12 November 2006

Pelayaran Iptek dengan berbagai keterbatasan


Landing Craft Utility(LCU) yang mengalami kerusakan mesin.

Tidak dapat kesempatan.

Ada apa sih?

Wus,..wus,..turun LCU.

Tetap sholat di saat sulit.

Sepak bola di helipad KRI Tanjung Dalpele.


Pelan-pelan, kapal Landing Craft Utility (LCU) bernomor lambung 972-1 dan 972-2 itu mulai mengapung, ketika pintu buritan KRI Tanjung Dalpele terbuka. Mesin diesel di dua LCU yang biasanya digunakan untuk mendaratkan pasukan pun mulai menyala, seiring air laut yang mengalir deras ke bagian belakang kapal terbesar milik TNI AL itu. Raut wajah tegang bercampur senang terlihat pada puluhan mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, peserta Pelayaran IPTEK 2006 yang ada di atas kapal angkut itu. LCU bergerak mundur, keluar dari buritan dan meninggalkan kapal. Mahasiswa pun bersorak. Pada Jumat hingga Minggu (10-12/11) ini, ITS Surabaya dan Pangkalan Armada RI Kawasan Timur (Armatim) Surabaya menggelar Pelayaran IPTEK 2006. Acara yang digelar di KRI Tanjung Dalpele bernomor lambung 972 itu adalah salah satu pelaksanaan mata perkuliahan pengantar IPTEK pada semester 2006/2007. Sejumlah 396 mahasiswa didampingi pimpinan Fakultas Teknik Kelautan (FTK) dan staf mengikuti pelayaran yang dilakukan di laut Jawa itu. Berinteraksi secara langsung dengan kapal perang, bagi mahasiswa adalah pengalaman unik. Selain kapal perang adalah perlengkapan khusus militer yang tidak bisa sembarangan dimasuki oleh warga sipil, seperti mahasiswa, peralatan yang ada di dalamnya juga tergolong baru. Tidak heran jika kemudian, ratusan mahasiswa dari tiga jurusan FTK, Teknik Perkapalan, Teknik Sistem Perkapalan dan Teknik Kelautan itu seakan tidak bisa berhenti bertanya tentang semua hal yang ada di kapal itu. Mulai nama, fungsi hingga cara kerja secara teknis peralatan di kapal buatan Korea yang dibeli tahun 2003 itu. "Meski KRI Tanjung Dalpele adalah kapal terbesar, namun ruang-ruang yang ada di dalam kapal ini pada prinsipnya sama dengan kapal perang yang lain, seperti adanya ruang mesin, ruang kemudi hingga ruang daur ulang," kata Lettu Endin, Kepala Divisi Listrik KRI Tanjung Dalpele dalam paparannya pada mahasiswa. Penjelasan singkat dari ABK bak makan pembuka bagi "menu utama" yang tidak lain adalah melihat secara langsung cara kerja peralatan dan mesin kapal di Engine Room. Sejumlah 24 kelompok mahasiswa memasuki ruang demi ruang yang ada di kapal itu secara bergantian. Tentu saja, Ruang mesin adalah tujuan utama tour intelektual ini. Di mesin berkekuatan 2665 BHP itu, mereka menyaksikan giant engine yang belum pernah disaksikan sebagian besar mahasiswa. "Saya tidak pernah membayangkan, ternyata melihat mesin kapal asli jauh lebih menarik dari pada di buku," kata Mohammad Hafid pada The Jakarta Post. Hafid adalah salah satu peserta yang juga mahasiswa semester V Teknik Kelautan ITS Surabaya. Tour berlanjut dengan mengunjungi ruang akomodasi (Accomodation Room), ruang peralatan keselamatan (safety equipment room) hingga ruang mesin kemudi (Steering Gear Room). Navigation room yang terletak di deck F tempat yang paling istimewa. Di ruangan yang merupakan "otak" dari KRI Tanjung Dalpele ini, mahasiswa disuguhi berbai peralatan canggih yang digunakan di kapal itu. Di tempat itu pula, Komandan Kapal Letkol Laut Purwanto mengendalikan semua pergerakan kapal. Peserta Pelayaran IPTEK bisa melihat secara langsung Radar, Side Scanning, Sonar, Radio Communication, Gyro Compass, Fire Detector, Exinction and Protection, Steering Wheel sampai peralatan