Environmental Rights Foundation (ERF), bersama Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat-AEER dan Wahana Lingkungan Hidup-WALHI dari Indonesia, menggelar konferensi pers di depan kantor pusat perusahaan WL, setelah pertemuan langsung dengan perwakilan perusahaan pada pagi hari.
Mereka didampingi oleh warga komunitas, perwakilan masyarakat adat, dan pekerja dari anak perusahaan WL di Indonesia, yang berada dekat dengan kawasan industri nikel, untuk melaporkan hasil pertemuan.
Menanggapi permintaan global akan kendaraan listrik dan transisi energi, industri nikel Indonesia telah berkembang pesat. Namun industri ini makin mendapat sorotan global karena polusi serius, pelanggaran hak masyarakat adat, perampasan lahan, dan kecelakaan industri—terutama di kawasan industri yang didominasi perusahaan Tiongkok seperti TG dan ZHC.
WL, melalui anak perusahaannya, mengoperasikan pabrik peleburan logam dan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di kawasan industri seperti Morowali dan Teluk Weda (Weda Bay). Fasilitas-fasilitas ini memiliki hubungan yang erat dengan perusahaan-perusahaan Tiongkok yang telah disebutkan sebelumnya.
Di Morowali (IMIP), fasilitas smelter dan pembangkitnya hanya berjarak beberapa ratus meter dari sekolah dasar dan menengah. Murid - murid sekolah dan perempuan setempat sering mengalami infeksi kulit dan masalah pernapasan, namun tidak mampu membiayai pengobatan atau membeli masker.
Di Kawasan Industri Teluk Weda (IWIP), selain dampak lingkungan dan sosial yang serupa, perusahaan WL sudah mengoperasikan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dan terus membangun yang baru—bertentangan dengan transisi global menuju net-zero.
Pius Ginting, Koordinator AEER, menyatakan, meskipun WL mengklaim mendukung energi terbarukan, operasional mereka sejauh ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil dan turut terlibat dalam deforestasi yang digerakkan oleh industri batu bara di Kalimantan.
Bila benar ingin selaras dengan citra sebagai “pendukung energi terbarukan”, WL harus segera menghentikan penggunaan bahan bakar fosil — terutama mengingat krisis iklim dan polusi udara yang semakin mendesak.
Selain itu, catatan kami menunjukkan bahwa anak perusahaan WL mengimpor nikel dari PT GN pada tahun 2025. PT GN beroperasi di Pulau Gag, bagian dari Kepulauan Raja Ampat yang sering disebut “Amazon of the Seas” oleh media internasional.
Penambangan nikel di sana telah memicu protes luas dari masyarakat lokal, dan meskipun pemerintah telah mencabut empat IUP perusahaan tambang lain di Raja Ampat pada Juni 2025, IUP PT GN tetap dipertahankan karena beroperasi di luar kawasan Geopark dan dianggap memenuhi regulasi lingkungan.
Namun, hingga saat ini WN belum membuat komitmen publik untuk menghentikan pengadaan mineral dari PT GN. Kami mendesak agar mereka segera menghentikan pengadaan nikel dari pulau-pulau dengan ekologi rapuh seperti Pulau Gag dan Pulau‑pulau kecil lainnya seperti Mabuli agar benar-benar selaras dengan reputasi energi terbarukan yang mereka klaim
Dwi Sawung - Manajer Kampanye Perencanaan Ruang dan Infrastruktur WALHI menyatakan, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara yang dibangun untuk pengolahan nikel sedang mengubah perubahan iklim menjadi bencana iklim.
Pembangkit-pembangkit ini juga menyebabkan polusi udara dan air yang signifikan di daerah sekitarnya. Pembangkit-pembangkit ini gagal menggunakan teknologi terbaik yang tersedia untuk meminimalkan polusi.
Adlunfiqri Sigoro, pendiri organisasi masyarakat lokal Fakawele, menekankan bahwa penambangan nikel tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia yang serius, terutama terhadap komunitas asli Indonesia. Masyarakat lokal mendesak perusahaan yang berinvestasi di Indonesia untuk menghentikan pengadaan nikel dari wilayah penambangan yang bermasalah.
Johan Sappara, pekerja yang berasal dari anak perusahaan WL di Indonesia — yaitu WN — menyampaikan bahwa terdapat banyak masalah di tempat kerja dalam operasional WL di Indonesia, khususnya terkait kesehatan dan keselamatan kerja. Masalah-masalah ini sering kali menyebabkan kecelakaan, yang kemudian berdampak pada sekitar 30% pekerja jatuh sakit setiap bulan.
