16 January 2010

[ Atmosphere ] Abu-abu

Syarief Wadja Bae

Pagi turun lagi disini
saat Kelelawar mulai ngantuk.
Corak hujan sulit terbaca dalam bulan tak jelas suara dan cerita.

Ada Manusia menjadi truk gandeng berbentuk reptil
menabrak Pejalan kaki, menggilas dengan bengis dan sadis
tanpa peduli isak tangis.

Pengembara yang mencatat raut senja
terdiam bisu didepan asbak
karena senyum senja juga tak terbaca
dan abu-abu serupa isi asbak.

Bunyi lonceng semakin keras
tanda mereka yang mati dalam hidup
menjelma tikus rakus dihadapan Tuhan yang selalu dijadikan batu pelarian.

Dan orang-orang suci membuka jalan
menuju jawaban teka-teki kepada Generasi yang tak mengerti basa-basi
tentang Negeri yang hatinya terbakar api.

Disini, di Pulau ini, sekarang dibuka pendaftaran Relawan yang punya hati untuk menghapus air mata Ibu yang suci dan membuatnya tersenyum kembali

Surabaya, pertengahan Januari 2010

*puisi di Atmosphere klik di sini.


Avatar dan Pesan Lingkungan di Dalamnya

Mario Manuhutu

”Wow!” Lagi-lagi James Cameron membuktikan kerja kerasnya. Cameron memulai penciptaan film “Avatar” sejak 1994. Sutradara peraih Academy Award pada 1997 lewat film epik “Titanic”, kembali membuat sejarah baru perfilman Hollywood. Film “Avatar” yang berkisah tentang bekas Marinir Amerika, Jake Sully (diperankan Sam Worthington) mampu memperoleh pendapatan tertinggi di Amerika dan seluruh dunia. Melampaui pendapatan film "Lord of the Rings: Return of the King" dengan 1,12 miliar dolar Amerika dan “Pirates of the Caribbean: Dead Man’s Chest" dengan 1,7 miliar dolar Amerika.

Bahkan “Avatar” meraih penghargaan Best Picture dari New York Film Critics Online, juga nominasi Broadcast Film Critics Association. Selain nominasi 67th Golden Globe Awards pada kategori Best Motion Picture – Drama, Best Director, Best Film Score dan Best Film Song bersaing dengan film “Inglourious Basterds”.
Cerita Avatar dimulai pada tahun 2154 saat Jake Sully (Sam Worthington) mengalami cidera kaki (kelumpuhan) akibat perang di bumi, terpilih dalam program Avatar. Avatar merupakan program pembuatan mahkluk yang mirip Na’vi sehingga memungkinkan Jake bisa kembali berjalan.

Jake secara kebetulan dipekerjakan dengan iming-iming gaji besar untuk meneliti kehidupan Planet Pandora. Na’vi digambarkan sebagai mahkluk aneh memiliki bahasa yang berbeda dengan manusia bumi. Berukuran lebih besar dan tinggi dari badan manusia, memiliki ekor yang mirip ekor kuda dan bertelinga panjang yang berujung lancip.

Nah, lembaga penelitian tersebut bekerjasama dengan perusahaan eksplorasi tambang dan institusi militer. Sesungguhnya, bukanlah Jake yang dipekerjakan, melainkan saudara kembarnya. Saudara Jake adalah seorang ilmuwan cakap dan telah meninggal. Jake yang menggantikannya, karena memiliki karakter fisik yang sama.

Avatar memukau berkat efek suara, grafis yang fantastis dan teknologi IMAX 3D yang menakjubkan. Avatar mengajak penonton berpetualang ke planet asing yang penuh intrik. Sebuah mode realistik yang satir, penuh kritik atas kekuasaan dan keserakahan. Misi Jake adalah mengendalikan Avatar-nya, mahkluk rekayasa genetika antara DNA manusia dengan Na’vi, yang selama ini menjadi kendala dalam penambangan unobtainium.

Perjalanan pertama Jake ke hutan gaib Pandora hampir saja merenggut nyawanya. Untunglah, si jelita Neytiri (diperankan Zoe Saldana) datang menyelamatkannya. Jake pun memulai petualangannya dalam memahami Na'vi dan dunia mereka.
Tugas utama Jake, meyakinkan para Na’vi agar eksodus ke tempat lain. Sebab hutan Pandora menyimpan sumber kekayaan alam yang berlimpah ”Logam Unobtanium” yang bernilai jutaan dolar. Akankah Jake berkhianat demi Unobtanium? Sutradara Cameron membingkai cerita Avatar dengan sejarah peradaban manusia yang penuh intrik, keserakahan dan dibumbui kritik terhadap rusaknya lingkungan.

Film epik ini sempurna secara visual dengan dukungan pemain yang berkarakter dan kokoh. Peran Sam Worthington begitu apik memainkan Jake Sully, yang digambarkan mengalami konflik batin dan terhimpit pada dua persoalan, yakni menyelesaikan tugasnya atau menyelamatkan warga Na’vi yang terancam musnah?

Bak realitas, warga Na’vi sangat spiritual, bertalian erat dengan lingkungan dan alam mereka. Seperti halnya nasib suku Indian kuno di Amerika yang terampas identitas, kebudayaan dan hak-hak hidupnya. Imajinasi Cameron begitu memukau, Pandora digambarkan sebagai taman surga ”firdaus” yang dihuni oleh sekumpulan mahkluk bertaring dan bercakar.

Film ini unik dan bertekstur mewah. Terlihat dari inovasi ”Virtual Camera”, seolah-olah film ini sedang melakukan syuting di dalam musik studio. Cameron, memang sutradara berbakat dan kreatif. Pantas saja, ia disebut-sebut sebagai pembuat film epik ”fiksi ilmiah” dan ”drama” berkelas dunia.

Sebagai perintis film Avatar, ia dan timnya berani membuat terobosan baru teknologi film dibanding sutradara lain, termasuk sistem "gambar-berbasis penampilan wajah", yang mengharuskan aktor menggunakan helm dengan kamera kecil. Hal ini memungkinkan pencatatan ekspresi wajah dan gerakan otot pada tingkat yang belum pernah dilakukan oleh sutradara lain.

Lebih dari satu petabyte (1.000 terabyte) penyimpanan digital yang diperlukan untuk semua komponen-- yang dihasilkan komputer-produksi film Avatar. Ini setara dengan 500 kali jumlah yang digunakan untuk menciptakan dan mengkaramkan kapal mewah bersama penumpangnya dalam film Cameron terdahulu. Film yang begitu masyur dan terlaris sepanjang sejarah, yakni film ”Titanic” (1997).

Klimaks Avatar dimulai dengan penggundulan hutan Pandora menggunakan bulldozer. Dalam sekejap, sebagian hutan gundul. Jake ”Avatar” yang berada di lokasi, sontak berusaha menghalangi gerak bulldozer. Namun, atas perintah dari pusat pengendali, bulldozer tetap bergerak membabat hutan-- tanpa mempedulikan warga Na’vi dan lingkungannya.

Demi meraih logam Unobtanium, Jake ‘diputuskan’ dari Avatar-nya. Alhasil, Jake tak ‘bernyawa’. Sehingga para Na’vi berjuang sporadis menghadapi pertempuran yang tak seimbang. Para militer bersenjatakan peralatan tempur yang canggih (modern), sedangkan pasukan Na’vi menggunakan busur panah.

Avatar menggambarkan sifat dasar manusia yang hakiki, yakni, betapa serakahnya sifat manusia bumi? Demi keuntungan dan sumber Unobtanium dihalalkan segala cara; merusak lingkungan dan membunuh!

