19 April 2015

TAK YAKIN BADRODIN

JENDERAL POLISI BADRODIN HAITI BERSAMA PIMPINAN DPR RI | ID NUGROHO
Lalu, Jenderal Polisi Badrodin Haiti menjadi Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) ke-22. Dan tentu saja, ini menjadi puncak drama pemilihan Kapolri di era Jokowi. Di pundaknya, beban penuntasan berbagai kasus di Indonesia berada. Termasuk kasus kematian misterius 8 jurnalis yang sampai saat ini masih belum diselesaikan. Dan entah kenapa, saya tidak yakin dengan Badrodin.



Saya ada di Paripurna DPR-RI saat DPR membahas Badrodin. Dan seperti biasa bila berurusan dengan DPR, hadir di acara itu membuat saya sering menggela napas panjang. Membuang keresahan, karena fakta tidak menyenangkan. Kali ini, sedikitnya jumlah anggota DPR yang hadir ketika Rapat Raripurna  DPR membahas Badrodin. Lihat saja foto di bawah ini.

RAPAT PARIPURNA MENETAPAN BADRODIN HAITI SEBAGAI KAPOLRI | ID NUGROHO
Bulatan-bulatan merah di foto ini adalah kepala-kepala yang menempati kursi-kursi ketika rapat itu digelar. Bandingkan dengan ruang-ruang kosong yang tidak terisi. Normalnya, semua harus terisi, karena salah satu “tugas” anggota DPR adalah hadir di rapat Paripurna. Tabiat DPR agaknnya memang belum berubah.

Tapi sudahlah, mari kembali ke persoalan Badrodin Haiti. Usai rapat, anggota DPR dari Fraksi Demokrat, Ruhut Sitompul berceletuk. “Sebenarnya, saya ingin bilang, pemilihan Kapolri kali ini, harus masuk Guinnes Book of World Record, karena sangat cepat.” Memang seperti itulah. Hanya tiga jam setelah usai rapat di Komisi III DPR di Lantai 2 Nusantara II Kompleks Parlemen Senayan, Badrodin disahkan menjadi Kapolri di Rapat Paripurna yang digelar di Lantai 3 gedung yang sama.

Badrodin menjadi Kapolri, dengan beban menumpuk. Satu di antaranya adalah kematian misterius 8 jurnalis. Fuad Muhammad Safruddin (Yogyakarta, 1996), Naimullah (Kalimantan Barat tahun, 1997), Agus Mulyawan, (Timor Timur, 1999), Muhammad Jamaluddin (Aceh, 2003), Ersa Siregar (Aceh, 2003), Herliyanto (Probolinggo, 2006), Ardiansyah Matra'is Wibisono (Merauke, 2010) dan Alfred Mirulewan (Maluku Barat Daya, 2010).

BADRODIN HAITI DIWAWANCARAI USAI RAPAT PARIPURNA | ID NUGROHO
Kasus-kasus itu menjadi pekerjaan rumah polisi yang jelas-jelas memiliki informasi tentangnya. Kasus Udin misalnya, sudah ditangani secara serius sejak pertama kali kasus mencuat. Bahkan, Kapolri sebelumnya, Sutarman sempat berkomentar mengenai kasus itu. “Kasus Udin memang salah penanganan sejak awal, bila organisasi pers memiliki data, silahkan diserahkan polisi, dan akan kembali kita tuntaskan,” katanya dalam pertemuan dengan jurnalis di Mabes Polri, Jakarta.

Organisasi profesi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pernah menyerahkan gebokan data itu kepada mantan Wakapolri Oegroseno. Tapi, sampai Sutarman-Oegroseno berlalu, kasus Udin yang sudah 18 tahun berlalu, pun tidak terusut tuntas. Akankah Badrodin Haiti lebih baik dari Sutarman untuk menyelesaikan kasus-kasus ini? Dugaan saya, tidak.

Tapi tentu saja, hal itu tidak membuat pekerjaan rumah itu tidak dikerjakan. Secara profesional, polisi harus tetap berproses untuk menuntaskannya.

ID Nugroho

No comments:

Post a Comment