Johan juga mencatat bahwa manajemen senior WL di Taiwan kemungkinan besar belum mengetahui kondisi ini. Hari ini, kami menyampaikan langsung kekhawatiran tersebut kepada manajemen senior WL di Taiwan. SPIM (Serikat Pekerja Industri Morowali - Indonesia) akan terus memantau situasi dan mendesak agar tuntutan ini segera dipenuhi hingga terjadi perbaikan nyata.
Said Marsaoly, seorang penduduk asli Halmahera Timur, mengatakan, komunitas asli menghadapi perampasan tanah, pelanggaran hak untuk menentukan nasib sendiri dan persetujuan secara bebas, didahulukan, dan berdasarkan informasi (free, prior and informed consent), serta kriminalisasi yang semakin sering terjadi.
Baru-baru ini, 11 orang asli ditangkap hanya karena secara damai mempertahankan tanah mereka. WL harus menghentikan pasokan dari perusahaan yang melanggar hak-hak asli dan merusak Sungai Sangaji.
Hsin Hsuan Sun, Direktur Akuntabilitas Korporat dan Urusan Internasional di ERF, menyampaikan bahwa pihaknya sangat mengapresiasi warga Indonesia yang terdampak yang telah melakukan perjalanan jauh untuk bertemu langsung dengan perwakilan WL hari ini.
Selain itu, Kepala Keberlanjutan Perusahaan dan Manajer Umum Grup Bisnis (Chief Sustainability Officer and Business Group General Manager) WL juga secara langsung bertemu perwakilan ERF pada bulan Mei.
Sejak Oktober 2024, ERF telah melakukan beberapa putaran korespondensi dengan WL untuk menyampaikan tuntutan komunitas Indonesia setempat, meminta pertemuan tatap muka dengan pemangku kepentingan Indonesia, dan mengklarifikasi isu-isu yang tidak sepenuhnya diungkapkan dalam laporan tahunan dan laporan keberlanjutan perusahaan.
Namun demikian, meski hampir setahun telah berlalu sejak komunikasi dimulai, hanya sebagian kecil fakta yang berhasil diklarifikasi, sedangkan sebagian besar kekhawatiran masih belum memperoleh jawaban.
Dalam pertemuan hari ini, WL tidak memberikan tanggapan substansial maupun komitmen terhadap sejumlah tuntutan utama dari pemangku kepentingan Indonesia, antara lain:
● perbaikan kondisi kerja;
● penyediaan data polusi udara dan air secara real-time;
● peningkatan transparansi terhadap rantai pemasok;
● penerapan kebijakan due diligence terkait hak asasi manusia dan lingkungan;
● penghentian penggunaan batu bara;
● serta pembentukan mekanisme keterlibatan pemangku kepentingan yang efektif dan
proaktif.
WL juga tidak bersedia berkomitmen untuk menyelenggarakan pertemuan pemangku kepentingan di Indonesia sebelum akhir tahun 2025. Hal ini sangat mengecewakan bagi kami.
Sebagai perusahaan multinasional asal Taiwan, WL seharusnya menegakkan komitmen terhadap keberlanjutan melalui tindakan nyata, bukan sekadar retorika.
Kami dengan ini menegaskan kembali tuntutan bersama dari kelompok masyarakat sipil Taiwan dan Indonesia, komunitas terdampak, serta perwakilan pekerja:
1. Mengembangkan kebijakan due diligence hak asasi manusia dan lingkungan yang diterapkan pada seluruh operasi grup perusahaan, termasuk anak perusahaan di Indonesia.
2. Membangun mekanisme yang efektif untuk keterlibatan rutin dan bermakna dengan komunitas lokal, serta secara publik mengumumkan proses dan hasil keterlibatan tersebut.
3. Melakukan due diligence komprehensif di seluruh rantai pasok dan mengungkapkan hasilnya untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran hak atas tanah, kerusakan lingkungan, maupun eksploitasi tenaga kerja.
4. Secara publik menyampaikan informasi mengenai operasional, data emisi, serta dampak kesehatan dari pembangkit listrik tenaga batu bara.
5. Menyertakan anak perusahaan di Indonesia dalam strategi net-zero 2050 grup perusahaan dan menetapkan jadwal yang jelas untuk menghapus pembangkit listrik tenaga batu bara.
6. Memperbolehkan pihak ketiga independen untuk melakukan penilaian komprehensif terhadap sistem kesehatan dan keselamatan kerja di anak perusahaan Indonesia—khususnya pada area atau departemen terkait insiden yang melibatkan Andri—dan memastikan pekerja serta serikat pekerja dapat berpartisipasi dalam proses evaluasi.
*RILIS PERS
*Kontak Media: Dwi Sawung - [email protected]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar