Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pati berani!
       

02 Januari 2011

Yang satu itu siapa?

Syarief Waja Bae | Selalu ada yang mati dengan membawa rahasia abadi, kecuali mereka yang berjumpa di bukit yang tinggi. Tempat darah-darah membumi karena niat serakah dan saling menghianati.


Sua yang menjadikan mereka kerabat, adalah perjalanan berat. Rusuh, Saling membunuh, terjangkitnya penyakit-penyakit, Sampai pada kemarahan alam, tak mampu membongkar rahasia itu. Lalu siapa mereka? Apa mereka awalnya berdua, bertiga, bertujuh bersembilan, atau...? Dan dimana bukit itu?

Hanya ada satu yang tersisa dari mereka. Tapi yang lain tidak mati. Melainkan minta diantar kembali ke langit. Apa ini dongeng, atau misteri? Bukan. Mereka selalu melawan dengan diam. menuntun dengan tangan dalam hati mereka.

Mereka menjadikan ratusan juta boneka menjadi manusia, yang sebelumnya dianggap sampah oleh pencetus julukan boneka.
Mereka mengerti kebutuhan jiwa.

Yang satu itu siapa?


Surabaya, 02-01-2011

31 Desember 2010

Tidak perlu catatan akhir tahun

Iman D. Nugroho | Sungguh, negeri ini tidak memerlukan catatan akhir tahun. Semua tetap sama. Masih ada korupsi, masih wartawan mati, masih ada orang miskin, masih ada pelarangan beribadah dan berjuta kesedihan yang bisa diungkapkan. Catatan yang sama setiap tahun berganti.


Lalu, untuk apa bertahun baru? Agar bisa memperbaiki, katanya.Itulah pokok persoalannya, namun tetap saja tidak bisa (atau tidak mau?) mengubahnya. Cobalah search harapan pergantian tahun yang terjadi saat Soekarno berkuasa. Atau ketika Soeharto mencengkeramkan kuku Orde Barunya.

Lirik juga jaman Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan tentu saja, Susilo Bambang Yudhoyono. Hampir pasti, harapan tumpah ruah dalam pergantian tahun. Tapi, siapa saja bisa berharap dan bagaimana mewujudkan harapan itu, menjadi tanya yang tidak terjawab.

Si miskin ingin memperbaiki nasibnya, tapi si kaya menghalangi. Penganut agama minoritas ingin bisa bebas beribadah, tapi yang mayoritas kerap kali menekannya. Korban pelanggaran HAM ingin keadilan ditegakkan, tapi pemangku keadilan menepisnya. Semua seperti berulang dan kembali diharapkan dari tahun ke tahun.

Lalu, untuk apa bertahun baru? Apatis. Tentu saja tidak. Tulisan ini bukan sikap apatisme. Namun sebuah dorongan untuk evaluasi dan menemukan solusi cerdas akan semuanya. Tentu saja, tidak mudah. Karena memang kemudahan sepertinya dihapus dari jalan hidup orang-orang kalah. Sayangnya, orang-orang kalah itu bukan 'kita'.

Kita tidak butuh catatan akhir tahun. Kita butuh solusi di setiap tahun.

Catatan Langkah

Oleh Syarief Waja Bae | Kita menjelma serbuk arang.
Menetaskan tegang dari lidah kita.
Jangan gagap dengan keadaan ini.
Bebaskan pikiranmu berkelana dalam alur kodrat.
Sesekali kita Membara seperti matahari merobek pori-pori.


Mari kita Petik segala yang kita muntahkan pada debat.
Ini bukan luka, tapi ini catatan langkah.
Yang didalamnya terselip ilmu makna.
Di lingkaran ini, kita bangun.

Tentu ada resiko bila terpeleset.
Teori memang penting,
tapi akan lebih penting jika berguru pada keadaan.

Desember 2010


Sent through BlackBerry®

30 Desember 2010

Mencintai Garuda dengan sederhana

Jojo Raharjo | Photo by Reuter via Yahoo| Apakah Anda termasuk orang yang mencintai seseorang atau sesuatu hanya pada saat berada dalam kondisi menyenangkan saja?


Lalu, apa yang terjadi ketika sayur yang dimasak isteri Anda ternyata kurang asin, ketika nilai raport anak Anda lebih banyak merahnya, ketika klub kegemaran Anda terperosok dalam prestasi buruk, ketika selebritas idola Anda masuk penjara, atau saat organisasi Anda terjerat konflik menyesakkan.

Kalau memang Anda hanya mencintai figur-figur itu dalam kondisi positif, tak ubahnya Anda layak disejajarkan dengan orang-orang yang pada sebulan terakhir disebut sebagai “Mendadak Timnas”.