Di sinilah, jalinan kritik (satir) atas realitas dimunculkan dengan cerdas oleh Cameron, bahwa tindakan nyata manusia terhadap lingkungannya tak lain; merusak dan membabat hutan-- yang merupakan paru-paru dunia demi dalih pembangunan. Sesungguhnya, keserakahan manusia dalam mengekploitasi alam merupakan gambaran nyata kolonialisme baru yang bernama ”Kapitalisme Global” di bumi.

Ada analogi, bahwa yang kuat menguasai yang lemah, merupakan hukum alam yang tak terelakkan. Warga Na’vi dan habitatnya terancam punah seperti halnya suku Aborigin (Australia) atau Indian (Amerika). Diakui atau tidak, manusia modern begitu arogan dalam menilai peradaban, baik dalam fiksi maupun realitas. Meskipun, tak semua manusia bersifat serakah.

Film ”Avatar” telah mengajarkan kita tentang hitam-putihnya kehidupan nyata. Namun jangan pesimis. Toh, masih ada manusia baik yang peduli atas kerusakan lingkungan dan global warming seperti Al Gore, Wakil Presiden Amerika dengan kampanye filmnya ”The Inconvenient Truth”.

Meskipun, belum banyak kesadaran yang timbul. Bahkan manusia tak bisa memprediksi, kapan kehancuran alam akan terjadi? Epilog film ini ditutup dengan cerita yang mudah ditebak. Tatkala para Na’vi nyaris patah arang (kalah berperang), alam memberikan dukungan dengan menyarang manusia. Serangan binatang-binatang besar dan sekumpulan Ikran yang tak terduga, membuat manusia terkejut, kocar-kacir, dan akhirnya kalah perang.

Neytiri, putri pemimpin Na’vi, menyebutkan bahwa bala bantuan yang diberikan alam kepada Na’vi dikarenakan Eywa (Tuhan) telah menjawab doa mereka. Eywa menghendaki adanya harmoni alam. Tak ada yang menguasai dan dikuasai, karena semua mahkluk saling membutuhkan. Seperti jawaban Eywa, ”Manusia harus hidup selaras dengan alam”.

Keberhasilan Cameron begitu luar biasa. Meskipun ada sisi minus dari penulisan skenario, tak sesempurna plot film Titanic. Avatar tetaplah keberhasilan Cameron dalam memadukan fiksi ilmiah, drama dengan basis dongeng. Konon, Avatar merupakan pertemuan film ”Dance with Wolves” dan ”Star War”. Film “Avatar” begitu memikat, bahkan terlaris di seluruh dunia!

14 January 2010

Perahu Khas Marseille dan Perahu Layar Nusantara Bertemu Pandang di Lautan

Iman D. Nugroho

Pusat Kebudayaan Prancis (CCCL) Surabaya kembali mengangkat kejayaan perahu tradisional. Kali ini CCCL mencoba Membuka lembaran agenda seni budaya 2010 dengan mengangkat bagian dari tradisi yang pernah mengenyam era kejayaan dan banyak ditinggalkan oleh masyarakat maritim yang semakin mengakrabi teknologi tinggi: perahu tradisional.

Acara berupa dua pameran foto, pameran perahu dan sejumlah diskusi seputar perahu tradisional di masa kini itu bekerjasama dengan House of Sampoerna dan Tim Maritime Challenge – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Rangkaian acaranya bertajuk "Bertemu Pandang di Lautan : Perahu Khas Marseille dan Perahu Layar Nusantara (Timur Jawa & Madura)" digelar di dua lokasi secara bersamaan. CCCL Surabaya dan House of Sampoerna, pada tanggal 20 Januari – 5 Februari 2010.

Paul Piollet asal Prancis mengungkap sejarah pelayaran di Indonesia melalui fotografi perahu-perahu layar yang telah hilang. Menampilkan pameran foto tentang perahu layar tradisional asal Indonesia, yaitu bagian Timur Jawa dan Madura. Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa, para pelaut Nusantara sudah berlayar di lautan antar kepulauan, Samudra Hindia, Laut China dan sebagian dari Samudra Pasifik. Pembuatan perahu dimulai setidaknya pada zaman keemasan kerajaan Majapahit (abad XIV) dan terus berkembang hingga sekarang.

Awalnya dimulai di pulau Jawa, dekat kawasan hutan jati, kemudian pulau Sulawesi, semasa kerajaan Gowa (abad XVI dan XVII), lalu di Kalimantan dan Sumatra. Foto-foto yang ditampilkan diambil pada tahun 1970 – 1980, yang menunjukkan generasi terakhir perahu layar untuk transportasi dan menangkap ikan, sebelum beralih ke perahu motor. "Menandai berakhirnya era kejayaan kapal-kapal layar tersebut.” tulis Paul Piollet

Lalu ada Pameran Foto “Perahu Khas Marseille ” karya Patrick Box yang akan resmi dibuka di House of Sampoerna pada Kamis, 21 Januari 2010, pk. 18.30. Perahu khas Marseille, merupakan perahu tradisional dari kayu yang digunakan untuk menangkap ikan di pantai, dan banyak ditemui di pelabuhan-pelabuhan di kota Marseille. Perahu-perahu tersebut menjadi bagian dari pemandangan kota lebih dari satu abad.

Unsur warisan maritim lokal yang tidak mungkin bisa dilewatkan dan tidak terpisahkan keberadaannya dari pelabuhan-pelabuhan di Marseille. Terlebih lagi, perahu layar ini melambangkan perpaduan budaya yang menjadi ciri khas sejak jaman bahari pelabuhan Marseille dan sektor nelayan di Mediterania. Merupakan anggota terbanyak dari perkumpulan perahu layar di laut Mediterania, perahu khas Marseille merupakan bagian warisan kelautan ‘Euro-Mediterania’. Foto-foto karya Patrick Box dapat kami gelar di Surabaya berkat dukungan maskapai penerbangan Singapore Airlines.

Selanjutnya, Pameran perahu Yole de Bantry karya Tim Maritime Challenge – ITS, serta diskusi bersama Tim Maritime Challenge – ITS di CCCL : Jumat, 22 Januari 2010, pk. 18.00. Selama berlangsungnya pameran foto “Perahu Layar Nusantara (Jawa Timur & Madura)” di CCCL, akan dipamerkan perahu ‘Yole de Bantry’ dari Indonesia buatan Tim Maritime Challenge - ITS, yang telah berulangkali memenangkan kompetisi Maritime Challenge, untuk kembali berlomba pada « Maritime Challenge » 2010 di Kanada.

‘Yole de Bantry’ merupakan perahu kayu yang secara prinsip bermanuver dengan dayung dan layar. Perahu asal Prancis ini digunakan saat perang pada era Napoleón oleh armada laut Prancis dan Inggris. Pada 1986, Lance Lee asal Amerika dan Français Bernard Cadoret asal Prancis, memutuskan untuk mempopulerkannya dan menyelenggarakan kompetisi persahabatan bagi para pemuda.

Sejumlah mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, yang tergabung dalam tim “Maritime Challenge” telah menjadi perwakilan Indonesia pada 4 kompetisi internasional terakhir.

04 January 2010

[ Atmosphere] Harus Dikupas

Syarief Wadja Bae

Jiwa mana yang rela melihat cintanya terkoyak, sedang talangan sungai belum selesai dihitung.

Diantara kepingan perih yang mampir pada lembaran malam-malam kita, ada yang harus diusap segera. bercak becek yang menempel dicermin kita.

