29 October 2007

Lumpur Lapindo Masih Menyembur!


MASIH MENYEMBUR!
Dua tahun berjalan, lumpur Lapindo masih menyembur di Porong Sidoarjo. Jejak-jejak kerusakan di kawasan sekitar semburan pun makin meluas. Seiring mengeringnya air mata 13 ribu jiwa yang dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena terancam luberan lumpur. Tidak ada pihak yang bertanggungjawab di depan hukum karenanya. Pemerintah dan PT. Lapindo Brantas Inc hanya memberikan solusi jangka pendek berupa uang ganti rugi pada masyarakat. Sementara kerugian lain seperti rusaknya ekosistem dan kemungkinan rehabilitasi, sama sekali belum tersentuh.



28 October 2007

Pencemaran Sumber Air Warga Semakin Parah


PULAU LUMPUR.
Pulau lumpur muncul di Kali Porong Sidoarjo sebagai efek pembuangan lumpur Lapindo di sungai itu. Seperti tampak pada gambar, endapan lumpur menutupi sebagian besar pemukaan Kali Porong. Foto diambil Minggu (28/10).

................................

Pencemaran di sumber air milik warga yang hidup di sekitar Kali Porong, Sidoarjo, semakin parah. Sumur-sumur warga tidak bisa lagi digunakan karena berbau busuk dan keruh. Warga memilih untuk menggunakan air kotor itu untuk kebutuhan bersih-bersih peralatan rumah tangga saja. Untuk kebutuhan air minum, warga membeli air dari sumber air pegunungan.

Kawasan pemukiman yang tercemari airnya itu terletak di kawasan Desa Pajarakan Selatan, di seberang pompa pembuangan lumpur Lapindo Brantas Inc atau spill way Kali Porong yang terletak di Desa Pajarakan Utara. Desa Pajarakan sendiri terletak di pinggir kali yang menuju ke Selat Madura itu. Masyarakat desa itu percaya, perubahan air di sumber mata air miliknya tidak bisa dilepaskan dari perubahan fungsi Kali Porong yang kini digunakan sebagai khawasan pembuangan lumpur Lapindo.

“Sebelum Kali Porong digunakan untuk membuang lumpur, sumber air di desa kami tidak seperti sekarang, namun saat sungai tidak mengalir karena lumpur, air di sumur kami jadi seperti ini (berbau busuk dan keruh), “ kata Musholi (40) warga Desa Pajarakan Selatan. Padahal, air sumur adalah salah satu kebutuhan vital bagi penduduk di wilayah itu. Kini, penduduk lebih memilih untuk memberli air dari sumber pegunungan.

“Sejak dulu kami memang menggunakan air pegunungan, itu pun kalau musim kering saja, tapi sekarang hampir setiap hari keluarga saya membeli air bersih,” kata Musholi. Setiap hari, setiap keluarga di Desa Pajarakan Selatan rata-rata mengeluarkan uang Rp.1000 rupiah/ hari atau Rp. 30 ribu/bulan untuk membeli air. Sebuah nilai yang tinggi untuk penduduk yang kebanyakan berprofesi sebagai petani dan pekerja pabrik itu.

Selain kotornya sumber air karena rembesan air lumpur Lapindo, penduduk di Desa Pajarakan Selatan dihantui oleh kemungkinan banjir bandang karena mampetnya Kali Porong oleh lumpur. Dalam pengamatan The Jakarta Post, sejak lumpur dibuang di Kali Porong setahun lalu, kondisi pendangkalan Kali Porong semakin parah saja. Kalau sebelumnya sedimentasi itu hanya berupa naiknya permukaan dasar sungai, kini sudah muncul pulau-pulau lumpur di tengah-tengah Kali Porong.

“Penduduk di sini (Desa Pajarakan Selatan) khawatir, bila hujan tiba, maka air tidak akan tertampung di Kali Porong dan meluber ke rumah penduduk dalam banjir besar,” kata Sholikin pada The Jakarta Post. Kekhawatiran itu memang bukan tanpa alasan. Selama ini, Kali Porong digunakan sebagai saluran pembuangan alternatif untuk air dari sungai Brantas. Fungsi yang sama dimiliki Kalimas Surabaya.

