Youtube Pilihan Iddaily: CNN Indonesia
Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
 

05 November 2010

Nasib teater Indonesia setelah Rendra pergi

Diana AV Sasa

Perhelatan Kompetisi Teater Indonesia yang berlangsung sejak 1 November hingga 8 November mendatang, juga akan menggelar seminar tentang perkembangan teater modern Indonesia. Seminar bertema “Teater Modern Indonesia Pasca Rendra” yang dilaksanakan pada 6 Nopember mulai pukul 09.00 wib di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur.


Jurnalis yang juga sastrawan Rachmad Giryadi didapuk sebagai moderator. Menurut ketua panitia Kompetisi Teater Indonesia, Farid Syamlan, sekitar 100an orang telah menyiapkan diri untuk mengikuti seminar yang menampilkan narasumber Slamet Rahardjo (Aktor, Jakarta), Putu Wijaya (Sutradara, Jakarta), dan David Reeve (Penulis dan akademisi, Australia) itu.

Putu Wijaya dikenal sebagai sahabat sekaligus "musuh" Rendra. Putu mengaku belajar 5 hal dari Rendra. Pertama, Rendra mengajarkan dirinya untuk mempertimbangkan tradisi. Kadang, katanya, tradisi ini diterima begitu saja, padahal ada yang tidak perlu. Kedua, berani melawan. Artinya berani melakukan interpretasi, reposisi dan sebagainya. Ketiga, mengajarkan tidak pernah menyerah. Keempat, Putu mengaku selalu diingatkan oleh Rendra, bahwa jika tidak ada sesuatu yang baru di dunia ini, lalu apa artinya kehadirannya. Kelima, Rendra mengajarkan untuk kritis.

Slamet Rahardjo menyimpan kekaguman dan kedekatan tersendiri dengan Rendra. Ia pernah dipilih langsung oleh Rendra untuk menyutradarai film Kantata Takwa. Bahkan sebelum meninggal Slamet pernah dimarahi Rendra. "Pada suatu malam, Willy itu mukanya berang. Dia nunjuk ke muka saya. Dia tampak marah dengan saya waktu itu. Dia bilang, 'kembali kepada nuranimu! Jangan sekali-sekali kamu berbohong dengan apa yang kamu yakini".

Sementara David Reeve adalah pengamat dan sekaligus penulis yang banyak memperkenalkan Rendra di kalangan seniman internasional, khususnya Australia.

Debu Merapi mirip pecahan kaca

Iman D. Nugroho

Abu vulkanik yang saat ini disemburkan Gunung Merapi hingga ke Yogjakarta, memiliki komposisi mirip dengan bahan industri kaca. Juga mirip glass hard yang sangat halus. Bila dilihat dengan mikroskop, akan tampak bagian tepinya dan ujungnya runcing. Reaksi yang berbahaya bila terhirup mahluk hidup. Bisa merobek jaringan paru-paru. Jika kena mata, bisa merusak mata. Cara terbaik, dengan melindungi mata dan hidung!
BERITA LENGKAP DI SINI

People power untuk pengungsi Gunung Merapi, sekarang!

Iman D. Nugroho

Di sela-sela letusan besar Gunung Merapi yang membuat Kota Yogjakarta hujan abu, Kamis-Jumat (4-5/11) ini, tiba-tiba sebuah pesan berjudul Gerakan Nasi Bungkus Jogja, masuk ke hp.

"Yang domisili di Jogja bisa siapkan 3 nasi bungkus dr rmh kalian utk serahkan pagi ini di Hijau Cafe Jl.Kaliurang KM5. Pengungsi menumpuk akibat erupsi Merapi td mlm dan tidak ada dapur umum dipengungsian saat ini. Yang tidak di Jogja, Please Share. Let's Help Others."

Tampaknya, gerakan People Power untuk membantu pengungsi di Yogjakarta sudah mulai terjadi. Karena kemungkinan, bila Gunung Merapi yang diperkirakan akan meletus lebih besar, membuat nasib ratusan ribu pengungsi benar-benar dipertaruhkan.

Hingga saat ini saja, pemerintah melalui badan penyelamatan sudah memperluas daerah aman Merapi. Dari radius 10 KM, menjadi 15 KM dan tak seberapa lama, meluas menjadi 20 KM. Hasilnya, semakin banyak pengungsi yang harus diselamatkan.

Sangat masuk akal, bila saat ini diperlukan People Power untuk bantuan pengungsi Merapi. Ayo bergerak! Ayo membantu pengungsi Merapi yang masih bisa diselamatkan. People Power untuk Pengungsi Merapi, sekarang!

*foto oleh yahoonews

Sent trough BlackBerry®

04 November 2010

Ting-ting Klantink!

Evi Yuniati

Pentas ajang pencarian bakat, Indonesia Mencari Bakat yang disiarkan Trans TV baru saja usai dan menghasilkan bakat pilihan, Klantink!


Kelompok musik jalanan ini dipenuhi dewi fortuna. Rakyat Indonesia pun menyukai kesederhanaan bermusik mereka.

Berbekal keinginan merubah nasib, Klantink berusaha sekuat tenaga untuk mempersembahkan karya musik terbaik mereka dengan ilmu yang mereka peroleh dari pembimbing selama program berlangsung. Termasuk menjawab tantangan pada juri.

Kiranya Klantink bisa menjadi inspirasi bagi pemusik jalanan untuk bermain musik yang serius, tidak asal genjrang genjreng.

Juga Klantink tidak hanya berpuas diri dengan prestasi yang sudah diraih, tapi tetap terus belajar, berlatih dan rendah hati. Semoga bintang cemerlang itu akan tetap ada menaungi mereka. "I like it!"

