Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pati berani!
       

09 Agustus 2025

206 RIBU HEKTARE HUTAN ALAM HILANG


Yayasan Madani Berkelanjutan merilis laporan terbaru bertajuk “Deforestasi di Rezim Transisi: Hilangnya Hutan Alam Tahun 2024” yang mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, Indonesia kehilangan hutan alam seluas 206 ribu hektare. Angka ini meningkat tajam dibandingkan periode sebelumnya, dengan lonjakan sekitar 71 ribu hektare.
Temuan ini menjadi peringatan bahwa masa transisi pemerintahan masih menjadi titik rawan hilangnya hutan secara signifikan akibat lemahnya perlindungan struktural terhadap hutan alam, baik secara hukum maupun pengawasan.

“Sebagian besar deforestasi, sekitar 72 persen, terjadi di dalam kawasan hutan, khususnya pada kawasan hutan produksi tetap. Kalimantan Timur, Riau, dan Kalimantan Barat menjadi wilayah dengan tingkat kehilangan tertinggi, termasuk kawasan-kawasan dengan fungsi ekologis penting seperti gambut dan kawasan konservasi. Bahkan, 39 ribu hektare dari total deforestasi terjadi di dalam area moratorium hutan (PIPPIB), yang seharusnya menjadi benteng perlindungan terhadap hutan alam primer dan lahan gambut,” ungkap Fadli Ahmad Naufal, GIS Specialist MADANI Berkelanjutan.

Ironisnya, lebih dari separuh deforestasi terjadi di wilayah yang secara hukum telah dibebani izin dan konsesi resmi. Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) menjadi penyumbang deforestasi hutan alam terbesar dengan luas 66 ribu hektare, disusul oleh sektor perkebunan sawit yang menyumbang 51 ribu hektare. 

Sekitar seperempat dari deforestasi di area PBPH bahkan terjadi di ekosistem gambut, wilayah yang memiliki peran vital dalam menyimpan cadangan karbon dan menstabilkan iklim.

Sadam Afian Richwanudin, Legal Specialist MADANI Berkelanjutan menyampaikan, “Selain sektor
kehutanan dan perkebunan, proyek-proyek strategis nasional juga berkontribusi terhadap deforestasi yang masif. Di Merauke, Papua Selatan, proyek Food Estate menyebabkan hilangnya hutan alam hampir 5 ribu hektare." 

Sementara itu, tambah Sabam, ekspansi tambang nikel di pulau-pulau kecil seperti Gag dan Kawe di Raja Ampat mengabaikan batas-batas ekologis dan hukum, termasuk pelanggaran terhadap ketentuan perlindungan pulau-pulau kecil. Situasi ini semakin mengkhawatirkan karena tambang-tambang tersebut berada di kawasan yang seharusnya menjadi zona yang dilindungi.

Wilayah adat yang selama ini terbukti mampu menjaga tutupan hutan alam justru masih belum memperoleh pengakuan hukum yang memadai. Hingga Maret 2025, baru sekitar 330 ribu hektare Hutan Adat yang resmi diakui negara, jauh dari luas wilayah adat yang mencapai lebih dari 32,3 juta hektare yang telah dipetakan oleh BRWA. 

Padahal, secara global, wilayah adat dan kelola masyarakat lokal memiliki tingkat deforestasi yang lebih rendah dan menyimpan lebih banyak keanekaragaman hayati.

“Dalam situasi di mana target iklim nasional melalui FOLU Net Sink 2030 sedang dikejar, deforestasi tahun 2024 justru mencerminkan tantangan serius bagi pencapaian komitmen iklim Indonesia. Sistem perizinan yang longgar dan tidak menjamin perlindungan ekologis telah menjadi saluran utama deforestasi struktural." tambah Yosi Amelia, Program Lead untuk Iklim dan Ekosistem, MADANI Berkelanjutan.

Di tengah krisis iklim global, menurut  Yosi, kebijakan pemerintah ke depan perlu berani merevisi paradigma pengelolaan hutan, dari orientasi eksploitatif menuju sistem perlindungan hutan yang berbasis keadilan ekologis dan pengakuan hak masyarakat adat,” 

“Pentingnya revisi menyeluruh terhadap kebijakan kehutanan nasional, termasuk momentum pembahasan ulang UU Kehutanan agar lebih mengedepankan perlindungan hutan alam. Pemerintah juga didorong untuk mengevaluasi proyek-proyek strategis agar tidak lagi menjadi penyebab utama deforestasi. Tanpa perubahan mendasar dalam tata kelola perizinan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat, maka upaya mencapai target iklim dan menjaga keanekaragaman hayati hanya akan menjadi wacana tanpa hasil nyata,” pungkas Yosi Amelia.

*RILIS PERS
*foto Earth Org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar