12 February 2016

GAFATAR, KALIMANTAN DAN NEGERI BARU


Bagi warga eks Gafatar, kepergian ke Kalimantan adalah bagian dari Fase Hijrah, untuk menyambut Fase Perang, Fase Futuh (menang) dan pada ujungnya, Fase Khalifah, atau memiliki negeri sendiri. Sebuah peradaban Ilahiah baru berdasar “ajaran Ibrahim”.


Ribuan orang yang disebut sebagai eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), diusir dari Mempawah, Kalimantan Barat. Harta benda mereka dibakar oleh penduduk sekitar. 

Kini, mereka ditampung di kantong-kantong dinas sosial di beberapa kota di Pulau Jawa. Sebagian telah dipulangkan. Sementara pentolan mereka diproses secara hukum.

Begitulah. Gafatar menjadi buah bibir sepanjang Januari 2016. Organisasi metamorfosa Al Qiyadah Al Islmaiyah, yang didirikan oleh “Nabi” Ahmad Musadeq 2006 lalu, dan berubah menjadi Millah Abraham, lalu Gafatar ini, memang fenomenal.

Tanpa dipaksa, warga (begitu organisasi ini menyebut anggotanya) Gafatar meninggalkan kehidupan lamanya, dan pergi ke Kalimantan. 

Di lokasi itu mereka berkumpul, dan hidup sebagai petani. Komunitas ini membangun sejarah mereka, sampai sebuah kabar keluarga yang kehilangan anggota keluarganya menyeruak pemberitaan. Dan tiba-tiba, seluruh perhatian tertuju pada komunitas berjumlah 1500-an orang ini.

BELUM SELESAI

Siapakah mereka? Apa tujuan gerakan ini? Mengapa Kalimantan? Apakah mereka sesat? Pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba muncul mengiringi deras pemberitaan tentang Gafatar. 

Tak ada penjelasan secara pasti. Yang ada hanyalah komentar dari pemerintah yang secara tegas menyatakan: Gafatar sesat, dan secara resmi sudah dibubarkan.

Bagi warga komunitas Al Qiyadah Al Islmaiyah atau Millah Abraham atau Gafatar, tidak ada kata “selesai”. Karena memang begitulah adanya. 

Semua berawal dari sosok Ahmad Musadeq yang sampai saat ini masih dipercaya sebagai pimpinan spiritual. Bukan “nabi”, seperti yang banyak diberitakan, lantaran, tidak ada ajaran baru yang diciptakan olehnya.

Musadeq adalah sosok yang dipercaya akan mengembalikan lagi peradaban Ilahiah yang dulu pernah dibangun oleh Muhammad SAW di Madinah. Bagi komunitas ini, era Muhammad SAW sudah berakhir. 

Salah satu tanda-tandanya adalah kondisi kehidupan yang semakin lama semakin banyak persoalan.

Untuk melakukan perbaikan, jalan satu-satunya menurut komunitas Gafatar adalah kembali ke inti ajaran Ilahiah yang “murni”. 

Yakni, ajaran Nabi Ibrahim, bapak para nabi. Ajaran itu didapatkan dari intisari agama-agama turunan Ibrahim, yang dipelajari melalui kitab-kitab suci yang ada, Taurat, Zabur, Injil dan Alquran.

Khusus mengenai Alquran, komunitas ini hanya memakai surat-surat yang diturunkan di jaman Makkah atau dikenal sebagai Surat Makkiah. 

Kondisi Makkah di jaman surat-surat itu diturunkan, dinilai lebih pas dengan jaman kekinian. Saat surat Makkiah diturunkan, Muhammad SAW dalam kondisi berjuang.

Begitu juga, dengan cara Muhammad sholat. Di jaman Makkiah, Muhammad hanya melakukan sholat malam.

FASE-FASE

Pada poin inilah, posisi Ahmad Musadeq menjadi penting. Sosok yang pernah mengaku insyaf pada tahun 2008-setelah mengaku nabi pada 2006- itu menjadi sosok sentral pembawa peradaban baru, yang dibentuk melalui enam fase:
  1. Fase Sirron atau dakwah sembunyi-sembunyi.
  2. Fase Jahron atau dakwah terbuka.
  3. Fase Hijrah atau pergi ke tempat baru.
  4. Fase Qital atau perang.
  5. Fase Futuh atau menang.
  6. Fase Khalifah atau wilayah.

Masing-masing fase itu diajarkan dan dilaksanakan secara kaffah, dengan panduan dari pemimpin spiritual yang tak lain adalah Ahmad Musadeq. Komunitas ini mengawali fase Sirron pasca 2006, ketika pertama kali Musadeq menerima wahyu menjadi “nabi”.

