Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

31 Agustus 2009

Meneropong Peluang Bisnis Melalui UU KIP

Ak Supriyanto, MBA.

Proses pemilihan umum telah usai. Sebentar lagi, parlemen dan kabinet baru akan dilantik. Beberapa pekerjaan yang belum dituntaskan oleh parlemen dan pemerintah lama akan segera menjadi bahan ujian bagi pemerintah dan parlemen baru. Salah satunya adalah penyiapan pelaksanaan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukan Informasi Publik (UU KIP), yang resmi diberlakukan tahun depan. Selama ini, sosialisasi atas keberadaan UU KIP sangat minim karena perhatian para penyelenggara negara terfokus pada pemilhan umum 2009.


UU KIP pada dasarnya merupakan pengakuan dari negara terhadap hak publik untuk memperoleh informasi dari badan-badan publik, termasuk dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menteri Negara BUMN dan kelompok Humas BUMN sempat menolak pengertian badan publik yang mencakup BUMN, namun pemerintah pada akhirnya bersepaham dengan parlemen dan kalangan LSM bahwa BUMN --yang mengelola dana negara dan publik-- merupakan badan publik yang harus terbuka terhadap permintaan informasi dari masyarakat.

Meskipun berbagai klausul dalam UU KIP mengundang kritik, peraturan ini harus disambut oleh BUMN dan sektor bisnis secara umum sebagai pemacu untuk menaikkan kualitas Good Corporate Governance (GCG), khususnya dalam penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas pada perusahaan. Perusahaan-perusahaan swasta non BUMN juga dapat terimbas pelaksaan UU ini karena masyarakat dapat mengecek informasi-informasi krusial mengenai perusahaan-perusahaan tersebut dari badan-badan negara.

Pasal 7 Ayat 1 UU KIP menyatakan bahwa “badan publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan dengan ketentuan.” Pasal 9 ayat 2 menjelaskan rincian informasi publik yang dimaksud, yang di dalamnya terdapat pula “informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait.” Hal ini menegaskan bahwa informasi yang wajib disediakan oleh badan publik bukan saja hal-hal yang terkait secara langsung dengan badan tersebut, tetapi juga terkait dengan operasi atau aktifitasnya.

Dengan demikian, Kantor Pajak atau Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) dapat dimintai informasi mengenai laporan pajak atau perijinan AMDAL sebuah perusahaan apabila masyarakat mengendus dugaan “mark up” atau “kongkalikong”. Masyarakat juga dapat meminta informasi mengenai perusahaan, sesuai dengan konteks kepentingannya, ke Kantor Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Dinas Tenaga Kerja, hingga Bank Indonesia. Hampir dapat dipastikan bahwa informasi-informasi yang menyangkut sektor bisnis itu tidak termasuk dalam kategori pengecualian dalam UU KIP, karena tidak menyangkut persaingan usaha yang tidak sehat atau hasil pengawasan lembaga keuangan, seperti yang tercantum dalam Pasal 17 UU ini.

Mengingat waktu pelaksanaan UU KIP tinggal beberapa bulan lagi, pemerintah baru harus segera menggenjot sosialisasi UU ini secara luas. Menkominfo baru harus menyiapkan infrastruktur bagi Komisi Informasi yang baru saja terbentuk agar secepatnya merumuskan peraturan-peraturan teknis. Apabila ada isu menyangkut UU KIP yang masih memerlukan klarifikasi, pemerintah bersama parlemen dan Komisi Informasi harus menyelesaikannya sebelum tahun 2010.

Sembari menunggu langkah pemerintah baru, BUMN dan sektor bisnis seyogyanya melakukan telaah lebih mendalam mengenai UU ini. Sektor bisnis dapat melakukan assessment terhadap kesiapan masing-masing perusahaan dan membuat road map strategy menuju pelaksanaan UU ini, agar tidak tergagap ketika memasuki era keterbukaan informasi publik. Khusus bagi BUMN, makna strategis dari UU KIP ini bukan saja dilihat dari ketentuan sanksi bagi pihak yang “menutup” informasi publik, tetapi juga karena menyangkut peningkatan kualitas GCG yang selama ini gencar dikampanyekan.