Jangan terlalu lama tenggelam dalam isak kehilangan. jangan sampai mimpi kita digulung waktu. Kalbu yang dibungkus mendung akan dihapus cahaya bulan, karena lelaki itu telah mengumandangkan Alif dikuping hati matahari.

Karena kenyataan harus dikabarkan maka harus kita kupas semua isyarat yang tersirat, agar padang hijau kita semakin sedikit durinya. Ikhlaskan kepergiannya karena kuncinya ada ditelapak kaki Ibu.

awal Januari 2010

puisi lain, klik di sini
graphic by images.free-extras.com

31 December 2009

Sebelum Aku Terlelap, Gus,..

Iman D. Nugroho

Sebelum aku terlelap, Gus,..
Aku ingat senyum saudaraku masyarakat Tionghoa
Ketika kau membantu mereka menarikan Barongsai
Mengenakan baju indah khas Tiongkok di Nusantara
Dan duduk sejajar dengan kami, yang mengaku Indonesia asli

Sebelum aku terlelap, Gus,..
Senyum lebar saudara Papua begitu tampak bahagia
Kau memberikan identitas mereka kembali, setelah negara menghapusnya
Menyejajarkan semua warna kulit tanpa membedakan gelap terangnya
Karena Indonesia adalah berbeda, untuk sebuah "satu"

Sebelum aku terlelap, Gus,..
Salawatan di Senayan tetap tak akan kulupa
Beberapa saat setelah kau memeluk mega dan menempatkannya di sampingmu
Mengajaknya mengarungi lima tahun, tapi tersandung di tahun kedua
Ah, gitu aja kok repot!

Sebelum aku terlelap, Gus,..
Sebelum terlunta dikhianati, Gus,..
Sebelum sendiri di atas kursi, Gus,..

Kau terlelap mendahuluiku,..

Jakarta, 31 Desember 2009

29 December 2009

Spicy New Year Eve of Tata Young

Iman D. Nugroho

Artis Thailand, Tata Young menjanjikan sesuatu yang berbeda dalam pertunjukan akhir tahun di Hotel Mulia Senayan, 31 Desember mendatang. "Pertunjungan mendatang akan lebih menyenangkan, saya memastikan itu," kata Tata Young dalam jumpa pers, Selasa [29/12] ini. Pertunjukaan Tata kali ini bukanlah pertunjukan pertama kali bagi gadis kelahiran 14 Desember 1980 ini. "Tapi saya selalu senang berada di Indonesia," katanya. Bagi Tata, Indonesia adalah negara ke-2 setelah Thailand. Dalam pertunjukan itu, Tata akan menampilkan 12 lagu yang diiringi band dan penari latar.

28 December 2009

Bertemu Ani Yudhoyono [bagian ke-2]

Iman D. Nugroho | Sebuah Cerpen
*Baca dulu bagian pertama, klik di sini

Bu Ani memicingkan mata. Aku merasa bersalah. "Penjelasan itu benar semua," kataku sambil "mengunci" mulutku dengan suapan soto daging. Tidak ada pembicaraan selama beberapa saat. Di kepalaku, masih menggantung tanya,"Mengapa Ani Yudhoyono menemuiku?" Tapi, sudahlah. Mungkin ini keberuntunganku. Insting jurnalistikku bekerja. "Bu Ani, apakah Ibu keberatan kalau saya wawancara untuk dimuat?" tanyaku. Dia melirikku. "Lalu, menurutmu, untuk apa aku sengaja menyapamu,.." katanya.

Wah, kesempatan emas!

Secepat Si Buta Dari Gua Hantu, kuraih ransel yang teronggok di dekat kakiku, kurogoh dan sejurus kemudian, sebuah MP3 recorder bermerk Sony sudah di tangan. "Saya rekam ya bu," kataku sambil menyorongkan MP3 hitam itu ke lebih dekat pada perempuan bernama asli Kristiani Herawati itu. Dia mengangguk. Mulutnya mengunyah pelan.

"Pertanyaan standart, apa yang membuat ibu ke pasar Tanah Abang?" tanyaku. "Saya habis ketemu Tommy,.." katanya pendek. "Tommy? Tommy Winata?" Aku meyakinkan. Dia mengangguk. Ani menjelaskan, Tommy dan dirinya adalah kawan lama. Waktu SBY "belum jadi apa-apa", Tommy dan dirinya sudah pernah berbisnis. "Waktu itu saya bisnis nener, tahukan, itu anak ikan bandeng," jelas perempuan yang menikah dengan SBY pada 30 Juli 1976 ini. Aku menggangguk.

Persahabatan itu terus berjalan, meski Ani sudah meninggalkan bisnis nener, karena SBY menjadi Presiden RI. Nah, dua hari lalu, Tommy menelepon, dan mengabarkan tentang bisnis multy level marketing (MLM). "Ah, masa orang sekata Tommy masih bermain MLM?" tanyaku. Sebuah gigitan krupuk menutup pertanyaan itu. Kresss!! Ani sedikit tertawa, sembari mengusap bibirnya dengan tisu. "Ini bukan MLM biasa, kita akan MLM helikopter, sudah lah, kalau saya omongkan semua, bisa-bisa akan muncul banyak saingan, bisa ganti topik?" katanya.

Meski ingin tahu lebih jauh, Aku memilih menghormati keinginan Ani. Dan melanjutkan wawancara? "Ini soal buku Gurita Cikeas karya George Junus Aditjondro, komentar ibu?" Ibu Ani memandangku dengan tajam. "George itu kurang ajar!" katanya. Menurutnya, isi buku yang belakangan heboh itu jelas-jelas sebuah penghinaan bagi keluarganya.

Alasanya sederhana, kalau memang SBY mau, mengapa cuma Rp.6,7 trilyun. "Pokoknya, kalau saya ketemu George, akan saya potong rambutnya yang gaya penyanyi dangdut itu!" katanya. "Lho, bukankah buku harus dibalas buku?" aku penasaran. "Eh, urusanku dong,..mau aku bayar joget kek,..potong rambut kek,..itu urusanku," Bu Ani ketus. Es teh manis yang tersisa separuh pun ditenggaknya sampai habis. "Ada bir-nggak?"

###

Hampir setengah jam sudah Aku dan Bu Ani menikmati soto dan es tawar itu. Keinginannya minum bir, aku ganti dengan es kelapa muda. Dia tidak menolak. Bahkan, menikmatinya. Kadang, dinikmatinya lonjoran kepala muda itu dengan atraktif. "Aku bisa makan kelapa muda ini lewat hidung," katanya. Dengan cekatan, dimasukkanya selonjor daging kelapa muda itu ke lubang hidung, dan sreeeeepppp! Huek!!!

"Bu,..omong-omong, katanya mau mencalonkan diri jadi Presiden RI ya,..kaya Hillary?" tanyaku. Bu Ani terbatuk-batuk. Bukan karena pertanyaanku, tapi, lonjoran daging kelapa muda itu tersangkut di kerongkongannya. Dengan terpaksa, kupukul tengkuknya. Belum ada reaksi. Dia tetap terbatuk-batuk. Kali ini, ku-jegug (ini bahasa Jawa. Artinya, kurang lebih, memukul dengan menggunakan kepalan tangan. Aku tidak menemukannya dalam bahasa Indonesia). Sebuah serpihan kelapa muda keluar dari mulutnya,..

Entah mengapa, aku gantian tersedak. Sesuatu tersangkut di tenggorokanmu. Aku terbatuk beberapa kali,..terbangun dari tidur. Kulihat seekor cicak dengan tubuh basah tergeletak di atas kasur,...jijik!!!