Global MAritime Distress and Safety System (GMDSS). "Tidak semua orang bisa masuk ke ruang Navigasi, membuka pengetahun soal kerumitan sistemnya, wah,..PR kita banyak nih,haha,.." kata Deddy, salah satu peserta. Sayangnya, dibalik kecanggihan dan kerimutan yang ada di KRI Tanjung Dalpele, peserta merasakan adanya ketidakmerataan pengetahuan pada ABK yang mendampingi mahasiswa dalam tour itu. Salah satu peserta mengungkapkan, di ruang navigasi, sering kali mahasiswa memperoleh jawaban yang berbeda dari ABK pendamping mereka. "Saya menanyakan satu pertanyaan yang sama pada ABK pendamping dan ABK yang menjalankan peralatan, kok jawabnya berbeda, padahal itu persoalan teknis," kata salah satu peserta. Acara mencoba dua unit Landing Craft Utility (LCU) yang seharusnya menjadi pengalaman tidak terlupakan bagi mahasiswa pun berubah menjadi pengalaman mengecewakan. Salah satu LCU dengan nomor lambung 972-1 mengalami kerusakan mesin di tengah laut. Jadinya, kesempatan menikmati LCU layaknya adegan pertama film layar Saving Private Ryan karya Stephen Spielberg pun berubah menjadi aksi service mesin diesel LCU di tengah laut. Yang paling mengecewakan adalah berubahnya rencana awal pelayaran. Rencananya, pelayaran kali ini akan dilakukan dari Markas Armatim di Surabaya menuju ke Perairan Karimun Jawa, Jawa Tengah pada hari pertama. Setelah itu dilanjutkan dengan perjalanan ke Pulau Kangen, Madura pada hari kedua. Namun, dengan alasan jarak tempuh yang terlalu lama, rencana itu berubah total. Perjalanan hanya dilakukan ke salah satu pengeboran lepas pantai yang berjarak 17 mil dari Markas Armatim. "Itupun tidak ada kesempatan turun ke anjungan untuk mempelajari sistem kerja anjungan lepas pantai, cara kerja dll,..ternyata tidak," kata Aldipo, salah satu peserta dengan nada kecewa. Meski begitu, Asjhar Imron, Dekan Fakultas Teknik Kelautan (FTK) berharap Pelayaran IPTEK 2006 ini bisa menjadi awal bagi munculnya ketertarikan mahasiswa pada dunia bahari di Indonesia. "Selama ini Teknik Kelautan belum menjadi jurusan favorit mahasiswa, pelayaran ini adalah salah satu strategi untuk memunculkan ketertarikan itu," kata Asjhar Imron. Akibatnya, dunia kemaritiman yang seharusnya menjadi ujung tombak negara ini, seakan tidak terbangun. Angkatan Laut Indonesia sangat rentan untuk ukuran negara kepulauan seperti Indonesia. Yang paling sederhana, kata Asjhar, Armatim yang menjadi markas TNI AL untuk kawasan timur Indonesia memiliki banyak keterbatasan. Di samping soal peralatan, akses menuju ke markas militer pun tidak memadai. Satu-satunya jalur yang bisa dilewati kapal perang besar adalah jalur barat melalui selat Madura menuju Laut Jawa. Sementara jalur timur penuh dengan pendangkalan yang membuat resiko kandas semakin besar. "Kalau ada kapal yang kandas di selat Madura, Armatim sudah lumpuh," katanya. Dalam Pelayaran IPTEK 2006 saja, ada satu kapal kargo yang kandas selat itu. Beruntung, posisi kapal kargo yang kandas itu berada di tepi selat. Kalau tidak perjalanan KRI Tanjung Dalpele bisa terhenti. Nah!

2 comments:

  1. Anonymous8:28 pm

    wah, kupikir rutenya spt yg digambarkan p.kemi kmrn. ternyata dipersingkat ya....apalagi kapalnya semept rusah. pasti menyedihkan?

    ReplyDelete
  2. Anonymous1:02 pm

    Numpang nanya donk utk riset. Universitas/institut/akademi apa aja di Indonesia yg menawarkan program studi pelayaran/perkapalan/maritim/kelautan (di luar perikanan). Sayangnya website Dikti masih 'under construction', dan mbah Google pun gak bisa bantu banyak. Thx ya.

    ReplyDelete