*Penulis adalah Consultant & Trainer pada Second Opinion Management Consulting dan Dosen manajemen pada International Progam - Fakultas Sains & Teknologi UIN Jakarta.

30 Agustus 2009

Spirit of Taksu: Potret Seniman Tradisi

Farida Indriastuti

Seni tradisi sesungguhnya ranah yang rentan, sekaligus korpus ilmu pengetahuan yang unik dan etnik. Kajian akademis telah menunjukkan bahwa selama berabad-abad kepulauan Indonesia telah menghasilkan karya-karya artistik yang luar biasa. Keunikan seni tradisi tari, berbasis nyanyian yang menggabungkan tembang-tembang klasik di panggung pertunjukan.

Seakan menyeruak hingga menggugah rasa ingin banyak akademisi, peneliti, pengamat seni, etnomusikolog, dari dalam negeri dan luar negeri, terutama dari sisi artistik kesenimanan-nya. Seni tradisi tanpa sadar telah membuka ruang dialog antar wilayah, pulau, negara, suku, budaya dan lapisan sosial dalam wacana (discourse) berkesenian di Indonesia.

Tak pelak, seni tradisi merupakan produk ilmu pengetahuan yang khas, bahkan melibatkan kerjasama antara warga dari kalangan akademis, seniman, birokrasi, organisasi nirlaba dan lembaga filantropi internasional, untuk menghasilkan proyek seni budaya melalui penelitian, dokumentasi sejarah budaya, pelestarian dan penguatan kedudukan akademis dari ilmu seni budaya. Kajian dan analisis seni tradisi telah mampu menembus batas negara, melompat ke aras global. Penari legong Bali, Ni Ketut Cenik (91), gerak tubuhnya dikenal hingga negeri jauh: Eropa, Kanada, Amerika Serikat dan Asia Pasifik. Begitu juga, penari topeng Indramayu, Mimi Rasinah (80), serta Temu (58), pesinden cum penari gandrung Banyuwangi, yang kaset, CD dan unduhan MP3 bertajuk “Song Before Dawn” beredar luas di toko online di kawasan; Asia Pasifik, Amerika Serikat, Amerika Latin, Australia, Uni Eropa hingga Eropa Timur.

Walaupun gerak tubuh Temu, kerap [dipaksa] digantikan oleh penari yang berparas ayu, muda dan lebih sintal. Namun, para gadis yang menarikan gandrung Banyuwangi dalam suatu misi kesenian, meski menari sangat bagus, makna tubuhnya berbeda. Karena tak ada yang diperjuangkan seperti gerak tubuh Temu. Yang terjadi adalah produksi replika tubuh yang palsu! Tubuh ‘palsu’ yang menari penuh pesona itu, acapkali bersekutu dengan negara melalui lembaga pendidikan dan pemerintah daerah, dan ditempatkan (di depan) sebagai presentasi ideal dari bangsa di pasar global. Fakta itulah merupakan pil pahit bagi para seniman tradisi yang berusia lanjut (para sesepuh).

Di balik kedukaan, ada semangat luar biasa yang ditunjukkan Karimun (99), penari topeng dalang asal Malang, Jawa Timur. Ia mengaku tak ingin merepotkan pemerintah, meskipun kondisi tubuhnya lumpuh. Sepasang topeng “Panji Asmorobangun” dan “Dewi Sekartaji” di lelangnya seharga Rp. 3,5 juta untuk biaya berobat. “Topeng itu senjata saya selama 80 tahun menari, “ujar Karimun. Begitu juga Ki Ledjar, dengan susah payah ia menciptakan wayang kancil. Toh, akhirnya wayang kancil diakui sebagai karya cipta orang lain dalam sebuah buku yang diterbitkan di Jakarta. "Hati saya menangis, apalagi orang Indonesia yang menulis, "keluhnya. Sedangkan Ki Taham terpaksa mendekam dipenjara Orde Baru tatkala prahara politik 1965. "Entah kesalahan apa? Saya buta politik!" ujarnya.