Bertemu Ani Yudhoyono

Iman D. Nugroho | Sebuah Cerpen

Pasar Tanah Abang, Jakarta suatu hari. Entah bagaimana, tiba-tiba motor yang lagi asyik kukendarai, terseok-seok. "Bocor,.." Yup. Seperti sebuah ritual, motor tua yang aku miliki [dengan kebanggaan karena uangnya bukan hasil korupsi], bocor lagi roda belakangnya. Sebuah angkot yang berada tepat di belakangku, membanting stirnya ke arah kanan, sambil menyalakan klaksonnya keras-keras. "Anjing lu!" teriak sopirnya.

Aku pura-pura nggak mendengar. Kalau aku sopirnya, pasti juga akan melakukan hal yang sama. Maklumlah, panas dan macet, sering membuat orang gampang emosi. Tak ada pilihan selain menuntun [serius, aku tidak menemukan kata "menuntun", dalam bahasa Indonesia]. Itu tuh,.berjalan di samping motor, sambil berpegang ada dua stir motornya. Seperti yang dilakukan orang-orang untuk mencari tambal ban. You know what I mean?

"Mas Iman ya?" Tiba-tiba seorang peremuan menyapaku. Aku terkejut. Bagaimana bisa, seorang ibu-ibu tua, yang berdiri di trotoar jalan sendirian, menyapaku. Kutepis kagetku, sambil kupandangai wajahnya. "Ibu siapa? tanyaku. Ia hanya tersenyum. Dari senyumnya, aku sempat menebak dia adalah Luna Maya, tapi kok agak gendut. Atau Miyabi? Nggak ah. Miyabi kan orang Jepang, nggak mungkin bisa bahasa Indonesia.

"Jangan kaget, saya Ibu Ani," katanya. Glodak!!! "Nggak usah pake glodak, saya memang memang Ani Yudhoyono, istrinya pak SBY," jelasnya. Aku hanya terpana. Mana mungkin, Bu Ani sendirian di tepi jalan yang panas di Tanah Abang. Sendirian lagi. "Ah, ibu bercanda," kataku pendek. Ia tersenyum. "Kok nggak ada pengawalan?" aku penasaran. "Siapa bilang saya sendirian, kamu lihat dua orang di sana itu, atau yang di sana?" katanya sambil menunjuk dua orang berjaket dan kacamata hitam di seberang jalan. "Mereka adalah Paspampres yang menjaga saya," katanya.

Aku masih tidak percaya. Kuamati wajahnya. "Iya,..memang mirip Ani Yudhoyono," kataku dalam hati. "Memang aku Bu Ani," katanya seperti mampu menebak hatiku.

###

"Ini sotonya, dan ini es teh tawarnya," kata pemilik warung sambil menyodorkan soto daging dan es teh tawar. Pertemuan dengan Bu Ani Yudhoyono di depan Pasar Tanah Abang itu mengantarkan kami ke warung Soto Daging di belakang Plaza Indonesia. "Sudah, kita makan dulu, biar Paspampres yang menunggui tukang tambal ban, menambal roda belakang sepeda motormu," katanya.

Memang, tak lama setelah Bu Ani memperkenalkan diri, seorang pria berbadan kekar mendatangi kami, dan nawarkan diri membantuku menambal ban. Bu Ani, mengajakku naik taksi ke warung soto ini. "Kalau memang anda Ani Yudhoyono, tolong ceritakan sedikit soal sosok Anii Yudhoyono?" tanyaku menguji. Dia tersenyum. Kalau dia berbohong, aku pasti tahu. Belum lama ini, aku googling sosok Ani Yudhoyono di internet, dan menemukan banyak data tentangnya.

"Oke. Saya lahir di Jogjakarta pada 6 Juli 1952. Artinya, umur saya 57. Suami saya, Susilo Bambang Yudhoyono, presidenmu itu [Aku tersenyum], dan punya anak dua. si Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono, yang sering kamu olok-olok di internet [aku tersenyum lagi, kali ini senyum sinis]. Saya pernah kuliah di UKI [Universitas Kristen Indonesia], tai tidak selesai, dan melanjutkan di Universitas Universitas Merdeka samai tamat,..trusss,.." katanya.

"Sudah-sudah,.." aku menyela.

*bersambung bagian kedua, klik di sini.

24 December 2009

[ Atmosphere ] Abdi

oleh: Syarief Wadja Bae

Gelombang kali ini mengingatkan kita tentang abdi.
Gelombang kali ini bukan pertanyaan yang harus kita jawab dengan membusungkan dada.
Gelombang kali ini adalah hakikat padi, ruang cermin, dan aksara mata batin.

Ini gelombang menampar kita dengan bunga cinta. Mencubit kita dengan rasa jijik paling indah yang selama ini kita lupa..

Harusnya kita paham tentang kehadiran kita disetiap Lekuk aliran gelombang kali ini. Gelombang tak pernah putus. gelombang kali ini bagai senyum pelangi yg menempel pada dinding gelap yang kita buat. ini gelombang

Gelombang ini mengantarkan kita pada tikungan dengan teks yang besar.

*puisi-puisi lain klik Atmosphere di sini.
foto doc

23 December 2009

The 3rd International Classical Car Show of 2009

Iman D. Nugroho














The 3rd International Classical Car Show of 2009 is officially open in Kartika Expo Center of Jakarta, this Wednesday, December 23,2009 . More than hundreds cars took part in this exhibition which also held a workshop to explore how to restore classic car. This event will held until December, 27.

-----------

Jakarta’s were treating to entertainment back before the Christmas and New Year holidays. The latest entertainment could be the automotive exhibition called 3rd Otoblitz International Classic Car Show of 2009 (OICCS) which held in Kartini Hall of Jakarta. The show is officially open this Wednesday, December 23, 2009 until December 27, 2009. “I hope the spirit of old car lovers will arise through this event,” Asman Osman, founder of OICCS said.

Different with the previous International Classic Car Show, this year show, which using Classic for the Next Green Generation as a theme, gives more benefit for the Jakarta people. Especially, workshop to learn how restore classic car. “We like to transfer the passion and knowledge about classic car through that workshop, and it will guided by our team called Project O,” Asman said.

Other knowledge for the people can get from this exhibition is the history of the cars. Mostly cars, which take a part on OICCS, were a junk car, badly damage, even with no machine on it. Through the restoration process, those car changes to be awesome classic car with blink paint on their entire body. How they do that? The answer of it can get on workshop. Start with how to do sandblasting, bodywork, choose the paint, accessories chrome process until how take care classic cars.

Bambang R Effendi, Head of Indonesia Old Car Community [PPMKI] said classic cars exhibition, especially OICCS, always made him and of course the entire member of classic car community proud. It has also become a proof for the people whom might be doubtful with old car that old and classic cars it is not always bad and not feasible on the street. “I heard that government wants to ban classic cars on the street, it is not right because even our car is classic but ours can still able to run on the street,” he said.

Classic car has something that new car has not have. That is a history. For example one legendary car which take part on this event. The car was belonging to Indonesia First President, Soekarno, Chrysler 1952 and Cadillac Fleetwood Limo. “Those cars are still throw out the prestige even it’s very old now. The careness of the owner made the conditions still in a good condition,” he said.

International Classic Car Show of 2009 divides cars on nine different themes. European Sport, Japanese Samurai, Italian Exotic Cars, Future Classic, Muscle Car Legend, Hot Rod Alley, Indonesia presidential Limo, Rally and Racing Replica, Mercedes Benz E-volution, General Motors and Mini Cooers 50 years Anniversary.

