Youtube Pilihan Iddaily: CNN Indonesia
Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
 

03 April 2007

Lumpur Terus Mengaliri Jalan Raya Porong Dan Rel KA



MENGAMBIL BARANG. Hingga Selasa (3/4) warga Desa Siring, Porong tetap menolak upaya penanggulan, sebelum ganti rugi cash and carry dibayarkan. Sebagian warga berjaga di sekitar lokasi desa yang terendam, sementara yang lain memilih mengambil barang-barang yang tersisa dengan perahu.

01 April 2007

Endog-Endogan



ENDOG-ENDOGAN. Masyarakat Banyuwangi Jawa Timur punya cara unik untuk menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW, Sabtu (31/03). Yaitu dengan melaksanakan Endog-endogan. Tradisi yang dilakukan turun temurun itu menggunakan endog (telur-Indonesia) sebagai simbol perjalanan hidup Nabi Muhammad yang digambarkan mampu menguasai alam semesta bagaikan sebutir telur. Dalam acara itu, ribuan telur digunakan sebagai hiasan dalam parade.

Geliat Banyuwangi Membangun Gerbang Udara

Ainur mempercepat kayuhan pedal ketika sepeda beroda dua yang dikendarainya menapaki jalan aspal, Sabtu (31/03). Dengan cekatan, anak berusia sembilan tahun itu mengemudikan sepeda kecil itu dengan berkelok-kelok, menikmati halusnya jalan beraspal yang dibangun tahun 2001 itu. Sesekali, tubuhnya membungkuk, membiarkan sepedanya melaju seiring angin yang berhembus ke arahnya. "Seperti pesawat terbang," katanya.

Jalan aspal yang hampir setiap sore digunakan sebagai arena bermain Ainur dan teman-temannya itu, adalah runway lapangan udara Banyuwangi. Letaknya di Desa Blimbingsari, Kecamatan Ronggojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Lapangan terbang yang awal direncanakan tahun 1995 itu, hingga 12 tahun berselang, belum juga selesai dibangun.

Mantan Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik adalah orang pertama yang merencanakan pembangunan lapangan terbang Banyuwangi. Ketika itu, Purnomo membayangkan Banyuwangi sebagai kota kedua, setelah Surabaya, yang memiliki lapangan terbang sipil. Namun, rencana itu harus tertunda pelaksanaannya karena pada masa yang sama, Indonesia dirundung berbagai persoalan nasional. Mulai krisis ekonomi hingga peralihan kepemimpinan nasional.

Tahun 2001, ketika mantan Bupati Banyuwangi Samsul Hadi berkuasa, rencana itu coba direalisasikan. Samsul beruntung. Pada masa yang sama, Pemerintah Pusat berencana untuk memperbaiki wajah transportasi udara Indonesia dengan membangun beberapa bandara baru. Tidak tanggung-tanggung, Departemen Perhubungan RI mengeluarkan Keputusan Menteri no.49 tahun 2003 tentang penetapan lokasi bandar udara.

Jawa Timur kebagian lima bandar udara baru. Di Kabupaten Malang, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Sumenep (Madura), Kabupaten Gresik (Bawean) dan Kabupaten Jember. Namun, hanya bandara Banyuwangi yang ditetapkan sebagai bandara yang biaya pembangunannya akan didukung penuh oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Banyuwangi menyambut hal itu dengan antusias. Sebuah tim pun dibentuk untuk merealisasikan hal itu. Tim ini pula yang kemudian melakukan survey lokasi di empat tempat dan kemudian menetapkan Desa BLimbingsari sebagai tepat dibangunnya bandara Banyuwangi.

Secara geografis, Desa BLimbingsari dianggap ideal. Dengan ketinggian 20-30 meter di atas permukaan laut dan topografi yang kurang dari satu persen (datar), dinilai memudahkan pembangunan landasan. Meski jaraknya tergolong jauh, sekitar 21 KM dari pusat kota Banyuwangi, namun posisi yang dekat dengan pantai dan selat Bali tetap dianggap paling pas.

