Youtube Pilihan Iddaily: CNN Indonesia
Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
 

11 November 2009

Olahragawan Juga Pahlawan

Maya Mandley

Aku gak tahu gimana mulanya, tapi yang jelas sejak kecil aku ini seorang pencinta olahraga. Meski sebatas nonton dan gak senang melakukannya. Aku senang nonton semua olahraga ,kecuali olahraga keras seperti tinju, karate dan sejenisnya. Masih ingat waktu aku kecil, saat saluran TV cuma TVRI, satu kampung selalu menyaksikan piala Thoma dan Uber di rumah, Seru juga. Selain bulutangkis, aku juga senang nonton Volley, tenis, basket, bahkan baseball. Dan sekarang, aku juga mulai suka American football.


Hobbyku sepertinya tersalurkan sejak aku merantau di Amerika. Di TV tinggal pilih channel olahraga yang aku mau. Bahkan di awal-awal kedatanganku, aku langsung mencintai olahraga baseball yang sangat populer di sini. Karena aku tinggal di NY area, otomatis aku jadi fans club lokal bernama Yankees. Club yang tergolong tua ini, di musim kompetisi kemarin, kembali memboyong piala World Series untuk ke 27 kalinya. Seperti jadi tradisi, para olahragawan yang bayarannya gak kalah dengan aktris hollywood ini, diarak keliling kota NY lewat parade yang bernama ticker tape.

Maksudnya, si olahragawan yang dianggap pahlawan ini diarak keliling kota lewat mobil hias dan, karena NY dipenuhi bangunan-bangunan tinggi, siapapun dibolehkan (bahkan dianjurkan dan sengaja disediakan) melempar kertas-kertas dari recycle. TV lokal menyiarkan parade ini secara langsung sejak pagi hari. Sementara warga yang jadi fans berat club ini, sudah mempersiapkan diri sejak pagi hari.

Aku dan beberapa temanku sempat berfikir untuk melihat parade itu. Tapi niat itu aku batalkan karena aku bisa bayangkan bagaimana ruwet dan ramenya suasana di sekitar parade. Bahkan ada warga yang sengaja datang jam 4 pagi, meski parade dimulai jam 11, agar mereka bisa melihat dari depan para atlet pujaan mereka. Sementara di tempat aku tinggal, yang harus naik kereta commuter untuk menuju kota NY, kereta commuter sengaja menambah jadwal kereta untuk bisa mengangkut warga yang ingin menyaksikan secara langsung parade. Aku yang kebetulan juga akan menuju ke tujuan yang sama, ikut melihat bagaimana warga di sekitar tempat aku tinggal (yang berjarak kira-kira 1,5 jam dari kota NY) bersiap sejak jam setengah 7 pagi.

Mereka ini tak cuma ABG yang haus hiburan, tapi ada juga keluarga dengan 2 anak yang masih usia balita. Kalo dilihat dengan alasan praktis, sangat tidak bertanggung jawab. Namun alasan orang tua membawa anak-anaknya sejak dini (bahkan ada yang masih bayi), selain untuk bergembira bersama atlet yang mereka anggap pahlawan, juga untuk mengenalkan pada mereka tentang olahraga sejak dini. Siapa tahu saat mereka besar nanti, bisa jadi pilihan karir mereka. Karena atlet di Amerika, tak ubahnya seperti eksekutif yang bekerja di kantor. Bahkan gaji mereka bisa mengalahkan eksekutif hanya dengan melempar atau menangkap bola di lapangan.

Diakui atau tidak, olahraga juga sudah jadi industri besar di Negara Uncle Sam ini. Setiap cabang olahraga punya induk olahraga masing-masing dan dikelola secara professional. Jadi tak heran kalo setiap tahun, warga Amerika punya jadwal olahraga sendiri setiap musimnya. Karena memang setiap cabang olahraga yang digelar, jadi mata rantai industry bagi warga. Mulai dari harga tiket yang melangit, makanan bahkan hiburan. Seperti beberapa waktu lalu saat aku menyaksikan salah satu pertandingan bola basket kelas NBA. Sejak pintu masuk, aku bisa liat bagaimana rantai industri itu dimulai.

Mulai harga tiket yang melambung (tergantung kursi tentunya), Para penjual makanan dan minuman yang harganya bisa 4 kali lipat daripada harga diluar. Karena memang penonton tidak diperbolehkan membawa makanan atau minuman dari luar. Sampai para pendukung acara di lapangan saat time out. Sementara para fans kesadaran mereka juga sangat tinggi. Kebetulan saat itu yang duduk di sebelahku, adalah pendukung tim lawan. Tapi kami tetap saling menghormati. Aku berteriak saat timku menang, dan menggerutu saat tim lawan menang. Hal yang sama dilakukan penonton yang duduk di sebelahku.