20 December 2009

Konser Koin untuk Keadilan

Iman D. Nugroho

Konser Koin untuk Keadilan atas kasus prita Mulyasari digelar di Hard Rock cafe Jakarta, Minggu ini. Dalam acara itu tampil tiga puluhan band. Dalam acara itu, tidak ada satu band un yang dibayar, Seperti tampak ada gambar, Band Nidji sedang beraksi dalam acara itu. Nidji mencipta lagu khusus untuk prita Mulyasari.

19 December 2009

Mencintai Batik Adalah Mencintai Indonesia

Balgis Muhyidin

Sebelum tanggal 15 oktober lalu, saya menerima banyak sms yang berisikan ajakan untuk mengenakan busana batik di hari tersebut. Sebagai bentuk solidaritas terhadap pengukuhan batik oleh Unesco sebagai warisan budaya asli Indonesia. Namun ketika di hari H, saya me reply sms teman-teman tersebut dengan pertanyaan: Apakah anda menggenakan batik hari ini?. Jawaban yang saya terima beragam. Ada yang menjawab, ya iyalah masak iya donk. Atau cukup dengan yoi. Dan he..he… lupa.

Dalam beberapa bulan terakhir ini (khususnya di Surabaya) banyak pameran bertajuk batik. Ada pameran khusus batik, batik dengan handycraft lainnya ataupan pameran lain namun menempelkan unsur batik. Dari pengamatan saya, remaja pun banyak yang mengenakan batik dan mereka tidak nampak jadul (jaman dulu). Model dengan bahan dasar batik yang ditawarkan saat ini mempunyai banyak pilihan. Hal ini menjadi angin segar bagi pengrajin, dengan banyaknya kesempatan pameran mereka memunyai banyak kesempatan untuk memasarkan hasil karyanya.

Batik, sebagai sebuah produk sebagaimana pergeseran jaman, batik juga mengalami perubahan. Meskipun masih ada batik yang tetap mempertahan pakem dengan tetap mempunyai makna filosofi pada setiap motifnya. Misalnya motif kuno Sidomukti, biasa dipakai pada saat pernikahan dengan harapan pernikahan tersebut akan langgeng dan membahagiakan. Atau motif kuno Satrio Manah, yang mempunyai arti bahwa pemakai batik ini adalah orang yang menjunjung tinggi moral dalam mencapai tujuannya. Di Jawa Timur, motif kuno yang mirip motif batik kuno dari Solo dan Jogja banyak ditemui salah satunya pada batik tulis yang berasal dari Tulung Agung....

*klik di sini [ My Family] untuk versi lengkapnya.
*photo by galursoleil.files.wordpress.com

17 December 2009

Rano Karno Merasa Panitia FFI Ceroboh

Iman D. Nugroho

Artis Rano Karno yang juga Wakil Bupati Tangerang menilai panitia pelaksanaan Festifal Film Indonesia [FFI] 2009 ceroboh. Hal itu tampak ketika pelaksanaan FFI di sela-sela acara Dahsyat RCTI, belum lama ini. "Saya saksikan di televisi, saat penyerahan penghargaan untuk Sophan Sopiaan, suasana tidak khidmat. Bahkan malah ramai oleh teriakan penonton di bawah panggung," katanya.

Hal itu terjadi, menurut Rano, karena panitia FFI yang diserahkan kepada stasiun TV yang bersangkutan tidak memahami esensi pemberian hadiah ada Sophan Sopiaan. Bahkan, secara teknis, panitia pelaksana juga tidak cermat untuk fokus pada acara itu. "Kalau mereka [panitia] mau, seharusnya saat pemberian anugerah keada Sophan, mike di penonton dimatikan sementara." jelasnya.

Rano menggarisbahawi, pengkaitan acara penganugerahan FFI di acara televisi, kemungkinan berkaitan dengan dana yang tidak mencukui. Namun, merasa aneh dengan panitia FFI yang tidak mengundang dirinya. Padahal, dalam dunia film Rano bukanlah orang baru dan masih layak diperhitungkan, mengingat kiprahnya selama ini. "Mungkin saja mereka lupa, semoga pelaksanaan tahun depan bisa lebih baik," katanya.

16 December 2009

Musik Dalam Definisi Purwa Caraka

Iman D. Nugroho

"Bagaimana Nahla? Apakah grogi?" tanya Purwa Caraka. Nahla menggeleng. Purwa tersenyum dan mulai meminkan intro musik. Hampir bersamaan, Nahla menggesek biolanya. Sebuah lagu bergaya Irlandia milik The Corrs pun mengalun. Penonton terkesima. Kolaborasi Purwa Caraka and dan gadis berusia 14 tahun itu tersaji sempurna.

Applause panjang menyambut berarkhirnya duet Nahla dan Purwa Caraka. Belum selesai penonton menahan napas, kembali Nahla beraksi. Kali ini, lagu asli Jakarta berjudul Jali-Jali mengalun rancak. Goyangan tubuh gadis itu mengambah atraktif aksinya. Beberapa modifikasi violin yang dimainkannya, menambah asyik performa murid Purwa Caraka Music Studio (PCMS) Bintaro itu. Purwa yang saat itu memainkan piano, tidak kalah tangkas. Jemarinya mengikuti kelincahan gesekan biola Nahla. Untuk kesekian kali, tepuk tangan menggema di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Selasa (15/12) malam.

Penampilan Purwa Caraka dalam World Music Fertival IV 2009 ini benar-benar menjadi penutup pagelaran tahunan yang mengasyikkan. Apalagi, dalam pagelaran itu Purwa menyajikan beberapa karya hasil eksplorasi musical yang didapatkannya dari berbagai tempat di dunia. Tidak hanya di Indonesia. Mulai India, Spanyol, Afrika, Irlandia, Inggris, Eropa Timur dan tentu saja Indonesia. Termasuk berbagai genre clasik, pop hingga dangdut.

Purwa jelas tidak sendirian. Dalam acara bertajuk Music My Personal Definition itu Purwa ditemani oleh tim inti music yang sudah 15 tahun malang melintas bersama Purwa Caraka. Tentu saja, hal itu berbuah tampilan yang luar biasa. Pagelaran itu dibuka dengan lagu Ratapan Anak Tiri yang diubah menjadi lebih megah. Dentingan piano Purwa “bertarung” akrab dengan instrument lain. “Saya tidak tahu, apakah generasi sekarang masih mengenal lagu itu,” Purwa berseloroh.

Usai lagi pertama, Purwa menggebrak dengan lagu berjudul Moteno Café dari Spanyol. Di Indonesia, lagu ini sudah mengalami penggubahan menjadi lagu Kopi Dangdut yang dipopulerkan oleh Fahmi Alatas. “Ini lagu aslinya,” kata Purwa. Suara seruling meliuk-liuk di awal menambah keceriaan lagu ini. Dari 150-an penonton, hampir semuanya menggoyangkan kaki mengikuti irama. Kendang yang ditabuh pun menyuguhkan atmosfir dangdut yang khas. Apalagi, disambung dengan lagu Mawar Merah milik Rhoma Irama. Penyanyi senior Trie Utama hadir dalam lagi ke empat, Dunia. Lagu yang beraransemen India ini memiliki ketukan ¾, sehingga cukup sulit dimainkan.