Meski Musadeq mendapatkan tekanan dari berbagai pihak, hingga diadili, penganut organisasi ini terus memperluas jumlah pengikut secara diam-diam.

Dalam fase ini, nama Al Qiyadah Al Islmaiyah pun berganti dengan Millah Abraham. Orang-orang yang tertarik dan setuju bergabung dengan Millah Abraham akan dimisak/perjanjian dengan Tuhan, dengan cara membaca “Syahadat” menyebut “Ahmad Muzadeq” sebagai Rasul Allah.

Mereka akan dikelompokkan menurut kepengurusan kota, dan melakukan ritual yang diajarkan secara khusus. Secara sederhana, komunitas Millah Abraham tidak wajib melakukan shalat, zakat, berpuasa dan haji. 

Alasannya, semua ibadah itu hanya dilakukan ketika kondisi sudah membaik, yang ditandai dengan munculnya peradaban Ilahiah.

Ritual penggantinya adalah Qiyamullail atau Sholat Tahajjud. Tidak ada ajaran pasti dalam pelaksanaan ritual ini. 

Selain itu, diwajibkan untuk menghapal ayat-ayat tertentu dan membayar sumbangan. Semua peribadahan itu dicatat oleh pengurus kota. Bila ada yang tidak melakukannya, maka akan dikenalkan denda.

Lalu, ketika kondisi lebih terbuka, Fase Jahron pun datang. Fase ini sudah dilampaui dengan memperkenalkan komunitas Gafatar pada 14 Agustus 2011, dan beraktivitas secara terbuka. 

Tak heran, lembaga yang lebih mirip ormas modern ketimbang lembaga keagamaan ini melakukan aktivitasnya secara terbuka. Meski akhirnya, dinyatakan bubar pada Agustus 2015, melalui Kongres Gafatar di Yogyakarta.

KALIMANTAN

Namun, justru saat itulah Fase Hijrah dikomandokan. Warga eks Gafatar melakukan hijrah ke Kalimantan. 

Dengan teratur, orang-orang yang merasa siap melakukan hijrah, meninggalkan semua kehidupan di daerah asalnya untuk pergi ke Kalimantan. 

Hijrah wajib bagi yang mampu, namun tidak wajib bagi yang tidak mampu.

Ada berbagai alasan memilih Kalimantan. Salah satunya, di daerah inilah yang paling memungkinkan melakukan proses bercocok tanam. 

Warga eksGafatar mempercayai, bercocok tanam perlu dilakukan untuk “menyambut” datangnya paceklik yang ditandai oleh berubahnya cuaca. Proses ini dilakukan hingga datangnya fase selanjutnya: Fase Perang.

Tak ada yang tahu, kapan fase ini akan datang. Yang pasti, Fase Perang wajib untuk dilakukan warga eks Gafatar pada orang-orang yang dinilai mengancam keberadaan komunitas ini. 

Masuknya Fase Perang dipercaya dihadapi pula oleh para “pembangun peradaban Ilahiah” (baca: nabi) lain yang pernah ada. Untuk perang di jaman ini, akan dilalui pula oleh warga eksGafatar,

Fase itu akan berakhir dengan hadirnya Fase Futuh atau atau Fase menang. Dan Gafatarlah yang akan menang. Pada ujungnya akan ditutup dengan Fase Khalifah atau wilayah. 

Pada fase ini, peradaban Ilahiah yang baru akan lahir di negeri baru, yang berisi orang-orang yang tunduk dan patuh kepada Tuhan.

MENAHAN DIRI

Apakah fase-fase itu akan berhenti setelah eks Gafatar dipulangkan ke daerah asalnya? Sulit dipastikan. Seruan terbaru dari “pimpinan” mereka adalah meminta eks Gafatar menahan diri dan mengikuti proses “netralisasi” yang sekarang sedang terjadi.

Tak heran bila kemudian, tidak ada perlawanan sedikit pun dilakukan oleh warga eks Gafatar saat harta benda mereka dibakar di Kalimantan, dan mereka dipulangkan di daerah asal. 

Termasuk, saat mereka diwajibkan ikut pelatihan agama dan kewarganegaraan. Eks Gafatar akan menjalaninya. Namun, keyakinan mereka membangun peradaban Ilahiah baru, masih tetap ada. 

ID Nugroho

2 comments:

  1. Padahal Gafatar sudah lama ada di Mempawah, saat saya bekerja di PKS dekat Mempawah mereka sering menjual hasil ladang mereka dengan harga murah.

    Saya justru baru tahu mereka organisasi yang berkaitan dengan agama saat pindah ke Sumut, melalui berita yang ada di media.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anonymous8:13 am

      Agama/kepercayaan memang urusan pribadi, dan (bagi sebagian orang) tidak untuk dibicarakan. Mungkin, itu yang mereka lakukan.

      Delete