Namun saat pertandingan usai, tak ada rasa sakit hati apalagi balas dendam. Karena memang, kita menonton pertandingan langsung itu untuk hiburan, bukan untuk cari lawan. Aku juga berharap penonton sepakbola di Indonesia juga bisa seperti itu. Sehingga aku tak lagi melihat berita tawuran antar penonton, saat pertandingan atau saat pertandingan usai.

Majulah dunia olahraga Indonesia !!!

10 November 2009

ITS Beri Apresiasi Alumni dan Kolega

Press Release

Acara puncak peringatan Dies Natalis Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ditandai dengan Rapat Terbuka Senat di Grha 10 Nopember ITS, Selasa (10/11).
Dalam rapat terbuka senat tersebut, Rektor ITS Prof Ir Priyo Suprobo MS PhD menyampaikan laporan tahunan rektor kepada para undangan yang hadir baik dari kalangan sivitas akademika ITS maupun dari luar. Termasuk beberapa di antaranya alumni dan undangan khusus dari mancanegara.


Dalam laporannya, Probo memaparkan pencapaian ITS selama setahun. Sesuai program strategis rektor (PSR) 2007-2011, ada tiga sasaran utama dalam pengembangan ITS yaitu kontribusi nasional, reputasi internasional dan transformasi organisasi.
”Upaya tersebut diwujudkan melalui peningkatan untuk tiga bidang utama,” jelas rektor yang akrab disapa Probo ini.

Yakni, bidang mahasiswa dengan meningkatkan kualitas input dan output mahasiswa serta pemberdayaan melalui program penunjang seperti UKM (unit kegiatan mahasiswa). Untuk bidang dosen dan karyawan telah berhasil meningkatkan produktivitas intelektual output, sedangkan untuk bidang organisasi adalah peningkatan utilisasi asset dan digitalisasi pendataan serta pengembangan pusat bahasa asing.

Di acara tersebut juga diberikan sejumlah penghargaan untuk beberapa kategori sebagai bentuk apresiasi ITS pada mereka yang berjasa membantu kemajuan ITS. ”Ini merupakan bentuk apresiasi dan kebanggaan bagi kami bisa bekerja sama dengan para penerima award ini,” tutur Probo.

Yakni kategori International Award, Alumni Award dan Research Award. Penghargaan internasional diberikan kepada Prof Kenji Ishida dari Kobe University, Jepang dan Prof Liao Ching Jong mewakili Prof Chen Shi Shuen dari National Taiwan University of Science and Technology (NTUST), Taiwan.

Sedang untuk kategori alumni diberikan kepada Ir Rukmi Hadihartini selaku direktur pengolahan PT Pertamina, Dr Ir Herman Widyananda SE Msi yang baru dilantik sebagai wakil ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI), Ir Muhammad Najib MSc selaku anggota DPR-RI, dan Ir Budi Indianto MBA selaku Deputi Operasi BP Migas.

Sementara untuk kategori research diberikan Ummi Laili Yuhana Skom MSc dan Hariyati Purwaningsih Ssi MSi sebagai peneliti perintis, serta Dr Ir Arief Widjaja Meng dan Suntoyo ST Meng PhD sebagai peneliti produktif.

ITS Kenalkan Sistem Cerdas Kendaraan Nir Awak

Acara puncak dies natalis ITS ini juga diisi dengan orasi ilmiah oleh Dr Subchan SSi MSc, yang mempresentasikan penemuannya dalam pengoperasian sistem cerdas kendaraan nir awak (tanpa awak). Penemuan ini telah memenangkan penghargaan MOD Grand Challenge United Kingdom 2008, yakni sebuah kompetisi teknologi alat pertahanan yang digelar Departemen Pertahanan Inggris.

Sistem ini terdiri dari pesawat udara nir awak yang terbang tinggi (PUNAT), pesawat udara nir awak mikro (PUNAM), robot nir awak (RNA) dan pusat kontrol. Sistem ini berfungsi untuk mendeteksi bahaya dalam pertempuran dari jarak jauh, sehingga meminimalisasi jatuhnya korban.

Sebelumnya, puncak Dies Natalis ITS ke-49 ini juga diperingati dengan upacara bendera, pagi harinya. Dalam upacara peringatan Hari Pahlawan di lapangan Perpustakaan ITS ini juga diberikan penghargaan untuk sivitas akademika ITS yang berprestasi dan juga jurusan-jurusan yang terbaik dalam pengelolaan manajemennya.

[ Puisi ] Awas Ibu Marah

Syarif Wadja Bae

senandung langit mengibas senyum sinis
hati yang dilahap keakuan akal.
seketika ludahmu ingin menampar lakumu
yang merobek ujung malam saat ayam jantan
menunggu giliran kumandangkan pagi yang jernih
yang siap kau kotori lagi.