Begitulah tumpang-tindihnya kepopuleran dan loyalitas seniman tradisi kita di kehidupan nyata. Mereka tak kenal lelah menghidupkan seni tradisi. Pengabdian adalah titik terpenting dalam hidup mereka. Seni tradisi merupakan nafas hidup, yang tersirat hanyalah keiklasan hati tanpa pretensi. Bahkan mereka berjanji tak akan meninggalkan panggung pertunjukan, kecuali tubuh tak mampu digerakkan lagi. Biarpun dengan kekesalan yang membuncah, para seniman generasi tua itu-- selalu mensyukuri apapun yang diperoleh dari karya artistik dan panggung pertunjukan.

Sesungguhnya, bahasa dan gerak tubuh mereka dalam kreasi artistik, mampu mewacanakan kegelisahan sosial di sekitarnya. Suara mereka yang unik dan etnik mampu mewacanakan keadilan.Seniman tradisi generasi tua yang meski tubuhnya rapuh, namun tetap loyal. Kontribusi artistik para seniman generasi tua sungguh luar biasa, tak terhitung jumlah gelar akademis; Sarjana, Master, dan Doktor yang dihasilkan. Ironisnya, sebagian dari mereka kerap diabaikan oleh masyarakat intelektual, dan suara mereka dilemahkan! Padahal perjalanan mereka begitu panjang dan jauh ke belakang, serta melelahkan.

Pelempar Sepatu Bush Akan Bebas Lebih Cepat

Iman D. Nugroho/yahoonews


Jurnalis Irak yang juga pelaku pelemparan sepatu ke arah mantan Presiden AS George W. Bush, Muntadhar al-Zeidi akan bebas bulan depan. Tepatnya pada 14 September 2009. Bebasnya Muntadhar al-Zeidi ini sebulan lebih cepat dari rencana vonis pengadilan Irak yang mengganjarnya satu tahun penjara. "Karena perilaku Muntadhar al-Zeidi selalu baik saat dirinya ada di dalam penjara," kata Karim al-Shujairi, sang pengacara.


Peristiwa pelemparan sepatu kepada mantan Presiden George W. Bush itu terjadi pada 14 Desember 2008. Saat itu, Bush sedang melakukan jumpa pers terakhir atas kunjungan terakhirnya di Irak, didampingi Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki di Baghdad, Iraq. Saat press conference itu berlangsung, Muntadhar yang saat itu berumur 30 tahun, tiba-tiba maju, mencopot sepatunya dan melemparkan ke arah Bush.

Suasana sempat tegang ketika itu. Peristiwa yang berlangsung begitu cepat, membuat pihak keamanan tidak sempat melakukan antisipasi. Beruntung, dua lemparan yang dilakukan Muntadhar tidak mengenai Bush yang dengan cekatan berkelit. Muntadhar dianggap sebagai pahlawan, karena berani mengekspresikan kemarahan dan kesedihan warga Irak akibat operasi militer AS dan sekutunya di wilayah itu.

*source: AP via yahoonews

Kasus Senjata Ilegal (?) di Antara Problem Finansial Alutsista

Iman D. Nugroho

Berita mengejutkan datang dari Filipina. Aparat bea cukai negara itu menemukan puluhan senjata jenis Senapan Serbu (SS) 1-V1 buatan PT. Pindad dari kapal berbendera Panama bernanam Capt U Fuk. Sebuah berita tidak sedap di saat Indonesia sedang berbenah memperbaiki image dalam hal pertahanan di mata dunia internasional.


