Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Keroncong Kenangan
       

29 Januari 2010

AJI Sesalkan PHK Massal di Harian Berita Kota

Press Release

ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyatakan prihatin atas musibah ketenagakerjaan yang dialami oleh seluruh karyawan harian Berita Kota. Pemutusan Hubungan Kerja massal yang mereka alami, pekan ini merupakan cermin brutalnya praktek bisnis di ranah industri media massa.

Mulanya hanya desas desus. Sejak sepekan sebelumnya, 144 karyawan Berita Kota memang sempat dihantui kabar akan ada PHK massal. Isu itu muncul bersamaan rencana akuisisi yang akan dilakukan oleh salah satu anak perusahaan di bawah bendera Kompas Gramedia Gorup (KKG).

Tapi kabar angin itu sempat ditepis oleh Pemimpin Redaksi Berita Kota, Jhony Hadjoyo di hadapan staf redaksi pada Senin (25/1) malam. Saat itu Jhony membantah kabar adanya rencana akuisisi dan meminta karyawan tetap bekerja seperti biasa.

Namun kondisi yang terjadi setelahnya berubah 180 derajat. Seluruh staf yang jenjangnya berada di atas level Asisten Redaktur mendadak diminta datang ke kantor pusat PT Penamas Pewarta, perusahaan yang menggawangi penerbitan harian Berita Kota, pada Selasa (26/1) pagi. Siangnya, karyawan lain dikumpulkan di kantor.

Di hadapan karyawan, Rudy Santosa, pemilik perusahaan, mengabarkan bahwa Berita Kota telah dibeli oleh PT Metrogema Media Nusantara, salah satu anak perusahaan KKG, dan para karyawan akan di-PHK dengan kompensasi pesangon.

Berdasarkan pengakuan sejumlah karyawan Berita Kota, AJI Jakarta menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses PHK ini.

Pertama, keputusan PHK tidak didahului oleh proses musyawarah antara pihak manejemen dengan para karyawan. PHK sepihak seperti ini dilarang Undang Undang Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003.

Kedua, PHK tidak berdasarkan alasan yang memadai sesuai aturan perundang-undangan dan tanpa melalui penetapan dari Dinas Tenaga Kerja maupun Pengadilan Hubungan Industrial.

Ketiga, dalam kondisi perusahaan telah diakuisisi, maka kewajiban pesangon mestinya dibayar oleh pemilik yang baru. Bukan oleh pemilik yang lama.

Keempat, besar pesangon tidak sesuai UU Tenaga Kerja. Karyawan hanya menerima satu kali dari total perhitungan nilai pesangon. Padahal, UU No.13 tahun 2003 mengatur bahwa karyawan yang di-PHK atas inisiatif perusahaan harus dibayar minimal dua kali nilai pesangon.

Kelima, karyawan tidak menerima uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

AJI Jakarta menilai praktek PHK dengan modus akuisisi media seperti yang terjadi di Berita Kota adalah indikasi kemunculan praktek kartel di ranah industri media. Para pemilik perusahaan raksasa makin garang mencaplok perusahaan kecil, dengan mengabaikan perlindungan hak-hak tenaga kerja.

Kasus serupa saat ini juga terjadi di Harian Suara Pembaharuan, Harian Investor Daily dan Jakarta Globe – semuanya di bawah Lippo Group. Puluhan karyawan disana --diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah-- sudah dipecat atas alasan efisiensi. Ini tentu berlawanan dengan semangat Pasal 151 ayat 1, UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menegaskan bahwa, "Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja."

Atas kasus ini, AJI Jakarta menyatakan:

1. Menyesalkan putusan PHK yang dialami ratusan karyawan harian Berita Kota.
2. Meminta perusahaan untuk memberikan hak-hak karyawan sebagaimana diatur dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Mendorong karyawan Berita Kota untuk memperjuangkan hak yang seharusnya didapatkan atas putusan PHK tersebut.
4. Mendesak Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Pusat untuk melakukan fungsi pengawasan atas kasus PHK karyawan Harian Berita Kota.
5. Menghimbau seluruh wartawan dan pekerja media segera mengorganisir diri dengan mendirikan serikat pekerja. Keberadaan serikat pekerja merupakan kunci yang dapat menjamin perlindungan hak-hak pekerja dan memudahkan proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Penjara Seumur Hidup bagi Pembunuh Wartawan Radio di Filipina

Seapa

Pengadilan Kota Cebu, Filipina telah memutus bersalah Muhammad "Madix" Maulana pembunuh Edgar Amoro, seorang wartawan radio. Edgar Amoro adalah seorang saksi kunci pembunuhan Edgar Damalerio, rekan Edgar Amoro, juga seorang wartawan radio yang berbasis di Kota Pagadian pada Mei 2002.

Dalam dokumen vonis setebal 19 halaman tertanggal 28 Desember 2009, Ketua Majelis Hakim Ester Veloso di Pengadilan Wilayah Kota Cebu menghukum Muhammad "Madix" Maulana dengan penjara seumur hidup atas pembunuhan Amoro yang dilakukan pada 2005. Pengadilan juga memerintahkan Maulana membayar kepada keluaga Amoro uang sebesar 50.000 Peso (sekitar US$ 1.076), membayar 100.000 Peso (US$ 2.151) untuk kehancuran moral (moral damages); 45.000 Peso (US$ 1.000) untuk kerugian lainnya.

