga 5 orang, merambah hingga ke pulau Madura. Biasanya seminggu kemudian mereka kembali pulang.

Dia tidak tahu sampai berapa lama, kondisi kandang penyimpanan tokeknya akan terisi dalam jumlah memadai hingga proses pengolahan tokek bisa berjalan kembali. Sementara dia juga tidak juga punya "ilmu" tentang penangkaran tokek dan membudidayakannya. Dia masih berhenti pada kata "sulit" karena, katanya tokek gampang stress yang berujung pada kematian.

Sulitnya penangkaran tokek juga diakui oleh Didik Prabudi, warga Leces Probolinggo. Meski tokek termasuk binatang non-appendix, tidak jelas dilarang atau boleh diburu, namun dia berharap bisa membudidayakan tokek sehingga tidak hanya mengandalkan peburuan dari alam saja.

Berbagai upaya terus dia kembangkan, diantaranya dengan mendatangkan ahli yang diharapkannya bisa mencari formula yang ideal tentang tata cara beternak tokek. Namun hingga sekarang hasilnya belum memuaskan. Ada salah satu lembaga yang menawarkan kerjasama penelitian, tapi itupun ditolaknya karena biaya Rp 20 juta yang dibebankan kepadanya terlalu besar sementara tidak ada jaminan keberhasilan.

Menurut pengalaman dari pembudidayaan tokek yang sejauh ini dilakukannya, dibutuhkan waktu sekitar 4 sampai 6 bulan bagi tokek jantan untuk dipanen. Artinya, pada usia itu, bila dikeringkan tokek jantan mempunyai lebar bentangan bisa mencapai 10 cm. Sementara untuk yang betina memerlukan waktu lebih lama lagi yaitu antara 6 hingga 10 bulan.

Sulitnya membudidayakan binatang yang lahap memakan jengkerik, lalat dan kelabang ini, ditambah lagi dengan belum tersedianya metode pembudidayaan tokek yang mencukupkan pemintaan pasar luar negeri, berujung pada kesinambungan perburuan tokek di alam bebas. Dan kita tidak tahu, ancaman apa yang bakal muncul, bila tokek sebagai salah satu rantai makanan ini, terpental dari lingkaran.