Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pati berani!
       

09 Februari 2011

Arak, rokok, perempuan dan tokoh-tokoh China

Ada posting menarik beredar di pesan pendek soal tokoh-tokoh China. Bukan tentang bagaimana para pemimpin itu memerintah negeri "Tirai Bambu", melainkan bagaimana umur para tokoh China itu terkait kebiasaannya minum arak, merokok dan relasinya dengan perempuan. | ps. fokus pada umur dan kebiasaannya.


Lin Biao (5 Desember 1907 - 13 September 1971)
Meninggal pada usia 63 tahun.
Kebiasaan: merokok tapi tidak minum arak

Zhou Enlai (5 Maret 1898 – 8 Januari 1976)
Meninggal pada usia 73 tahun.
Kebiasaan: minum arak tapi tidak merokok

Mao Zhedong (26 Desember 1893 – 9 September 1976)
Meninggal pada usia 83 tahun.
Kebiasaan: merokok dan minum arak

Deng Xiaoping (22 Agustus 1904-19 February 1997)
Meninggal pada usia 94 tahun
Kebiasaan: merokok, minum arak, dan main kartu

Zhang Xue Liang atau Chang Hsüeh-liang (3 Juni 1901 - 4 Oktober 2001)
Meninggal pada usia 103 tahun
Kebiasaan: merokok, minum arak, main kartu, dan punya istri muda.

Lei Feng (18 Desember 1940 – 15 Agustus 1962)
Meninggal ketika baru jadi kader Partai, pada usia 23 thn
Kabiasaan: tidak merokok, tidak minum arak, tidak merokok, tidak main perempuan

Foto: Zhang Xue Liang (dua dari kiri)

08 Februari 2011

Benarkan massa penyerangan Ahmadiyah dibayar?

Apakah benar Ahmadiyah melakukan provokasi, sebelum diserang? Apa benar massa dibayar? Berikut ini adalah penuturan salah satu saksi mata dan korban berinisial YA. Kesaksian ini banyak beredar di pesan pendek.


Assalamualaikum. Pertama-tama, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para syuhada. Semoga kalian semua tenang di alam sana. Mohon maaf saya tidak bisa menyelamatkan kalian.

Minggu dini hari, sekitar jam 02.30, kami berangkat dari Serang menuju Pandeglang. Perjalanan cukup jauh, melewati jalanan yang rusak. Saya naik mobil APV, yang disetiri oleh Alm. Chandra, salah satu korban.

Kami tiba di lokasi sekitar pukul 07.00 wib, kami rebahan (di rumah yang diserang) dan disuguhi sarapan. Tiba-tiba sekitar jam 09.30 wib, awalnya banyak polisi yang datang. Setelah itu pergi lagi.

Sekitar pukul 10.00 wib, datanglah massa, entah dari mana. Mereka langsung menyerang. Tidak ada dialog atau mediasi. Mereka mengacungkan senjata tajam dan melempari dengan batu.

Kami coba meredam, tapi serangan dan lemparan terus berlangsung. Kami pun melawan dengan peralatan seadanya. Saya pun ikut. Sampai akhirnya kami mundur. Saya terkena lemparan batu 3 kali lemparan baru. Kepala dan kaki kanan.

Saya bersembunyi di kali, di pinggir semak-semak. Di sana saya mendengar suara saudara kita sedang merintih. Dihajar beberapa orang. Ada salah satu saudara kita yang mencoba menolong, tapi musuh dengan ganasnya terus menghajar dengan kata-kata ,"Modar dia ku aing."

Saudara kita yang lain disuruh berenang, tapi sepertinya tidak bisa berenang. Akhirnya ditarik ke tengah sungai, diselamatkan. Anggota kami yang tidak melawan pun terus jadi amukan.

BAYARAN

Massa yang menyerang dan ternyata bayaran. Penyandang dana nya dari _________ (menyebut pejabat) yang berjanji untuk memberantas Ahmadiyah jika terpilih. Pengumpul massanya adalah _________ (lagi, menyebut pejabat) yang sangat benci pada Ahmadiyah. Menurut warga, selain massa, polisi pun dapat bayaran, supaya mereka tidak menghalangi serangan.

Setelah saya keluar dari persembunyian, saya istirahat di gubuk tengah sawah. Tiba-tiba ada seorang pemuda. Alhamdulillah, ternyata Khudham Cikeusik bernama Mulyadi selamat.