Pengadilan menemukan bukti bahwa pada 2 Februari 2005, Maulana dan dua orang yang membantu menyerang Amoro dalam perjalanannya pulang ke rumah dari sebuah sekolah menengah umum (SMU) dimana ia juga menjadi pengajar.The Center for Media Freedom and Responsibility (CMFR) melaporkan bahwa Amoro dibunuh karena ia bisa mengidentifikasi pelaku yang menembak mati Damalerio pada Mei 2002. Amoro dan Edgar Onogue, yang bersama-sama Damalerio ketika mereka diserang orang-orang bersenjata, mengidentifikasi Guillermo Wapile, seorang petugas polisi setempat, sebagai pembunuh Damalerio. Amoro juga selalu mendampingi Gemma, janda Damalerio, selama pengadilan pembunuh suaminya.

Keluarga Amoro menyatakan bahwa Edgar Amoro menerima sejumlah ancaman dari Guillermo Wapile dan kelompoknya sejak 2002. Ironisnya kematian Amoro terjadi ketika perkara hukum Damalerio dipindah ke Cebu untuk keselamatan para saksi. Wapile sudah dihukum pada November 2005.

Anak perempuan Amoro, Edel Grace, menyatakan kepada CMFR bahwa hukuman seumur hidup untuk Maulana membawa keyakinan kepadanya setelah sebelumnya merasa putus harapan memperoleh keadilan. "Ini merupakan pemenuhan janji saya pada ayah untuk mendapatkan keadilan," katanya.


28 Januari 2010

Detik-detik "Memalukan" Siang Tadi

Iman D. Nugroho

Langit sudah mulai condong ke barat ketika dua massa yang berbeda kelompok merangsek ke depan Istana Merdeka, Kamis (28/1/10) ini. Massa dari Front Oposisi Rakyat (FOR) Indonesia dan Gerakan Indonesia Bersih (GIB) sama-sama menyuarakan kekecewaannya pada Pemerintah SBY. Sayang, justru di tempat itulah, keduanya tampak tidak akur.

Secara fisik, saat itu tidak bisa lagi dibedakan, mana massa FOR dan mana GIB. Keduanya sudah melebur menjadi satu. Sesekali, massa FOR ikut menyanyikan lagu yang dikomando oleh orator GIB. Sebaliknya, massa GIB pun meneriakkan yel-yel yang diperintahkan oleh FOR Indonesia. Apalagi bila ada teriakan yang mengkritik SBY, kedua massa seperti tidak memperhatikan lagi mobil komando mana yang meneriakkan, langsung mendapatkan sahutan dan tepuk tangan.

Namun, yang tampak "aneh" justru dua mobil komando yang ada di antara massa itu. Mobil GIB yang di atasnya tampak dimotori oleh Effendi Ghazali, Usman Hamid dan Muhtar Ngabalin serta beberapa orator lain justru justru berkoar-koar mengingatkan kepada massanya untuk fokus pada perintah dari mobil komando GIB. Sementara FOR Indonesia, tak kalah seru. Dengan tegasnya, mereka mengkritik elit-elit politik dan mantan anggota DPR (yang saat itu banyak berada di "kubu" GIB), sebagai bagian dari penindas.

Kejadian itu berlangsung beberapa menit. Saat Usman Hamid GIB mencoba memanggil melalui pengeras suara milik GIB, FOR Indonesia cuek saja. Akhirnya GIB juga pun terus mengomando dengan seruan aksi yang berbeda. Beberapa massa aksi terlihat tidak nyaman dengan kondisi ini. "Kok tidak jadi satu saja?" katanya. Berutung kesepakatan terjadi, kedua mobil komando itu pun memutuskan untuk bersatu dan "mengawinkan" massa aksi yang dibawanya, serta bergantian berorasi mengkritik habis SBY dan "dosa-dosa"-nya.

"Beginikan lebih enak dilihat, wong isunya juga sama," kata seorang kawan. Dari tadi kek!

100 Hari yang Gagal!

Iman D. Nugroho

Mahasiswa dari berbagai universitas menggelar demontrasi di depan Istana Negara Jakarta, dalam 100 hari pemerintahan SBY, Kamis (28/01). Demonstrasi itu sempat diwarnai dengan bentrokan antara demonstran dan polisi. Tiga orang ditangkap dalam peristiwa itu. Demonstrasi serupa juga terjadi di setiap kota besar di Indonesia.


27 Januari 2010

Malam Renungan Forum Alumni Perguruan Tinggi

Iman D. Nugroho

Forum Komunikasi Perguruan Tinggi se-Indonesia menggelar Malam Renungan Penderitaan Rakyat di kampus Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta, Kamis (27/01/2010) malam. Acara yang digelar di antara gelap tempat parkir mobil UI Salemba itu merupakan pemanasan demonstrasi 100 hari Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang akan berlangsung Kamis (28/01) ini.