Realisasi pembangunan bandara terus dilakukan. Pada tahun 2006, sudah Rp.48 miliar (Rp.37 miliar dari APBD Banyuwangi dan Rp.11,5 miliar dari APBN) dikeluarkan untuk membangunan bandara. Dengan dana itu dibangun runway (900 x 23 meter), taxyway (75 x 15 meter) dan apron (60 x 40 meter). Selain itu, sudah terbangun pula gedung operasional, gedung genset, kantor administrasi, gedung workshop, gedung PKP-PK serta terminal pemberangkatan dan kedatangan.

Tahun ini, kembali akan diguyur Rp.29,1 miliar lagi untuk pembebasan lahan, pembangunan gedung meteorologi dan gedung komersial. "Pada tahun 2007, runway akan ditambah menjadi 1400 meter," ungkap Bambang Wahyudi, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Banyuwangi pada The Post, Sabtu (31/03) ini. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi percaya, target rencana operasional bandara yang akan dilakukan Oktober 2007 akan terealisasi. Apalagi, sudah ada maskapai penerbangan Merpati Nusantara Airlines yang bersedia membuka jalur penerbangan baru ke Banyuwangi.

Meski terkesan mulus, bukan berarti pembangunan bandara Banyuwangi dilakukan tanpa kendala. Persoalan sempat muncul ketika tim melakukan pembebasan lahan. Terutama harga tanah yang tiba-tiba melonjak ketika sosialisasi pembangunan bandara dilakukan. "Bahkan ada yang meminta Rp.200 ribu per meter, dari harga Rp.60 ribu yang kita tetapkan," kata Bambang Wahyudi, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Banyuwangi pada The Post, Sabtu (31/03) ini. Namun, hal itu tidak sampai membuat pembiayaan membengkak. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memilih menyelesaikan persoalan itu melalui jalur hukum. "Tidak bisa tidak, persoalan akan diselesaikan di pengadilan," katanya.

Hal lain yang sempat menjadi persoalan adalah tidak disiapkannya sumber daya manusia (SDM) di Banyuwangi untuk memsuport kebutuhan SDM ke-bandara-an. Meskipun untuk menutup kebutuhan ini pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menyekolahkan tiga pegawainya ke Sekolah Penerbangan Curug, Jawa Barat. "Dua orang di jurusan Manajemen Bandara, dan seorang lagi di manajemen keselamatan penerbangan," kata Bambangnya.

Aekanu Hariyono dari Dinas Pariwisata Kabupaten Banyuwangi bisa jadi adalah satu orang yang paling berbahagia, bila bandara Banyuwangi benar-benar sudah beroperasi. Karena dirinya merasa bandara adalah salah satu kunci dari peningkatan kepariwisataan di kota yang terkenal dengan sebutan Tanah Blambangan ini. "Seringkali, program kepariwisataan yang kami lakukan terbentur dengan persoalan transportasi, sepertinya semua persoalan itu akan hilang dengan adanya bandara Banyuwangi," katanya.

Tidak adanya support total dari pemerintah pusat atas kegiatan di pariwisata di Banyuwangi, menurut Aekanu bisa jadi karena pemerintah tahu jumlah kunjungan pariwisata di Banyuwangi tidak akan meningkat karena persoalan jarak. "Pernah ada pagelaran surfing tingkat dunia di G-Land dengan mendatangkan surfer dunia, tapi tidak disupport pemerintah pusat," katanya.

27 Maret 2007

Leprak, Desa Miskin yang Tergeletak,..

Matahari sudah mulai condong ke barat. Kali kecil yang membelah Desa Leprak, Kecamatan Kelabang, Bondowoso mulai ramai didatangi penduduk desa. Di kali yang mengalir air sumber dari perbukitan kaki Gunung Ijen itu, penduduk Desa Laprak membasuh tubuh, mencuci baju atau sekedar mengambil air wudlu untuk melaksanakan Sholat Ashar. Hanya batu berukuran sekitar 1 meter yang tersebar menjadi dinding pemisah antara laki-laki dan merempuan. "Di desa ini, mayoritas penduduk mandi di kali," kata Fatkhur, Wakil Kepala Desa Leprak pada The Jakarta Post, Senin (26/03) ini.