Qantas dan puncak dari ketakutan penumpang pesawat terbang

Iman D. Nugroho

Kamis pagi. MetroTV berisik dengan breaking news tentang ledakan yang terjadi di langit Batam. Saksi mata yang diwawancarai televisi itu mendiskripsikan, sebuah pesawat terbang berbadan lebar, meledak di udara.

Social media semacam twitter dan facebook ikut berisik. Bertanya, menduga, berdoa dan gelisah. Apa yang terjadi di langit Batam? "Qantas mas, meledak. Bom?" Komentar seorang kawan di facebookku.

Meski ternyata tidak seheboh yang diperkirakan, apa yang menimpa Pesawat Qantas Airways dari Singapura itu mengingatkan kembali, hal ketakutan tertinggi penumpang pesawat terbang: CELAKA DI UDARA.

Apa yang bisa dilakukan penumpang bila pesawat yang ditumpanginya mengalami trouble di udara, selain mengencangkan seat belt, menegakkan sandaran kursi dan mengembalikan meja pada posisi semula? Tidak ada lain.

"Ya memang tidak ada, selain pasrah," kata Alvin Lie, mantan anggota DPR dari PAN. Alvin dikenal paham dengan dunia penerbangan. "Tapi setidaknya, kita tahu apa yang harus dilakukan," katanya.

Selama ini, banyak orang salah dalam bertindak ketika keadaan darurat. Penggunaan pelampung dalam pendaratan darurat di air, misalnya. Seringkali, banyak orang sudah mengembungkan pelampung ketika masih di dalam pesawat. Hasilnya, sulit bergerak, dan sulit keluar dari pesawat karena berdesakan. Harusnya, pelampung dikembungkan ketika ada di air.
Sent trough BlackBerry®

03 November 2010

Football Evangelist: Maksimalkan Maximu…

Jojo Raharjo

Mengawali catatan football evangelist hari ini, saya tak bisa mengelak untuk mengabarkan euphoria kemenangan Liverpool di Reebok Stadium, kandang Bolton Wanderers, Ahad malam kemarin.


Kemenangan itu menjadi catatan penting karena mengembalikan kepercayaan diri Liverpool yang sempat terperosok ke posisi dua dari dasar klasemen.

Kredit besar patut ditujukan kepada Maxi Rodriguez sang penceplos gol tunggal ke gawang Jussi Jaaskelainen di menit ke-86, saat pemain, pelatih, dan penonton pasrah menerima hasil imbang di laga pekan kesepuluh Liga Primer 2010/2011.

"Lovely ball from Lucas, brilliant backheel from Torres, good goal by Maxi…” teriakan komentator ESPN itu serasa memecahkan kebuntuan tengah malam. Sebuah kemenangan berarti, karena menjadi pemecah telur sebagai kemenangan tandang pertama Liverpool di Liga Inggris sepanjang 2010, dan yang pertama dalam 32 pertandingan Roy Hodgson, termasuk saat pelatih gaek masih membesut Fulham.

Maximiliano Rubén "Maxi" Rodríguez, kelahiran 2 Januari 1981, datang sebagai pemain Liverpool pada 13 Januari tahun ini. Tanpa ada biaya pembelian alias free transfer dari Atletico Madrid, klub Liga Spanyol yang dikapteninya semenjak Atleti ditinggal maskotnya yang terlebih dulu bergabung ke Anfield, Fernando Torres. Maxi pun menandatangani kontrak 3,5 tahun, dan mendapat nomer punggung 17, dengan tugas menyediakan pasokan bola sedap bagi kawannya selama dua musim di Vicente Calderon itu.

Lahir di Rosario, kota terbesar di provinsi Santa Fe, Argentina, Maxi punya nama panggilan ‘La Fiera’ atau “The Fierce”, kira-kira artinya binatang liar yang ganas. Empat tahun silam, di Piala Dunia 2006 Jerman, Maxi mencetak gol spektakuler yang meloloskan Argentina dari babak enam belas besar, menyudahi perlawanan Mexico 2-1 lewat babak perpanjangan waktu.

Saat itu menit ke-98, menerima umpan dari Juan Pablo Sorin, Maxi mengontrol bola dengan dada, sebelum kaki kirinya menghujamkan tendangan voli keras dari luar kotak penalti… wuuusss… bola bersarang di pojok atas gawang Oswaldo Sanchez.

Meski tak secemerlang Piala Dunia 2006 yang melesakkan 3 gol, Maxi selalu tampil dalam 5 kali pertandingan di putaran final Piala Dunia 2010, sebelum anak-anak didik Diego Maradona itu dipulangkan Jerman lewat kekalahan 0-4 di perempatfinal.

Di usia hampir kepala tiga, pria yang juga memiliki kewarganegaraan Italia ini membuktikan dirinya belum habis. Terus menyerang seperti layaknya buasnya hewan di alas, Maxi Rodriguez meninggalkan pesan berarti bagi kehidupan. Kalau bisa menang, mengapa seri? Selama peluit akhir belum ditiup, kenapa tidak mencoba bikin gol?

Jawabannya memang tergantung konsistensi kita dalam kehidupan yang kadang tampak ganas ini. Konsistensi untuk terus tidak menyerah. Konsistensi untuk bernafsu membuat hasil positif. Jadi, sudah “maxi”-kah kita memaksimalkan kemampuan kita?

*Teks foto: Maxi Rodriquez, saat direkrut pelatih Liverpool saat itu, Rafael Benitez
*Tulisan di juga dipublikasikan di http://jojoraharjourney.wordpress.com

Analisa Olahraga lain, klik di sini.