Usai mengeksplorasi dangdut, Purwa mengajak penonon ke Eropa melalui lagi karangan Redrigo berjudul Concerto de Arangues. Lagu yang dipopulerkan oleh Chic Corea ini sengaja dimodifikasi menjadi lagu baru oleh Purwa dan band-nya. Petikan gitar klasik diawal sangat menyayat. Apalagi ketika berpadu dengan flute dan ketipung di tengah-tengah lagu. Selanjutnya, Nahla, sang violin cilik hadir menggetarkan panggung. Dua lagu milik The Corrs dan Jali-Jali yang menuai applause seperti mengantar manis lagi Eropa Timur berjudul Cardas. Duet piano dan violin dalam lagu ini, seakan tidak terpisahkan.

Purwa menutup pagelarannya dengan duet bersama composer dan pianis Marusya Nainggolan, Ensemble Drum Purwa Caraka Music Studio Cempaka Putih dan Purwa Caraka Music Studio Choir. Dalam sesi terakhirnya ini, Pemilik Purwa Carakan Musik Studio di berbagai kota besar di Indonesia ini kembali mengeksplorasi music Indonesia. Kali ini dari Batak dan Bali. “Bahasa music adalah bahasa universal. Semua bisa bertemu dalam satu panggung,” kata Purwa.

Di sela-sela pagelaran, Purwa kembali menegaskan pentingnya masyarakat member tempat music-music yang memerlukan talenta luar biasa. Tidak hanya music popular yang banyak beredar di televisi. “Harus ada orang-orang yang peduli dengan music semacam ini, karena talenta asal Indonesia itu luar biasa,” katanya. Untuk itu, Purwa mengingatkan peran pemerintah untuk memberikan anggaran lebih bagi tempat-tempat yang sering menyelenggarakan pagelaran serupa. “Apa mesti menungg saya jadi presiden,” selorohnya disambut applause panjang.

Purwa Caraka Personal Difinition

Iman D. Nugroho

Purwa Caraka mengisi World Music Festival di Gedung Kesenian Jakarta [GKJ], Selasa [15/12] malam. Dalam pagelaran itu, Purwa didukung oleh puluhan musisi dan menyajikan sembila komposisi yang diramu dalam berbagai aroma. Mulai jazz, pop, tradisional hingga klasik. Seperti tampak pada gambar, Purwa berkolaborasi dengan PCMS Choir yang sedang bergaya tari kecak Bali.

15 December 2009

Memutarbalikkan Legenda Untuk Haha-hihi

Iman D. Nugroho

Bagaimana bila cerita legenda di bolak-balik? Film Bukan Malin Kundang adalah jawabannya. Di film ini, cerita anak durhaka yang menjadi batu dimodifikasi. Justru sang ibu yang menjadi batu.

Ryan (Ringgo Agus Rahman) terperanjat. Setelah dicari-cari, sang ibu ternyata sudah berubah menjadi batu. Dua sahabat Ryan, Ado (Desta) dan Luna (Sissy Priscillia) tak kuasa melihat kesedihan sahabatnya, dan berusaha mencari solusi untuk masalah Ryan. “Seperti legenda Malin Kundang,” kata Luna meyakinkan Ryan. Ketiganya pun berusaha mencari cara untuk mengubah sang ibu kembali menjadi manusia. Petualangan pun dimulai.

Penggalan kisah di atas adalah titik awal cerita dalam film Bukan Malin Kundang. Film yang menceritakan kisah Ryan, Ado dan Luna itu memang menarik perhatian. Terutama judul dan temanya yang dekat dengan cerita legenda termasyur di Indonesia, Malin Kundang. Malin Kundang adalah legenda dari daerah Minangkabau, Padang, Sumatera Barat, yang menceritakan sosok Malin, anak durhaka.

Malin yang sejak kecil diasuh sang ibu, tiba-tiba saja menjadi sombong saat sudah kaya raya. Apalagi, Malin memiliki istri anak seorang raja. Suatu ketika, Malin bertemu dengan ibunya, setelah bertahun-tahun merantau. Sayang, Malin tidak mau mengakui sosok perempuan tua dan miskin itu adalah ibu kandungnya. Sang ibu yang murka, mengutuk Malin dan seluruh kekayaannya menjadi batu.

Sebagian orang meyakini cerita ini sebagai sebuah kebenaran, lantaran sampai saat ini batu Malin Kundang itu bisa ditemui di pantai Air Manis, Padang, Sumatera. Sebagian lain menilai kisah itu hanya rekaan semata. Apapun itu, cerita tentang Malin Kundang tetap ada sampai sekarang.

Nah, berbeda dengan cerita Malin Kundang asli, film Bukan Malin Kundang garapan sutradara Igbal Rais ini justru berbeda. Ryan, Ado dan Luna menjadi tokoh utama dalam film yang naskahnya ditulis oleh Semali dan Hilman Rais ini. Ketiga sahabat ini adalah mahasiswa yang jarang ke kampus dan memiliki kebiasaan jahil.

Ryan hidup berdua bersama ibunya. Pemuda manja ini selalu memperlakukan sang ibu yang single parent itu dengan semena-mena. Sementara, Ado memiliki keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang sangat banyak. Karena itulah, Ado merasa tidak pernah mendapat perhatian. Luna lain lagi. Perempuan satu-satunya dalam tiga sahabat itu justru merasakan over protective dari kedua orang tuanya.

Hobi mereka yang suka menjahili orang kini kena batunya. Ryan dengan semena-mena mengikat Rapiah, seorang nenek renta (Aming) di atas tiang listrik. Hanya gara-gara menghalangi jalan. Nenek yang marah itu mengutuk Ryan. Saat pulang, Ryan mendapati sang ibu tidak ada di rumah.

Hingga akhirnya, keesokan ketiga sahabat itu menemukan sebuah patung yang dinilai sebagai patung sang ibu. Ketiganya berusaha keras mencari cara menyembuhkan kutukan itu. Mulai membawanya ke Dukun (Joe P Project) hingga menculik Nenek Rapiah untuk dipaksa memaafkan Ryan dan menarik kutukannya.

Untuk sebuah film komedi, cerita Bukan Malin Kundang terasa lebih fresh, dibanding cerita film komedi yang belakangan hanya dibuat bertemakan persoalan cinta semata. Apalagi film ini juga mengusung nilai-nilai lama yang, mungkin, sudah jarang sekali dibicarakan. “Karena itulah, saya merasa tertantang mengerjakan film ini,” kata Iqbal Rais, sang sutradara. Apalagi, tantangan lain yang dihadapi adalah tidak mengabaikan cerita asli, Malin Kundang yang syarat nilai.

Bagi Semali dan Hilman Mutasi, pembuatan naskah film yang didasari oleh cerita sebuah daerah tertentu, dan kemudian dipelesetkan, menjadi tantangan tersendiri. Tak heran, bila dalam proses membuat naskah ini, Semali dan Hilman perlu berbulan-bulan diskusi. “Sharing sangat penting, untuk tidak meninggalkan esensi cerita asli, tapi dengan sentuhan baru versi kekinian,” kata Semali. Bila meleset sedikit saja, bisa jadi akan mendapatkan cap pelecehan.

Namun, saat film itu sudah selesai dibuat, justru Igbal Rais, Semali maupun Hilman malah bangga. Penggarapan dan peran artis yang bermain dalam film ini berhasil menambah bobot film yang akan ditayangkan pada 23 Desember 2009 ini. Tidak jauh dari Hari Ibu Nasional pada 22 Desember. Ringgo Agus Rahman, Desta dan Sissy Priscillia menjadi sosok yang tidak bisa dilepaskan dari film yang mulai digarap pada awal Oktober 2009 ini.