Setelah Mulyadi pergi, saya dibawa oleh seorang athfal bernama Arif ke rumahnya yang terletak di seberang rumah kejadian. Dari rumah itu, saya melihat dengan mata dan kepala sendiri, orang-orang yang menyerang baru pulang dari rumah _________ (menyebut pejabat) sambil membawa amplop cokelat. Mereka salaman dengan polisi sambil tersenyum-senyum.

Pagi-pagi sekali saya pulang ke Serang naik angkutan umum. Di angkutan tersebut, penumpang lain membicarakan tentang penyerangan dan fitnah yang ditujukan pada kita (Ahmadiyah). Kondektur di mobil umum jenis ELF itu mengatakan, kalau dirinya diajak menyerang jemaat, tapi dia nggak ikut.

Penumpang lain menimpali, memukul jemaat akan mendapatkan Rp. 1 juta. Itu juga yang mungkin menjadi pemicu massa untuk membunuh. Sekian dulu, mohon maaf bagi semua anggota jemaat. Mohon do'a juga, masih banyak anggota yang blm diketahui keberadaanya.

07 Februari 2011

Alunan biola dalam novel empat seri

Iringan biola yang dimainkan Filesky dan aksi teaterikal Indri dari jurusan Teater SMKN 9 mengiringi peluncuran The Souls: Moonlight Sonata, tetralogi pertama novel karya Wina Bojonegoro di Metropolis Room, Graha Pena, Surabaya, Sabtu (5/2) lalu.


Jika ada orang bilang bahwa tugas sastra di antaranya adalah untuk memperhalus sebuah pesan dan makna serangkaian kejadian, The Souls: Moonlight Sonata berhasil melakukan tugas ini secara baik.

Lebih dari sekadar mengungkap serangkaian kejadian, Wina Bojonegoro membuat novel ini menjadi sebuah perayaan imajinasi dan kekayaan rasa antara kepolosan, perkara hidup, cinta, dan kasih sayang yang dibalut secara apik. Kekuatan energi alam, jiwa-jiwa yang hidup, mengantarkan para tokoh memasuki dunia yang penuh haru-biru dan pergolakan. Dan, "Musiklah yang menyatukan para pecinta dan cintanya".

The Soul adalah novel 4 seri yang berkisah tentang perjalanan sebuah warisan biola selama 7 turunan generasi. Dia datang untuk mencari garis darah, dimana cinta dan kasih sayang dipertanyakan sepanjang hidup seorang anak manusia.

Moonlight Sonata adalah serpihan pertama. Berkisah tentang biola yang menjadi alat pemersatu bagi anak-anak manusia. Kelahiran yang tak dikehendaki pun berubah menjadi sebuah entitas yang mewarnai kehidupan seorang perempuan muda bernama Padmaningrum.

Endang Winarti yang lebih akrab dipanggil Wina Bojonegoro, memang seorang cerpenis yang berasal dari kota Bojonegoro. Dalam The Souls, Ia merangkai cerita tentang kehidupan Padmaningrum yang menggelinding kearah berbeda seiring perjalanan sang biola bersejarah yang memiliki perjanjian leluhur.
Ketenaran dan kemahiran akhirnya justru menggelinding kearah jurang kiamat. Prestasi dan ketenaran yang semula direncakan sebagai medan magnit bagi sang ayah, ternyata menjadi medan magnit bagi cinta lain, cinta yang absurd. Tapi toh roda kehidupan harus terus berjalan, perjuangan belum selesai. Hidup baru saja dimulai, meskipun berdarah. Kata siapa kematian adalah akhir? Bagi James dan Padma, kematian justru awal segalanya.

Dr. Sugeng Susilo Adi, M.Hum.,M.Ed , Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya yang menjadi testimoner pembaca novel The Souls mengatakan,"Membaca Wina Bojonegoro ini adalah membaca rangkaian kata-kata hidup yang magis mengalir lewat kalimat yang tali-temali menjadi paragraf yang hidup pula.

Dan, yang paling saya suka dari tulisan Wina Bojonegoro adalah monolog 'aku' bahwa apa yang ada di dalam hati sang 'aku' dia tampilkan dalam rangkaian kata-kata magis yang sangat-sangat enak disimak. Ungkapan perasaan 'aku' yang dia tampilkan terkadang nakal, menggelitik, filosofis, menyindir ke-’ego’-an kita”.

Wina berharap novel pertamanya ini akan diterima baik oleh pembaca sehingga ia akan mampu menuliskan serial selanjutnya dari The Soul.

Silakan saling serang, silakan saling bunuh

Oleh: Iman D. Nugroho

Apa yang terjadi di Pandeglang, Banten, Minggu (6/2) adalah sebuah penegasan kondisi termutakhir di Indonesia. Tidak ada lagi yang bisa menghalangi orang untuk saling serang dan saling membunuh. Silakan,..