Mereka yang tak tahu sejarah sepakbola Indonesia tapi tiba-tiba memasang poster Irfan Bachdim di kamar. Mereka yang memuja-muja Cristian Gonzales tanpa pernah berpikir dia adalah pemain bola nan sama sekali tak sempurna. Mereka yang menganggap Markus Haris seolah dialah ‘portiere’ terbaik di negeri ini sepuluh tahun terakhir…

Di Final Piala AFF 2010, harapan itu terlalu berat dibebankan di pundak mereka. Sebesar dan sekencang teriakan belasan supporter yang menyeruduk masuk busway di Halte Karet tadi, saat jarum jam menunjukkan waktu 30 menit menjelang pertandingan dimulai.

“Pak Sopir, cepat, nanti tiketku hangus.Harganya mahal, lho…” “Hooy, cepat, aku nanti duduk di samping SBY…”, “Kalau nggak ada aku, SBY nggak masuk..” “Ayo, yang Indonesia masuk, yang Malaysia turun saja…”

GBK MEMBARA


Sebenarnya asa itu tak pernah salah. Belum pernah kulihat sekeliling stadion ini begitu berlimpah manusia. Layar lebar ditancapkan di penjuru gelanggang olahraga berbentuk “tungku raksasa” yang dibangun Sukarno 48 tahun lalu itu.

Ada penjaja kaos, jagung rebus, siomay dan anak muda berpasang-pasangan dengan tempelan merah putih di dua belah pipi. Inilah pesta rakyat sebenarnya.

Semua memang haus prestasi, haus pahlawan. Dan, ke-14 anak muda yang malam ini bersimbah peluh bukannya tak mau jadi pahlawan. Kapten kesebelasan Firman Utina tentu tak pernah sengaja menendang penalti begitu lemah.

Kiper Markus tak pernah menyangka kembali dipecundangi Mohd Safee Sali. Bek Maman tak pernah menduga, keisengannya menyentuh piala pada permulaan laga di Bukit Jalil berbuah sial, menjadi penyebab dua gol ke gawang timnya.

Sekali di kandang lawan, dan sekali di depan 95 ribu pasang mata yang menyemut di Senayan. Menang 2-1 di rumah tak ada artinya setelah keok 0-3 di negeri tetangga. Dua gol Nasuha dan Ridwan bolehlah jadi penghibur, bahwa setidaknya kita menang dua kali atas Malaysia dalam satu turnamen. Meski akhirnya tak jadi juara.

Tak ada yang disalahkan. Mereka sudah berbuat sekerasnya. Tapi bola yang mahakuasa telah memilih mana tim terbaik. Mereka kalah oleh tim yang mementingkan pembinaan di atas segalanya. Sebuah liga yang tak membolehkan pemain asing mencari nafkah di sana.

TANPA NATURALISASI

Sementara di sini, baik di liga yang sudah ada maupun baru berputar bulan depan, satu tim boleh punya lima pemain impor. Profesionalisme bisa jadi alasan, tapi tentu tak usah menutup mata ada mata pencaharian agen, pengurus, dan mata rantai lain yang tertutup kalau keran ekspatriat itu dihentikan. Mungkin prinsipnya, kalau ada yang benar-benar menguntungkan, bolehlah sekalian diberi hadiah paspor.

“Inilah buah dari keputusan Persatuan Bola Sepak Malaysia, tidak adanya pemain asing membolehkan pemain muda kami lebih berkembang,” kata Krishnasamy Rajagopal dalam jumpa pers usai partai pamungkas.

Pria kelahiran Selangor 54 tahun silam ini tak sedang menggombal, tapi medali emas Sea Games Laos tahun lalu, dan kini Juara Piala AFF membuktikan sistem pembinaan itu.

Malam ini Garuda menang tapi kalah. Tapi, tak selayaknya kita hanya mencintainya ketika mereka berjaya. Kalau tak mau disebut sebagai golongan supporter ‘mendadak timnas’ maka katakanlah kepada lambang Garuda itu.


“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu,"


*analisa olah raga lain, klik di sini.

24 Desember 2010

Video Santa "gila" di malam Natal

Iman D. Nugroho | Video by Youtube | Natal bisa dirayakan dengan berbagai cara. Dan video berisi orang-orang berlagak Santa Claus di video ini, cukup layak dibilang "gila". Mulai Santa jagoan, hingga Santa perampok bank! Selamat menikmati.

1. Santa jagoan



2. Santa kurang perencanaan



3. Santa menangkap maling di mall



4. Santa yang lebay



5. Santa Merampok Bank!