Namun, fungsi itu sepertinya akan berubah. Lantaran Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) meneruskan keputusan Tim Nasional (Tim Nas) Penanggulangan Lumpur dengan membuang lumpur ke Kali Porong. Sungai yang mengalir di Desa Pajarakan pun dibendung, dan dialiri lumpur. “Silahkan lihat sendiri, selama musim kemarau saja, air tidak bisa mengalir, bagaimana bila hujan tiba?” kata Sholihin.

Sementara itu, selama beberapa hari ini efek lumpur Lapindo kembali berdampak pada rel kereta api yang melintas di kawasan Porong. Rel KA mengalami pembengkokan di beberapa bagian. Hal itu membuat KA berjalan pelan. Minggu ini, KA Mutiara Timur jurusan Banyuwangi-Surabaya bahkan tidak berani melintas karena kondosi rel yang membengkok semakin parah saja.


26 October 2007

Jurnalis Sidoarjo Diserang Keluarga Koruptor

Kasus kekerasan kepada jurnalis kembali terjadi. Kali ini menimpa jurnalis foto Jawa Pos Taufan Wijaya dan Abdul Rouf dari harian Seputar Indonesia di Sidoarjo Jawa Timur. Keduanya dipukuli di bagian kepala oleh kerabat Imron Syukur, terpidana kasus korupsi Anggaran DPRD Kabupaten SIdoarjo, Jumat (26/10) sore ini. Kasus itu kini tengah ditangani oleh Polres Sidoarjo.

Kasus itu berawal ketika Taufan Wijaya dan Abdul Rouf serta belasan jurnalis di Sidoarjo melakukan kerja jurnalistik di rumah Imron Syukur di Desa Kali Tengah, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Di tempat yang sama, Kejaksaan Sidoarjo akan melakukan penangkapan paksa kepada Imron Syukur.

Sejak awal keluarga Imron Syukur terlihat "terganggu" dengan kehadiran jurnalis, dan meminta jurnalis untuk menjauh dari rumah Imron Syukur. Jurnalis mengalah dan menjauh, namun tetap memantau dari kejauhan. Ketika aparat Kejaksaan datang dan melakukan penangkapan, jurnalis pun melakukan kerja jurnalistiknya dengan mengambil gambar dan melakukan wawancara. Agaknya hal itu yang membuat keluarga Imron Syukur berang.

Usai proses penangkapan, dua keluarga Imron SYukur pun mendatangi jurnalis dan melakukan penyerangan. Bagian depan sepeda motor Taufan Wijaya ditendang, hingga membuat tas kamera miliknya terjatuh dari atas motornya. Taufan bergeming dan memilih menjauh. Keluarga Imron yang tidak diketahui namanya itu melakukan pemukulan di bagian belakang kepala Taufan.


"Tiba-tiba saja kepala saya dipukul. Ketika saya menoleh, pemukul sudah pergi," kata Taufan pada The Post. Sementara salah satu keluarga Imron Syukur yang lain mengambil batu untuk dilemparkan ke arah Satriyo, Jurnalis Jawa Pos lain. Meski tidak jadi.

Bagai kesetanan, oknum keluarga pemukul yang sama mendatangi Rabdul Rouf dan melakukan pemukulan dua kali di bagian kepala. Taufan dan Rouf memilih untuk tidak membalas dan menjauh. Keduanya diantarkan jurnalis Sidoarjo lain melaporkan ke jadian itu ke Polres Sidoarjo.

Ketua AJI Surabaya Donny Maulana mengecam keras aksi penyerangan yang dilakukan keluarga Imron Syukur kepada Taufan Wijaya dan Abdul Rouf. AJI Surabaya meminta Polres Sidoarjo untuk serius menangani aksi kekerasan itu, dan memandangnya sebagai upaya penghalangan kerja jurnalistik sebagai mana diatur dalam UU no.40 tahun 99 tentang Pers pada Pasal 18 ayat 1.

"AJI Surabaya juga menghimbau masyarakat untuk memahami kerja jurnalistik, menghalangi jurnalis berarti menghalangi pula hak masyarakat untuk mendapatkan informasi," kata Donny.

Keterangan Foto:
1. Taufan Wijaya (dua dari kiri) dan Abdul Rouf (tiga dari kiri) melapor ke Polres Sidoarjo.
2. Pelaku penyerangan.
3. Pelaku intimidasi (kiri).


*foto-foto dokumen AJI Surabaya oleh Taufan Wijaya