09 November 2009

Hari Pahlawan di Puncak Kilimanjaro Afrika

Humas Unair

Kabar menggembirakan datang dari Pusat Informasi Tim Ekspedisi Kilimanjaro Airlangga Indonesia (EKAI). Senin 9 November 2009 tadi malam, tiga anggota Wanala Unair yang melakukan ekspedisi pendakian ke puncak tertinggi ke-4 di dunia itu, sudah sampai di Barafu Hut, camp terakhir yang jaraknya tinggal 5 km dari puncak Uhuru – nama puncak tertinggi Kilimanjaro, sehingga Selasa 10 November 2009 optimis sudah sampai di Puncak Kilimanjaro.



”Setelah istirahat cukup di Barafu, Selasa dini hari 10 Nopember ini teman-teman akan meneruskan pendakian menuju Uhuru Peak setinggi 5895 meter diatas permukaan laut (mdpl), dan sesuai rencana tanggal 10 November pagi WIB sudah sampai di puncak Kilimanjaro,” kata Alfonsus Galih P, Ketua Umum Wanala Universitas Airlangga, Senin siang kemarin, didampingi Pembina UKM Wanala, Drs. Gitadi Tegas M.Si, yang setia setiap hari berjaga di pusat informasi Indonesia, di sekretariat UKM Wanala Unair di kampus B.

Tiga mahasiswa Unair yang sedang berjuang menaklukkan Gunung Kilimanjaro tersebut adalah Dicky Arimiantoro (24), mahasiswa FE Unair dan Ketua Tim Ekspedisi Kilimanjaro Airlangga Indonesia (TEKAI), Salim Basalamah (23/mahasiswa Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya/FIB Unair), dan Awang Pradana Paksi (22/mahasiswa D3 Inggris FIB). Mereka menuju puncak Kilimanjaro melalui rute terpanjang tetapi terindah, yaitu Lemosho. Sedang turunnya melalui jalur lain, yaitu Mweka Route.

Aktivitas pertama setelah di puncak, lanjut Alfons, Dicky Dkk akan melaksanakan upacara Hari Pahlawan 10 November sekaligus HUT Unair yang juga jatuh pada 10 November. Dalam upacara itu kemudian mengibarkan tiga bendera sekaligus, yaitu bendera Merah Putih, bendera Universitas Airlangga, dan bendera Wanala Unair. Setelah itu akan mengabadikan seperlunya dan membuat dokumentasi-dikumentasi yang lain.

Selaku pembina, Drs. Gitadi Tegas menyatakan bersyukur bahwa anak didiknya menjalankan visi-misi sesuai dengan yang direncanakan sejak 9 bulan yang lalu. “Ini betul-betul menggembirakan kita semua, sebab berita yang kami monitor setiap saat dari ketiga atlet pendaki, selalu baik-baik saja, baik mengenai perbekalan, ketiadaan gangguan, dan kesehatannya,” ujar Gitadi, dosen FISIP Unair itu.

Alfons menambahkan, Senin siang kemarin tiga pemuda Kota Surabaya itu masih dalam perjalanan dari Karanga Valley (3995 mdpl) menuju Barafu (4673 mdpl). Dicky Dkk akan istirahat di Barafu, dimana juga tersedia Hut atau semacam pondok yang bisa digunakan tempat menginap bagi pendaki. Kendatipun disini tidak ada sumber air, tetapi perbekalan Tim EKAI sangat terjaga dan tidak ada masalah, demikian kesehatan ketiga pendaki. Informasi demikian selalu dimonitoring Tim Indonesia dengan menggunakan satelit komunikasi yang bisa diakses oleh ketiga pendaki.

Kendatipun dari Barafu menuju Puncak Uhuru (puncak tertinggi Kilimanjaro) tinggal 5 km saja, namun sesuai prediksi semula memerlukan waktu tempuh 8 jam. Karena itulah Tim EKAI akan berangkat dari Barafu pada Selasa dini hari, sehingga pada tanggal 10 November 2009 sudah sampai di puncak.

Setelah membuat dokumen seperlunya, hari itu juga Tim EKAI akan segera turun. Untuk climb down (menurun) menuju Barafu, kendati hanya berjarak 5 km tetapi bisa ditempuh 3 jam saja (bandingkan ketika naik perlu ditempuh 8 jam). Tim akan turun melalui jalur Mweka. Pada Sabtu 14 November 2009 diharapkan tiga pendaki sudah sampai di Kota Nairobi, dan Selasa 17 November terbang ke Jakarta. Setelah istirahat sehari di Jakarta, baru pada Kamis 19 November tiga pendaki tiba di kampus almamater Universitas Airlangga.