Ringgo Agus Rahman yang dalam film itu diceritakan sebagai anak manja dan bengal, menilai film ini pantas ditonton anak muda agar lebih mengerti arti orang tua di masa sekarang. “Kalau Aku sih, melihat film ini sebagai dedikasi untuk orang tua, terutama ibuku,” katanya. Ringgo mengaku, hubungannya sangat dekat dengan sang ibu. “Sampai kelas 1 SMP, aku masih tidur sama ibuku lho,” kenangnya.

Meski diwarnai dengan kedalaman makna, film Bukan Malin Kundang tetap saja memiliki kekurangan. Penggambaran ketiga tokoh utama sebagai sosok yang manja dan bengal, terlalu berlebihan dengan seringnya ketiganya memaki di sela-sela parody sarkasme. Film ini juga mengabaikan nilai-nilai lain berupa penghapusan stereotypes karakter etnis tertentu.

Well, apapun, tak ada salahnya melihat Malin Kundang dalam bentuk lain.

*photo by Rapi Film

Memang Bukan Malin Kundang, kok,..

Iman D. Nugroho

Film ini memang bukan tentang legenda Malin Kundang namun ceritanya hampir mirip, terutama dalam hal “Patung Batu” dan “Kutukan”. Bedanya, kalau dalam legenda Malin Kundang diceritakan sang anak yang menjadi batu, dalam film ini, justru sang ibu yang membatu. Kok?

Kisah ini dibawa oleh karakter anak-anak muda bernama RYAN (Ringgo Agus Rahman), ADO (Desta) dan LUNA (Sissy Priscillia), mereka ini boleh dibilang anak kuliahan yang jarang ke kampus atau anak kampus yang jarang kuliah. Mereka bersahabat, karena sama-sama suka nongkrong dan suka jahil. Ryan hidup berdua bersama ibunya, Ryan anaknya manja ngga ketulungan, semua kebutuhan Ryan disediakan oleh Ibunya yang nota bene Single Parent. Lain halnya dengan Ado, yang berasal dari keluarga besar.

Kayaknya Ibu dan Bapak Ado tak mengenal istilah KB (Keluarga Berencana) atau bagi mereka KB itu mungkin artinya Keluarga Besar dan membuat Ado kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Beda lagi sama Luna, orang tua Luna amat sangat memperhatikan Luna, malah cenderung over protective, setiap saat Luna dipantau keberadaannya, Luna menjadi pribadi yang Manis Di Dalam Liar Di Luar.

Hobi mereka yang suka menjahili orang kini kena batunya, karena kejahilan mereka sudah melewati batas. Suatu hari Ryan dengan semena-mena mengikat seorang Nenek-nenek renta (Aming) di atas tiang listrik, hanya gara-gara menghalangi jalan. Bagi Ryan hal itu buat lucu-lucuan aja…Nenek yang emosi lantas mengutuk Ryan. .

Saat Ryan pulang, rumahnya kosong Ibunya entah ke mana, Ryan malah senang, Ia mengajak Ado dan Luna untuk datang ke rumahnya. Sepanjang malam mereka bercanda, heboh dan gila-gilaan. Hingga esok harinya mereka menemukan Patung Batu perempuan yang berwujud Ibu Ryan. Dengan bantuan internet dan ke’sok-tahu’an mereka, kejadian ini mereka hubungkan dengan Kutukan seperti legenda Malin Kundang, tapi bedanya yang menjadi batu bukan anaknya tapi ibunya.

Untuk mengembalikan Ibunya menjadi manusia, Ado membawa mereka termasuk Patung Ibu Ryan ke Poliklenik, tempat praktek dukun-dukun paranormal. Dari salah seorang Dukun paling top (Joe P Project) Ryan diharuskan mencari Nenek-nenek yang pernah dijahili untuk menarik kutukannya.

Mencari nenek-nenek di kota Jakarta bukanlah pekerjaaan yang mudah, yang mereka ingat hanyalah sang nenek suka memakai topi kembang. Manakala bertemu dengan Pak Sabeni (Jaja Miharja), lelaki 5 jaman, kakek satu ini sudah pernah mengencani wanita sejak jaman kemerdekaan hingga jaman reformasi. Lewat informasi dari Sabeni, Ryan berhasil menemukan Nenek bertopi kembang, Nenek Rapiah namanya.

Perjalanan pencarian Nenek Rapiah (Aming) menjadi petualangan seru, emosional dan menggelikan. Persahabatan Ryan, Ado & Luna pun menjadi taruhannya. Apa yang akan terjadi dengan patung ibu Ryan?

*photo caption: Ryan, Ado dan Luna berdiri di samping patung sang ibu.

11 December 2009

Lelang gambar untuk pengobatan kartunis RA Kosasih

Press Release

Siti Gahara dan Gina, keduanya adalah tokoh pahlawan komik yang diciptakan dari dua tangan komikus Indonesia , yaitu R.A. Kosasih dan Gerdi WK. Kedua tokoh itu dipertemukan oleh Gerdi WK dalam lukisan teranyarnya ini. Siti Gahara dan Gina digambarkan sedang menghadapi serbuan dari tokoh-tokoh dalam komik luar seperti Doraemon, Spiderman, Superman, dll.

Secara simbolis, lukisan ini menggambarkan kondisi dunia komik Indonesia saat ini yang banyak ‘diserbu’ oleh komik-komik asing. “Jangan Menyerah!” pesan Gerdi WK dalam lukisannya ini. Komik-komik asing boleh saja datang dan berkembang di Indonesia , tapi komik Indonesia harus tetap bangkit!

“Pameran Cergam 2009” mengadakan acara lelang gambar karya Gerdi WK (komikus GINA) yang hasilnya akan disumbangkan untuk membantu pengobatan R.A Kosasih. Lelang dibuka secara online sejak kemarin melalui group facebook ‘Festival Komik Indonesia’ dan akan ditutup pada hari kamis pk 24.00, kemudian angka terakhir akan dibawa di acara lelang terbuka yang akan diadakan pada hari Jumat, 11 Desember 2009 pukul 19.00 – selesai di Perpustakaan Depdiknas.

Sebelum acara lelang, juga diadakan acara launching komik Gina berjudul ‘LAILA’ yang akan dimulai pk. 18.00 – 19.00 di tempat yang sama. Gina adalah tokoh komik Indonesia ciptaan Gerdi WK yang cantik dan memiliki kekuatan sakti. Komik Gina pertama kali muncul tahun 1972 dalam episode Gina vs Siluman Ular. Kini Gina hadir kembali dalam episode 'LAILA.'

Untuk pasang harga lelang, silahkan kunjungi link berikut ini melalui fecebook anda: http://www.facebook.com/photo.php?pid=2974458&o=all&op=1&view=all&subj=334398650430&aid=-1&id=587387091&oid=334398650430

Pameran Cergam itu sendiri berlangsung tanggal 1-12 Desember 2009 (senin-sabtu) di Perpustakaan Depdiknas. Selain memamerkan karya-karya komikus Indonesia , kami juga bersama CerGam Center akan mengadakan workshop Comic For Everyday untuk anak dan remaja (usia 9-18 tahun) di hari Sabtu (12/12).

Pameran Cergam merupakan bagian dari rangkaian acara Festival Komik Indonesia yang akan diselenggarakan pada 26-28 Februari 2010 di Pasar Festival (Kuningan, Jakarta ). Festival Komik Indonesia akan menjadi ajang perayaan komik dengan tema “Berani Ngomik!”. Dalam Festival ini kami mengajak masyarakat untuk berani berkarya melalui komik dan turut dalam barisan membangkitkan perkomikan Indonesia . Festival Komik Indonesia akan diramaikan dengan acara bursa dan pameran komik, talk show, lomba-lomba, temu penggemar dan book signing, peluncuran komik, putar film dan hiburan.

