16 January 2010

Avatar dan Pesan Lingkungan di Dalamnya

Mario Manuhutu

”Wow!” Lagi-lagi James Cameron membuktikan kerja kerasnya. Cameron memulai penciptaan film “Avatar” sejak 1994. Sutradara peraih Academy Award pada 1997 lewat film epik “Titanic”, kembali membuat sejarah baru perfilman Hollywood. Film “Avatar” yang berkisah tentang bekas Marinir Amerika, Jake Sully (diperankan Sam Worthington) mampu memperoleh pendapatan tertinggi di Amerika dan seluruh dunia. Melampaui pendapatan film "Lord of the Rings: Return of the King" dengan 1,12 miliar dolar Amerika dan “Pirates of the Caribbean: Dead Man’s Chest" dengan 1,7 miliar dolar Amerika.

Bahkan “Avatar” meraih penghargaan Best Picture dari New York Film Critics Online, juga nominasi Broadcast Film Critics Association. Selain nominasi 67th Golden Globe Awards pada kategori Best Motion Picture – Drama, Best Director, Best Film Score dan Best Film Song bersaing dengan film “Inglourious Basterds”.
Cerita Avatar dimulai pada tahun 2154 saat Jake Sully (Sam Worthington) mengalami cidera kaki (kelumpuhan) akibat perang di bumi, terpilih dalam program Avatar. Avatar merupakan program pembuatan mahkluk yang mirip Na’vi sehingga memungkinkan Jake bisa kembali berjalan.

Jake secara kebetulan dipekerjakan dengan iming-iming gaji besar untuk meneliti kehidupan Planet Pandora. Na’vi digambarkan sebagai mahkluk aneh memiliki bahasa yang berbeda dengan manusia bumi. Berukuran lebih besar dan tinggi dari badan manusia, memiliki ekor yang mirip ekor kuda dan bertelinga panjang yang berujung lancip.

Nah, lembaga penelitian tersebut bekerjasama dengan perusahaan eksplorasi tambang dan institusi militer. Sesungguhnya, bukanlah Jake yang dipekerjakan, melainkan saudara kembarnya. Saudara Jake adalah seorang ilmuwan cakap dan telah meninggal. Jake yang menggantikannya, karena memiliki karakter fisik yang sama.

Avatar memukau berkat efek suara, grafis yang fantastis dan teknologi IMAX 3D yang menakjubkan. Avatar mengajak penonton berpetualang ke planet asing yang penuh intrik. Sebuah mode realistik yang satir, penuh kritik atas kekuasaan dan keserakahan. Misi Jake adalah mengendalikan Avatar-nya, mahkluk rekayasa genetika antara DNA manusia dengan Na’vi, yang selama ini menjadi kendala dalam penambangan unobtainium.

Perjalanan pertama Jake ke hutan gaib Pandora hampir saja merenggut nyawanya. Untunglah, si jelita Neytiri (diperankan Zoe Saldana) datang menyelamatkannya. Jake pun memulai petualangannya dalam memahami Na'vi dan dunia mereka.
Tugas utama Jake, meyakinkan para Na’vi agar eksodus ke tempat lain. Sebab hutan Pandora menyimpan sumber kekayaan alam yang berlimpah ”Logam Unobtanium” yang bernilai jutaan dolar. Akankah Jake berkhianat demi Unobtanium? Sutradara Cameron membingkai cerita Avatar dengan sejarah peradaban manusia yang penuh intrik, keserakahan dan dibumbui kritik terhadap rusaknya lingkungan.

Film epik ini sempurna secara visual dengan dukungan pemain yang berkarakter dan kokoh. Peran Sam Worthington begitu apik memainkan Jake Sully, yang digambarkan mengalami konflik batin dan terhimpit pada dua persoalan, yakni menyelesaikan tugasnya atau menyelamatkan warga Na’vi yang terancam musnah?

Bak realitas, warga Na’vi sangat spiritual, bertalian erat dengan lingkungan dan alam mereka. Seperti halnya nasib suku Indian kuno di Amerika yang terampas identitas, kebudayaan dan hak-hak hidupnya. Imajinasi Cameron begitu memukau, Pandora digambarkan sebagai taman surga ”firdaus” yang dihuni oleh sekumpulan mahkluk bertaring dan bercakar.

Film ini unik dan bertekstur mewah. Terlihat dari inovasi ”Virtual Camera”, seolah-olah film ini sedang melakukan syuting di dalam musik studio. Cameron, memang sutradara berbakat dan kreatif. Pantas saja, ia disebut-sebut sebagai pembuat film epik ”fiksi ilmiah” dan ”drama” berkelas dunia.