Desa Laprak, Kecamatan Kelabang adalah salah satu desa miskin di Kabupaten Bondowoso Jawa Timur. Di kabupaten yang terkendal dengan sebutan Kota Tape itu, ada 146 desa di 11 kecamatan yang dinyatakan tertinggal. Kebanyakan dari kawasan miskin itu terletak di kaki-kaki gunung yang tersebar di hampir seluruh wilayah kabupaten Bondowoso.

Kabupaten Bondowoso sendiri terletak di sebelah utara Kabupaten Situbondo. Berbatas di sebelah timur Kabupaten Banyuwangi, dan diapit Kabupaten Jember di sebelah selatan dan Kabupaten Probolinggo di sebelah barat. Pegunungan Ijen,Argopuro dan Putri mengapit daerah yang memiliki ketinggian 78-2.300 m diatas permukaan laut ini.

Jumlah penduduk yang buta aksara terbanyak di Indonesia, ada di Kabupaten Bondowoso, meskipun terobosan yang dilakukan pemkab daerah itu berhasil mengurangi jumlah buta aksara secara drastis. Ada indikasi, di kabupaten ini juga terdapat seribu lebih balita yang mengalami gizi buruk. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya daerah rawan pangan di kabupaten yang mayoritas penduduknya hidup sebagai petani ini.

Kementerian Percepatan Pembangunan RI mencatat, pada tahun 2006 ada 3.668 desa di Jawa Timur yang bisa digolongkan sebagai desa tertinggal. Jumlah ini hampir separuh dari seluruh desa di Jawa Timur yang berjumlah 8.477 desa. Kabupaten Sampang dan Bangkalan Madura menempati urutan pertama dan kedua dengan 255 desa dan 180 desa tertinggal. Disusul, Kabupaten Malang dengan 154 desa dan Kabupaten Bondowoso dengan 146 desa.

Data agak berbeda dimiliki Biro Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur. Dalam sebuah survei, BPS mencatat ada separuh lebih daerah di Jawa Timur yang masuk kategori miskin dan sangat miskin. Dari data itu diketahui ada 2.1 juga dengan 7.2 jiwa orang yang masuk kategori miskin. Program penanggulangan kemiskinan Provinsi Jawa Timur yang merupakan 6 prioritas pembangunan seakan tidak membawa hasil berarti.

Program terobosan memberantas kemiskinan denga Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu-Taskin) yang di dalamnya menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pun belum juga menampakkan tanda-tanda berubahnya kondisi masyarakat secara signifikan. Desa Leprak, Kelabang Bondowoso adalah buktinya. Sejak awal, kehidupan masyarakat di desa berpenduduk sekitar 3000 jiwa ini tetap tidak berubah.

Desa Leprak terletak sekitar 24 KM dari kota Bondowoso. Tidak ada angkutan umum menuju desa yang secara geografis lebih dekat ke Kabupaten Situbondo ini. Hanya sepeda motor sewaan atau ojek yang akan menempuh jarak sekitar lima km, membelah bukit dan membelah areal persawahan beralas jalan bebatuan.

Mayoritas rumah di Desa Laprak terbuat dari anyaman bambu (gedek) dan beralas tanah basah. Kecuali listrik, tidak ada fasilitas umum yang dirasakan penduduk ini. Fasilitas telepon yang akan dipasang di desa ini pun terkendala oleh jarak. "Sempat akan dipasang fasilitas telepon, tapi karena jaraknya jauh, khawatir kabel teleponnya dicuri orang," ungkap Fatkhur, Wakil Kepala Desa. Belum lagi kendala biaya.

Hanya ada satu masjid di desa ini. Lokasinya terletak di depan rumah Fauzi, Kepala Desa Leprak. Sayangnya, satu-satunya jembatan menuju ke masjid (juga ke rumah Kepala Desa), hancur terkena banjir bandang yang melanda desa itu pada pertengahan tahun 2006. Untuk menuju masjid, warga desa harus menyeberangi sungai kecil berair deras.

Dalam bidang pendidikan, desa ini hanya memiliki satu Sekolah Dasar (SD), SD Negeri Leprak. "Untuk yang mau menempuh jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) bisa dilakukan di SMP Kelebang, tapi mayoritas memilih untuk menempuh pendidikan SMP di SMP Terbuka," jelas Fatkhur. SMP Terbuka yang dimaksud Fatkhur silaksanakan seminggu tiga kali di rumah Kyai Solehuddin. Di tempat yang sama, juga digelar pendidikan membaca Al Quran untuk anak-anak.