***
Meski sempat mewarnai pemberitaan media massa Indonesia belakangan, namun berita tentang dugaan adanya penyelundupan senjata buatan PT. Pindad berjenis SS1- V1 di Filipina, tidak menjadi besar. Padahal, bila ditelisik lagi, berbagai spekulasi bisa muncul atas pemberitaan itu. Dan yang paling mengkhawatirkan, kasus itu kembali mencoreng nama Indonesia dalam hal pertahanan negara. Apalagi, senjata selundupan itu bercampur dengan senjata dari Israel yang dibawa oleh kapal asal Panama dengan kru asal Georgia dan Afrika. Buru-buru, PT. Pindad membantah hal itu. Menurut keterangan humas PT. Pindad sebagaimana dilansir Metro TV, sebenarnya senjata-senjata itu bukanlah senjata ilegal. Namun dipesan oleh organisasi menembak Filipina dan Mali. Namun hingga kini masih diadakan penyelidikan lebih lanjut mengenai hal itu.

Apa itu SS1 V1? Berdasarkan Wikipedia, SS1 atau Senapan Serbu 1 adalah senapan andalan PT. Pindad. Senapan ini menggunakan peluru berkaliber 5.56 x 45 mm standar pasukan NATO. Secara fisik, senapan yang dibuat berdasarkan lisensi dari perusahaan senjata Fabrique Nationale (FN), Belgia ini memiliki dua model, model standart SS1-V1 (FNC “Standard” Model 2000) dan karabin pendet atau SS1-V2 (FNC “Short” Model 7000). Bersama M16, Steyr AUG dan AK-47, SS1 menjadi senapan standar TNI dan Polri. Sejak tahun 1991, TNI dan Polri menggunakan senjata SS1 dalam operasinya di Aceh,Timor-Timur dan Papua. Nama SS1-V1 semakin terkenal ketika senjata jenis ini memenangkan contest Asean Army Rifle Meet XVI.

Secara sederhana, regulasi pembelian dan penjualan peralatan tempur atau alat utama sistem persenjataan (alutsista), di Indonesia tergolong cukup ketat. Indonesia hanya membuka jalur jual beli senjata dengan negara-negara yang memiliki kerjasama secara resmi. Dalam negeri, sebuah lembaga bernama Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) memegang kendali penuh atas hal ini. Di dalamnya, terdapat beberapa departemen terkait, sepertti Departemen Perindustrian, Departemen Keuangan, Menteri Negara BUMN dan tentu saja Departemen Pertahanan. Melalui departemen terakhir inilah lembaga TNI juga ikut diajak bicara.

Saat ini, bukanlah hal yang mudah untuk berbicara tentang alutsista. Problem pendanaan menjadi hal paling utama. Data dari Departemen Keuangan menyebutkan, dari tahun 2004 hingga tahun 2008, alokasi utang pengadaan alutsista mencapai Rp.26 triliun dan pinjaman luar negeri setara Rp.20,1 triliun. Hal itu digunakan untuk menutup pembiayaan alutsista dalam negeri yang semakin tahun semakin menurun saja. Hingga dikenal istilah "minimum essential force" (pemenuhan anggaran minimum pertahanan) bagi alutsista.

Meski demikian, riset media menyangkut pemenuhan alutsista, tetap saja penuh dinamika.Salah satunya adalah hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat yang sempat renggang dalam hal pertahanan. Kasus pelanggaran HAM jaman Orde Baru di bawah Soeharto, membuat Parlemen dan Senat AS tidak pernah "menghitung" TNI dan memutuskan embargo. Namun, pelan-pelan hubungan itu kembali membaik. Bahkan, ada rencana pembelian pesawat jenis F-16 dari AS menggunakan uang pinjaman LN, tentunya. Di tengah upaya itu, eh,..ada kasus senjata ilegal Pindad di Filipina.

Foto: flickr dan wikipedia

29 Agustus 2009

Berkah Ramadhan Dalam Usaha Penjilidan

Akbar Insani

Bulan Ramadhan berefek ekonomi. Terutama bagi produsen buku berbau Islam, seperti Kitab Suci Al Quran. Tampak pada gambar, seorang pekerja menjilid al Quran di kawasan Kedinding Lor Surabaya, Rabu (26/8) ini. Menurutnya, memasuki bulan Ramadhan pemesanan al Quran sangat diminati. Setiap hari, rata-rata pegawai penjilidan mendapatkan Rp.20 ribu.