Sebagai perintis film Avatar, ia dan timnya berani membuat terobosan baru teknologi film dibanding sutradara lain, termasuk sistem "gambar-berbasis penampilan wajah", yang mengharuskan aktor menggunakan helm dengan kamera kecil. Hal ini memungkinkan pencatatan ekspresi wajah dan gerakan otot pada tingkat yang belum pernah dilakukan oleh sutradara lain.

Lebih dari satu petabyte (1.000 terabyte) penyimpanan digital yang diperlukan untuk semua komponen-- yang dihasilkan komputer-produksi film Avatar. Ini setara dengan 500 kali jumlah yang digunakan untuk menciptakan dan mengkaramkan kapal mewah bersama penumpangnya dalam film Cameron terdahulu. Film yang begitu masyur dan terlaris sepanjang sejarah, yakni film ”Titanic” (1997).

Klimaks Avatar dimulai dengan penggundulan hutan Pandora menggunakan bulldozer. Dalam sekejap, sebagian hutan gundul. Jake ”Avatar” yang berada di lokasi, sontak berusaha menghalangi gerak bulldozer. Namun, atas perintah dari pusat pengendali, bulldozer tetap bergerak membabat hutan-- tanpa mempedulikan warga Na’vi dan lingkungannya.

Demi meraih logam Unobtanium, Jake ‘diputuskan’ dari Avatar-nya. Alhasil, Jake tak ‘bernyawa’. Sehingga para Na’vi berjuang sporadis menghadapi pertempuran yang tak seimbang. Para militer bersenjatakan peralatan tempur yang canggih (modern), sedangkan pasukan Na’vi menggunakan busur panah.

Avatar menggambarkan sifat dasar manusia yang hakiki, yakni, betapa serakahnya sifat manusia bumi? Demi keuntungan dan sumber Unobtanium dihalalkan segala cara; merusak lingkungan dan membunuh!

Di sinilah, jalinan kritik (satir) atas realitas dimunculkan dengan cerdas oleh Cameron, bahwa tindakan nyata manusia terhadap lingkungannya tak lain; merusak dan membabat hutan-- yang merupakan paru-paru dunia demi dalih pembangunan. Sesungguhnya, keserakahan manusia dalam mengekploitasi alam merupakan gambaran nyata kolonialisme baru yang bernama ”Kapitalisme Global” di bumi.

Ada analogi, bahwa yang kuat menguasai yang lemah, merupakan hukum alam yang tak terelakkan. Warga Na’vi dan habitatnya terancam punah seperti halnya suku Aborigin (Australia) atau Indian (Amerika). Diakui atau tidak, manusia modern begitu arogan dalam menilai peradaban, baik dalam fiksi maupun realitas. Meskipun, tak semua manusia bersifat serakah.

Film ”Avatar” telah mengajarkan kita tentang hitam-putihnya kehidupan nyata. Namun jangan pesimis. Toh, masih ada manusia baik yang peduli atas kerusakan lingkungan dan global warming seperti Al Gore, Wakil Presiden Amerika dengan kampanye filmnya ”The Inconvenient Truth”.

Meskipun, belum banyak kesadaran yang timbul. Bahkan manusia tak bisa memprediksi, kapan kehancuran alam akan terjadi? Epilog film ini ditutup dengan cerita yang mudah ditebak. Tatkala para Na’vi nyaris patah arang (kalah berperang), alam memberikan dukungan dengan menyarang manusia. Serangan binatang-binatang besar dan sekumpulan Ikran yang tak terduga, membuat manusia terkejut, kocar-kacir, dan akhirnya kalah perang.

Neytiri, putri pemimpin Na’vi, menyebutkan bahwa bala bantuan yang diberikan alam kepada Na’vi dikarenakan Eywa (Tuhan) telah menjawab doa mereka. Eywa menghendaki adanya harmoni alam. Tak ada yang menguasai dan dikuasai, karena semua mahkluk saling membutuhkan. Seperti jawaban Eywa, ”Manusia harus hidup selaras dengan alam”.

Keberhasilan Cameron begitu luar biasa. Meskipun ada sisi minus dari penulisan skenario, tak sesempurna plot film Titanic. Avatar tetaplah keberhasilan Cameron dalam memadukan fiksi ilmiah, drama dengan basis dongeng. Konon, Avatar merupakan pertemuan film ”Dance with Wolves” dan ”Star War”. Film “Avatar” begitu memikat, bahkan terlaris di seluruh dunia!

No comments:

Post a Comment