Jojo Raharjo
Mari membedah film ”Percy Jackson and The Olympians: The Lightning Thief”, yang saat ini masih diputar di bioskop-bioskop jaringan 21 dan XXI.
Film Percy Jackson & the Olympians: The Lightning Thief bermula saat Percy Jackson yang berusia dua belas tahun mengetahui bahwa dirinya adalah anak blasteran antara manusia dan Dewa Poseidon. Dalam mitologi Yunani, Poseidon dikenal sebagai dewa pengusa laut yang memiliki senjata berupa triden dan dapat menyebabkan banjir dan gempa bumi.
Suatu saat, diawali dari kunjungannya bersama teman-teman sekolah di sebuah museum Yunani Kuno di Amerika, hidup Percy Jackson berubah. Saat tahu kedok siapa dirinya sebenarnya, Percy juga dikejar tuduhan sebagai tersangka pelaku pencuri petir milik Zeus. Sejak itulah, hidup Percy dan ibunya menjadi terancam. Akhirnya, ia harus melewati petualangan di tengah Amerika nan modern bersama tiga temannya untuk memburu pelaku pencurian petir Zeus yang sebenarnya, selain untuk menyelamatkan ibunya dan mencegah perkelahian antar dewa.
Film ini disutradarai Chris Columbus, pria di balik tiga film pertama Harry Potter. Beberapa bintang yang mendukung film ini antara lain Logan Lerman sebagai Percy, Brandon Jackson sebagai Grover dan Alexandra Daddario sebagai Annabeth.
Secara khusus, saya amati film ini tampil dengan kekuatan konten dan teknis sangat luar biasa. Di luar persoalan mitologi Yunani yang bercerita tentang kehidupan para dewa, sebenarnya film ini membuka cakrawala kita tentang adanya kehidupan di luar dunia yang biasa kita ketahui. Bahwa di alam semesta ini, ada sosok luar biasa yang mengendalikan seluruh kehidupan manusia dan fenomena alamnya. Selain itu, film Percy Jackson mengajarkan kasih yang begitu besar antara anak dan ibunya.
Maka, setelah pemutaran perdana untuk kalangan terbatas di Djakarta Theater XXI, saya berbincang dengan pengamat film Noorca Masardi. Noorca memuji film ini yang menampilkan perpaduan antara dunia mistik dan realistis. “Ini film fantastik dan sangat realistik, paduan antara mitologi dan kehidupan modern,” kata Noorca. Ia berpendapat, film ini memiliki kesamaan dengan Harry Potter. “Bedanya, Harry Potter hidup di dunia dongeng dengan tongkat sihir dan daya magisnya, sedangkan Percy Jackson lebih menonjolkan petualangan dan kemampuan olah fisik,” katanya.
Noorca Masardi juga menggarisbawahi teknologi gambar maupun efek dalam film Percy Jackson yang seolah membawa pemirsa langsung ke adegan riil pada film itu. “Teknologi komputer dan spesial efeknya sangat canggih dan luar biasa, seperti menjadi bagian dari keseharian. Bagaimana memanipulasi air, udara dan api, dan sebagianya, benar-benar realistis dan seperti yang kita khayalkan tentang adanya dunia di luar kenyataan,” katanya.
Itulah, kisah tentang Percy Jackson dan Pencuri Petir, film fiksi penuh makna yang di Amerika ditayangkan mulai President’s Day, yakni hari libur di Senin Ketiga Bulan Februari.
| republish | Please Send Email to: [email protected] |
No comments:
Post a Comment