Karena keadaan di Indonesia memang sudah tidak lagi bisa dikendalikan. Tidak ada lagi kepastian atas jaminan keamanan di hampir semua bidang kehidupan. Masyarakat seakan hidup di jaman ketika tidak ada aparat keamanan, bahkan tidak ada pemerintahan.

Mari kita tarik kembali hal paling dasar dalam hidup dan berkehidupan di Indonesia. Apa yang menjadi prasyarat utama roda kehidupan di negeri ini. Meski membosankan, Pancasila dan UUD 1945 (dengan empat kali revisinya) terus harus diingatkan.

Dalam konteks kehidupan beragama, sangat mudah menemukan sandaran kehidupan beragama dalam kedua kitab berbangsa itu. Agama apapun, asalkan mengakui ber-Tuhan satu, bebas hidup di Indonesia. Itu jelas termaktub dalam konstitusi kita.

Karena itulah, sangat mengherankan bila Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang justru mengaku mengakui Pancasila dan UUD 45, mengkotak-kotakkan agama. Bodohnya, Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri yang juga mengakui Pancasila dan UUD 45 pun melakukan hal yang sama.

Memang, SKB yang banyak diberitakan dalam konteks ini adalah SKB untuk Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JMI). Secara kenegaraan, SKB dan keputusan MUI yang membuat publik seakan menjadi 'sah' untuk melihat Ahmadiyah dengan lebih rendah.

Baiklah. Negara yang secara tidak langsung menyuruh kita untuk saling serang dan saling bunuh. Di mata saya, justru MUI dan SKB dua menteri itu yang menyesatkan kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Negara membuka ruang untuk saling serang dan saling bunuh.

06 Februari 2011

Ayo siap-siap untuk mati mendadak,..

Oleh: Iman D. Nugroho

Apa yang dialami Adjie Massaid, meninggal mendadak, jelas bisa menimpa siapa saja. Umur, adalah sesuatu yang misterius. Sudah siapkah kita meninggal mendadak?


Secara pribadi, kita harus berpikir untuk mati kapan saja, di mana saja, dalam situasi apa saja. Coba kita lihat lagi, apa yang membuat kita tidak bisa mati kapan saja. Rumah tempat kita hidup, berada di tanah Indonesia yang terletak di ring of fire gunung berapi.

Jajaran gunung berapi itu membentang, dan memutari kita dari Aceh sampai Papua. Dan secara geografis, kita juga berada di patahan bumi. Bila patahan itu bergeser, akan menyebabkan tsunami. Ingat tsunami Aceh yang menyebabkan 150 ribu orang meninggal dunia.

Untuk yang hidup di kota besar, kemungkinan untuk mati mendadak sangat besar. Kecelakaan kendaraan bermotor menjadi salah satu penyebab terbesar. Taruhlah kata, anda pemakai kendaraan umum. Angkutan kota, bus umum, ojek dll. Apakah tidak ada kemungkinan kecelakaan? Dengan budaya berkendara yang ada di Indonesia?

Kalau kita berhati-hati, dala mengendarai kendaraan pribadi, bagaimana dengan orang lain? Apakah mereka berhati-hati juga? Belum lagi soal serangan jantung.

Nah, tidak ada salahnya kita mempersiapkan diri bila kita mati mendadak. Bagi saya, yang paling utama adalah mempersiapkan orang terdekat kita. Keluarga, pasangan, teman-teman dll. Janganlah tabu membicarakan kemungkinan mati mendadak dengan mereka.

Kata kuncinya hanya satu, orang-orang terdekat itu sudah siap bila kita tinggal sewaktu-waktu (baca: mendadak). Secara psikologi dan ekonomi. Dua hal itu paling penting. Setidaknya, ketika kita mati mendadak, orang terdekat sudah siap menghadapinya.

Setelah itu, mereka masih bisa "hidup". Tidak untuk selamanya, tentu, namun untuk mempersiapkan mereka bangkit kembali secara ekonomi, dan melanjutkan hidup mereka.

Satu lagi. Ini sangat personal. Yakni, kehidupan setelah kita mati. Untuk anda yang beragama, dan yakin dengan agama anda, tak ada salahnya untuk well,..mengingat lagi jalan hidup yang diajarkan agama anda.

Dan untuk yang tidak beragama, setidaknya, tetap punya ukuran-ukuran menjadi orang baik.

Selamat "bersiap-siap"!