10 December 2009

Slank di Yap Thiam Hien Award

Iman D. Nugroho

Kelompok musik Slank menghibur mengunjung dalam Yap Thiam Hien Award di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis [10/12]. Dalam acara itu Pastor Yohanes Jonga dianugerahi penghargaan Yap Thiam Hien 2009. Acara yang digelar setiap tahun ini diberikan bagi orang-orang yang dianggap melakukan hal baik untuk membela HAM orang-orang yang tidak punya hak suara.

08 December 2009

Tari Padang Pasir di Sudut Kemang

Iman D. Nugroho

Pekan lalu, tari perut “menggoyang” salah satu sudut Jakarta. Di sebuah kafe di wilayah Kemang, Jakarta Selatanlah pertunjukan tari perut itu digelar. Goyang dan gemulai penari dengan perut terbuka yang merupakan tari khas negeri arab itu, seakan mengantar pengunjung ke negeri di mana tokoh film Alladin berasal. “Meski sulit pada awalnya, tapi tarian saya menjadi lebih bermakna pada akhirnya,” kata Kamal Al Bayaty, sang koreografer.

Bila Anda hadir di Kafe Shisha Kemang malam itu, bisa jadi Anda akan merasa “terbang” ke Negeri Padang Pasir. Entah, Saudi Arabia, Iran, Arab atau bahkan Afghanistan. Karena memang seperti itu adanya. Di kafe yang menyajikan makanan-makanan timur tengah itu menyajikan pula Classical Arabian Dance dengan Fashion Show. Tentu saja, fashion show dengan “rasa” yang sama: Arabian Taste.

Desain panggung itu sebenarnya sederhana. Hal yang menampakkan kesan Arab, adalah background reruntuhan bangunan tua, dengan gunung pasir di belakangnya. Lembaran kain transparan yang menaungi memunculkan kesan pertunjukan itu dilakukan di dalam tenda khas padang pasir. Juga lighting warna-warni dari lampu yang juga berdisain senada.

Penari dari Sahara Dance dan kelompok balet Sumber Cipta dipilih sebagai penyaji karya Kamal. Kepiawaian mereka mengolah tubuh dan ballet, merupakan “bahan baku” yang bisa diolah sesuai besutan koreografer asal Irak itu. Empat penari membuka pagelaran itu adalah Veil Dance (tari cadar). Goyangan pinggul yang menjadi ciri khas tarian itu, berpadu apik dengan gerak bahu yang tak henti mengikuti irama padang pasir. Selendang transparan yang digunakan sebagai dari asesoris kostum semakin membuat tarian pembuka ini lebih kental nuansa Timur Tengah-nya.

Sebuah tarian berjudul Sufi, menjadi kekuatan pagelaran ini. Lima penari, yang satu di antaranya adalah laki-laki memberikan kesan berbeda. Belum lagi kekuatan ekspresi wajah yang dimiliki Sicko, sang penari laki-laki, begitu menonjol dari seluruh penari perempuan yang “menghiasi” tarian dengan kecantikan dan gemulai mereka. Kostum Sicko yang sederhana, hanya kaos dan celana pendek hitam plus selendang transparan yang juga berwarna hitam sebagai penutup pinggul hingga lutut, membuatnya lebih menonjol.

Kekuatan ballet dan tari perut kental terasa dalam tarian berjudul Still Ways to Live yang dimainkan oleh Yuni, salah satu anggota Sumber Cipta. Gemulai tubuh Yuni dalam tarian itu kental dengan gerakan-gerakan ballet yang sulit. Apalagi, ritme musik yang turun naik membuat gerakan ballet dalam tarian itu menjadi lebih hidup. Applause panjang menjadi penutup tarian ini. Juga ketika Suzi dan Sicko membawakan tarian berjudul Final.

Dua penari ini seakan “menenggelamkan” penonton dalam romantisme gaya Arabian dan Eropa dalam satu waktu. Suzi yang mengenakan pakaian serba putih, bagai angsa yang menari di oase di tengah gurun. Sementara Sicko coba menggodanya dengan gerakan-gerakan tegas dan lugas. “Saya ingin mengubah image tarian arab yang sering diidentikkan dengan tarian sex menjadi tarian yang lebih memiliki nilai seni tinggi,” kata Kemal.

Classical Arabian Dance dengan Fashion Show kali ini adalah pesta perpisahan Kamal Al Bayaty yang akan pindah ke San Paulo, Brazil, setelah 3,5 tahun mengajar tari di Jakarta. “Saya tidak mau meninggalkan Indonesia tanpa meninggalkan ilmu yang saya miliki, dan tarian malam inilah jawabannya,” kata bapak beranak dua ini. Untuk itulah, 30 penari yang disiapkan Kamal dalam event ini diharapkan bisa menjadi guru bagi penari lain

Kamal mengungkapkan, tidak mudah baginya mengajarkan Tari Perut kepada penari Indonesia. Terutama membiasakan sang penari untuk bisa bergerak bebas. Khususnya, gerakan bebas dari bagian tubuh dada hingga pundak. Penari Indonesia kebanyakan merasa risih menggerakkan dada dan pundaknya. “Mereka, seperti lebih senang membungkuk, untuk tidak menonjolkan bagian dadanya,” kata Kamal. Bisa jadi, tambah Kemal. Ketidakbebasan penari untuk menggerakkan dada hingga pundak itu terjadi karena pengaruh lingkungan.

Dalam budaya timur, perempuan seperti “diwajibkan” untuk melindungi atau menutupi bagian dadanya. Hal itu, jelas Kamal, membuat penari memilih untuk tidak terlalu mengeksplorasi bagian-bagian itu. Padahal, dalam tari perut, gerakan bagian dada dan pundak menjadi sesuatu yang penting. “Karena itulah, hal pertama yang saya perkenalkan kepada para penari ini adalah bagaimana “membebaskan” bagian tubuh dada dan pudak agar lebih bebas bergerak,” jelasnya.

Kebebasan gerak itu, menurut Kamal merupakan elemen terpenting dalam creasi tari miliknya. Semua gerakan tari yang diciptakan untuk pertunjukan kali ini, memadukan tari perut dan tari klasik Indonesia dan Eropa. “Biarkan gerakan, music dan busana yang dikenakan “berbicara” sendiri kepada penonton,” kata Kamal yang juga seorang desainer ini.

Meski awalnya sedikit memiliki kesulitan, tapi perlahan-lahan ke-30 penari itu mulai bisa lebih bebas bergerak. Dalam 12 pagelaran tari dan peragaan busana yang dilakukan malam itu, para penari seakan tak ragu lain menggerakkan seluruh tubuhnya dalam lagu rancak irama padang pasir. Dalam tarian berjudul Wardah With Solo Drum misalnya. Enam penari, Lia, Emma, Tata, Tina, Yulia dan Jenny menyajikannya dengan sangat apik.

Kamal sendiri menunjukkan keahliannya malam itu dengan membawakan tarian berjudul Goodbye Dear. Tarian yang mengekspresikan kesedihan karena harus meninggalkan Keindahan di Indonesia itu termanifestasi dalam gerakannya. “Terima kasih kawan-kawan di Indonesia, saya akan melanjutkan kehidupan di San Paulo Brazil dengan mengajar tari di sana.” Katanya.