Bagi masyarakat Desa Leprak, bercocok tanam adalah satu-satunya sandaran hidup. Hampir setiap keluarga di desa ini memiliki ladang untuk digarap. Mayoritas memilih menanam jagung, di samping menanam padi. Dalam satu tahun, hanya sekali panen jagung dilakukan. Karenanya, mau tidak mau hasil panen itu harus cukup untuk jatah makan satu tahun, sampai musim panen tahun selanjutnya tiba.

Ironisnya, kondisi Desa Leprak yang mengenaskan itu sebenarnya kaya dengan hasil tambang Batu bintang. Data di Pemerintah Kabupaten Bondowoso menyebutkan, di Desa Leprak diperkirakan ada 50 Ha lahan yang mengandung Batu Bintang. Batuan mulia itu hanya berada di kedalaman 12 m. Jumlah itu cukup banyak untuk ditambang selama 50 tahun, dengan kapasitas 50 ton/hari.

Edy Sudarsono dari Dinas Sosial Kabupaten Bondowoso mengungkapkan, keadaan di Desa Leprak tidak bisa dilepaskan dari letak desa yang jauh dan terpencil. Belum lagi kondisi alam desa yang hanya bisa "menerima" jenis tanaman keras, seperti pohon jati dan pohon sengon.

Dua hal itu juga yang membuat beberapa kemajuan yang dicapai desa-desa di sekitar Desa Leprak tidak tertular. Di samping desa Leprak terdapat desa Pandak yang terletak lebih dekat dengan pusat Kecamatan Kelabang. Juga ada Desa Wonoboyo yang terletak lebih dekat dengan Kecamatan Pajekwesi, Kabupaten Situbondo. "Padahal, karakter masyarakat di desa itu tidak menutup diri pada inovasi," katanya pada The Post.

Meski begitu, langkah perbaikan kondisi terus dilakukan. Desa Leprak adalah salah satu dari desa yang menjadi tujuan pemanfaatan dana pemberantasan kemiskinan yang diberikan pemerintah pusat. Sejak tahun 2003, Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Desa Tertinggal telah mencanangkan program alokasi anggaran sebesar Rp.250 juta ke 14 ribu desa seluruh Indonesia.

Pada tahun 2005, program tersebut sudah dilaksanakan di 12.834 desa. Sementara tahun 2006, ada 1.800 desa yang menjadi target sasaran.Tahun ini, jumlah desa yang dibantu meningkat menjadi 2 ribu desa. Selama dua tahun berturut-turut, Jawa Timur mendapatkannya dana itu. Kita tunggu hasilnya,..

Data Desa Tertinggal Di Jawa Timur:

1. Kabupaten Sampang (255 desa)
2. Kabupaten Bangkalan (180 desa)
3. Kabupaten Malang (154 desa)
4. Kabupaten Bondowoso (146 desa)
5. Kabupaten Blitar (131 desa)
6. Kabupaten Ponorogo (124 desa)
7. Kabupaten Sidoarjo (103 desa)
8. Kabupaten Situbondo (85 desa)
9. Kabupaten Lumajang (97 desa)
10. Kota Kediri (9 kelurahan)
11. Kota Madiun (7 kelurahan)
12. Kota Probolinggo (3 kelurahan)
13. Kota Malang (2 kelurahan)


25 Maret 2007

Ilmuwan Surabaya Pecahkan Rekor Dunia

WORLD RECORD. Ilmuwan asal Surabaya, Muhammad Rizal Faisol berhasil memecahkan rumus Numerical Macrocosmos Magic Square and Numerical Macrocosmos Magic Cube. Rumus yang dirilis, Minggu (25/03) ini di Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini melebihi rumus sebelumnya yang ditemukan ilmuwan asal Jepang, Nakamura di tahun 2004. Hebatnya, rumus Rizal Faisol ini jauh lebih hebat karena memiliki nilai dinamis. Sementara rumus Nakamura hanya statis. Tampak pada gambar, Rizal berdiri di samping alat yang membuktikan rumusnya.