21 December 2007

Jejak-jejak di Pulau Banyak


Pulau-pulau kecil di Indonesia kembali menjadi isu belakangan ini. Diam-diam, beberapa pulau di kawasan terluar Indonesia ditawarkan kepada orang asing untuk dijual. Dengan alasan keindahan, tidak sedikit orang tertarik untuk membeli pulau-pulau kecil itu. Salah satu pulau yang banyak dilirik adalah Pulau Banyak, Nanggroe Aceh Darussalam.

Pulau Banyak adalah salah satu pulau terluar Nanggroe Aceh Darussalam. Tepatnya wilayah Kabupaten Aceh Singkil. Dengan boat kecil, Pulau Banyak bisa ditempuh sekitar dua jam perjalanan. Seperti namanya, Pulau Banyak adalah wilayah dengan jumlah pulau berjumlah banyak. Sebelum tsunami menerjang Aceh, jumlah pulau di wilayah itu mencapai 99 pulau. Namun, pasca tsunami, hanya 63 pulau yang tersisa. Yang lain, terendam lautan.

Pulau terbesar adalah Pulau Tuanku, letaknya berada di tengah wilayah Pulau Banyak. Lalu Pulau Bangkaru yang juga pulau terjauh di kawasan itu. Selebihnya pulau-pulau kecil-kecil yang tersebar. Seperti Pulau Balai, Pulau Ujung Batu, Pulau Sawangla dll. Ibukota kecamatan, yang juga memiliki jumlah penduduk terbanyak terdapat di Pulau Balai. Jumlah keseluruhan penduduk di Pulau Banyak mencapai 7000-an jiwa, yang tersebar di tujuh desa.

Pulau Banyak ibarat Indonesia “kecil”. Di sinilah, masa lalu berbaur dengan masa kini Indonesia. Mayoritas penduduknya menjadi nelayan. Menggantungkan hidupnya dari kekayaan alam yang ada di pulau itu. Ikan, karamba, buah kelapa dan terumbu karang. Semuanya diolah menjadi barang-barang yang membuat kehidupan berjalan. “Orang di Pulau Banyak memang terlahir menjadi orang laut,” kata Dahrusyid, Sekretaris Kecamatan Pulau Banyak.



Namun di sisi yang lain, parabola berjejer di mana-mana. Hampir setiap rumah di Pulau Banyak memiliki parabola untuk menangkap siaran televisi nasional dan lokal Aceh. Tanpa parabola, hampir pasti, yang tergambar di televisi hanya kumpulan bintik-bintik tanpa cerita. Jadi jangan heran, berita tentang mode pakaian terbaru dengan gosip artis di Jakarta pun diketahui oleh warga Pulau Banyak.

Termasuk isu kerusakan habitat laut yang ditandai dengan pengrusakan terumbu karang, yang justru menjadi tradisi masyarakat Pulau Banyak. Setiap hari, puluhan nelayan pencari karang memanen terumbu karang di sekitar Pulau Banyak untuk dijual sebagai bahan bangunan. “Di sini nggak ada material bangunan, yang ada hanya terumbu karang, apa lagi yang bisa kita lakukan,” kata Nasrante, mantan Geuchik Pulau Bale.


No comments:

Post a Comment