29 August 2008

Rencana Fatwa Haram Rokok MUI Mulai Munculkan Konflik Horisontal

Pengusaha Tembakau Setuju Perda Rokok

Iman D. Nugroho

Wacana pengharaman rokok oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) mulai memunculkan konflik horisontal di masyarakat. Karena itulah, hendaknya MUI mempertimbangkan untuk tidak merealisasikan fatwa pengharaman rokok itu. Lebih manusiawi, bila MUI mengubah fatwa pengharaman rokok itu menjadi dukungan terhadap regulasi perokok. Hal itu dikatakan pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Timur usai bertemu dengan pengurus MUI Jawa Timur di Surabaya, Jumat (29/08/08) ini.


Dalam petemuan itu APTI Jawa Timur meminta MUI untuk mempertimbangkan kembali usulan sebagian kecil umat Islam yang tergabung dalam Dewan Dakwah Islamiyah yang mengharamkan rokok. Padahal, bila dilihat lagi, tidak ada satu pun ayat di kitab suci umat Islam, Al Quran dan Haditz Nabi Muhammad SAW yang meyebutkan hal itu. “Artinya, dalam Islam sendiri masih ada perdebatan antara boleh, mubah (sia-sia), makruh (lebih baik ditingalkan) dan haram (bila dilakukan berdosa),” kata Sekretaris APTI Jawa Timur, Abdul Hafidz Azis pada The Jakarta Post.

Karenanya, Abdul Hafidz yang juga pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulul al Anwar Tlogosari Madura ini menilai, tidak boleh sebuah umat mengklam hukumnya sendiri-sendiri. Apalagi, bila hukum itu kemudian dipaksakan kepada umat Islam yang lain. Terlebih, bila dalam kenyataannya, persoalan rokok membawa implikasi bagi penduduk yang lain. “Dalam tinjauan sosial-ekonomi, rokok itu masih merupakan persoalan yang penting, untuk itu tidak bisa diabaikan begitu saja,” kata Abdul Hafidz.

Di Indonesia, kontribusi tembakau tergolong tinggi. Jawa Timur sendiri adalah pemasok 53 persen tembakau di Indonesia, dari 20 kabupaten kota. Dengan jumlah itu, omset petani tembakau mencapai Rp.682 miliar/tahun, belum termasuk pengeringan. Tenaga kerja yang diserap dari sektor ini menjapai 27 juta orang. Yang fantastik, kontribusi nilai cukai rokok Jawa Timur menyumbang 78 persen dari APBN, yang didapatkan dari 1.367 pabrik rokok di Jawa Timur.

Dalam pertemuan itu, MUI mengatakan bahwa pihaknya hingga saat ini tidak memvonis dan mengharamkan rokok. Karena itu, MUI Jawa Timur melalui ketua MUI Abdussomad Bukhari menyarankan petani tembakau di Jawa Timur untuk tetap berproduksi seperti biasanya. “Kalau MUI tidak melarang, berarti tidak ada alasan bagi masyakat, khususnya petani tembakau, untuk gelisah atas usulan sebagian kecil dari umat Islam dan kelompok tertentu yang mengatasnamakan Islam,” kata Abdul Hafidz.

Lebih jauh, Abdul Hafidz merasa lega, karena MUI mau mendengar aspirasi masyarakat. Di tataran akar rumput, ada kegelisahan yang luar biasanya menyangkut wacana haram rokok ini. “Saya khawatir, masyakat bisa mereaksi dengan bahasa sendiri, bila wacana itu diteruskan,” katanya.

Di hari yang sama, masyakat Surabaya yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Kawasan Tanpa Rokok (Jangan Merokok) menggelar demonstrasi di Jl. Gubernur Suryo dan Jl. Pemuda Surabaya. Dalam demonstrasi itu, Jangan Merokok meminta DPRD Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya untuk segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Bebas Rokok. “Perda Kawasan Terbatas Rokok itu adalah peraturan paling maju di Indonesia untuk meregulasi hal tentang rokok, untuk itu harus didukung,” kata Yanti, juru bicara Jangan Merokok.

Dengan tidak adanya regulasi tentang rokok, kata Yanti, maka nasib perokok pasif tidak mendapatkan perhatian. Dan pada titik yang paling mengkhawatirkan, banyak anak-anak, ibu hamil dan kelompok rentan lainnya bisa terancam efek buruk rokok. Karena itulah, Jangan Merokok mendesak pimpinan DPRD Kota Surabaya mendorong kinerja Panitia Khusus Raperda Kawasan Bebas Rokok untuk bisa membuatkan hasil yang sesuai dengan aspirasi masyarakat.

No comments:

Post a Comment