[ Cerita Pendek ] Jatuh

Iman D. Nugroho

Sore itu, Anisa tak banyak bicara. Ia memilih terus memandangi angkasa, sambil sesekali bergoyang mengikuti irama angin yang meniupnya. Tanganku yang terus digenggamnya, seperti enggan untuk dilepaskan. "Setelah sekian lama, baru kali ini kita bisa berdekatan begitu lama," kataku dalam hati. Jelas, Anisa tidak bisa mendengarnya.


Aku sendiri lebih suka melihat ke bawah. Meski tampak kecil, kehidupan yang tampak di mataku lebih menarik ketimbang angkasa yang luas membentang. Tak jarang aku menjadi saksi hiruk pikuk manusia yang entah mengapa, begitu percaya diri pada kehidupannya. "Anisa, coba kau lihat itu,..kehidupan mereka begitu berwarna," kataku dalam hati. Lagi-lagi, Anisa jelas tidak mendengarnya.

Aku dan Anisa adalah teman lama. Pertemuan pertamaku dengan dia terjadi di Hutan Aceh. Tak jauh dari Daerah Ladong, Aceh Besar. Aku yang sudah menunggu lama di bawah pohon akasia itu, dikejutkan oleh kedatangan Anisa. Dia tampak bening di mataku. Sangat jarang bicara, tapi tidak pernah berhenti bergerak. Saat hujan datang dan menjadi banjir, Anisa memilih ikut kemana arus membawa. Aku selalu ada di belakangnya. "Tak bisakah kau mendengar jeritan hatiku, Nisa,.."

Pernah suatu kali, nasib membawa kamu ke Kota Banda Aceh. Sungai besar yang melintas di provinsi paling barat di Indonesia itu, mengantar kami ke sebuah rumah reyot. Aku dan Anisa menjadi saksi, ketika pemilih rumah itu menangis karena seluruh perabotannya terendam air. "Rusak semua! Rusak semua!," kata perempuan itu sambil mengangkat radio dan televisi butut miliknya. Aku dan Anisa hanya terdiam.

Wusssssss,...angin kencang menghentikan lamunanku. Anisa tampak memejamkan mata. Aku pun begitu. Genggaman tangan Anisa begitu keras. Seperti tak mau melepaskanku. Diam-diam, aku melirik ke arahnya. Dalam takut, aku melihat wajahnya bekilau. Goyangan angin membuatnya memicing. Tak kusangka, Anisa membuka matanya. Melihat ke arahku,..dia tersenyum. Aku tersentak. Angin kembali bertiup kencang.

"Akuuuu selaluuu bisaaa mendengarrr kataaaa hatimuuuu,....!!"

Anisa berteriak. Suaranya terdengar di sela-sela hembusan angin. Aku tertegun. Hatiku tertampar.

"Apaaaaa??"

Aku mencoba memastikan, kali ini aku tidak bermimpi. Anisa tersenyum. Dia tahu pasti, aku bisa mendengar kata-katanya. Dia tidak berkata-kata. Hanya tersenyum. Aku membalas senyumnya. Tangan kami berpegangan semakin erat.

"Jangan pernah pergi dariku, Nisa," kataku dalam hati.

Sial. Anisa pasti bisa mendengarnya. Meski angin bertiup semakin kencang. Benar saja. Anisa kembali tersenyum. Memandangku. Aku melihat matanya berkaca-kaca. Lalu, airmata itu pun tumpah. Tapi segera hilang tersapu angin yang sangat kencang,...wussss,.

"Kalau Dia mengijinkan, kita akan bertemu lagi. Biar nasib yang menjawabnyaaaa..!!!"

Kalimat itu bersamaan dengan gelegar petir yang menggetarkan sekeliling kami. Kilatnya menerangi langit, memperjelas mata Anisa yang memerah. Angin semakin kencang. Aku berusaha mencengkeram tangan Anisa. Angin semakin kuat,...Anisa pun terjatuh,..

"Tidaaaakkkkkk,...."

Anisa meluncur ke bawah. Menembus langit, menembus angin. Menembus petir dan kilat yang menyambar. Anisa terjatuh! Aku memilih untuk mengejarnya. Meluncur ke bawah dengan kencang. Kemana Anisa? Angin membawanya entah kemana. Aku terus meluncur.

"Anisaaaaa,..."

"Anisaaaaa,..."

Aku terus berteriak.

Aku meluncur. Menyibak langit. Menerjang apapun yang di depanku. Sekilas kulihat langit-langit hotel semakin dekat. Aku berharap tidak terjatuh di atasnya. Angin memihakku. Menghempaskanku ke arah kanan. Aku tidak peduli. Di benaknya hanya ada Anisa. Sampai semuah benda datar menghempas tubuhku.

Aku mendarat di atas jalanan. Di sana Anisa sudah menunggu sambil tersenyum,..

"Meski hanya setetes air hujan, aku sangat mencintaimu, Anisa,.."