Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

29 Agustus 2009

TKI Di Malaysia Akan Mendapatkan Standart Gaji

Senja Madinah

Seluruh TKI yang bekerja di Malaysia akan mendapatkan gaji standar dan libur satu hari dalam seminggu. Kesepakatan itu muncul dalam pembicaraan Joint Working Group dengan Pemerintah Malaysia. "Ada empat pokok pembahasan 'Join Working Group' Pemerintah Indonesia-Malaysia tentang perlindungan TKI," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno usai kuliah umum di Jember Jawa Timur, Sabtu (29/08) ini.


Empat hal pokok itu adalah memberikan libur sehari dalam seminggu, pemberian gaji sesuai dengan standar minimal upah di Malaysia, kenaikan gaji setiap tahun dan paspor dipegang sendiri oleh TKI. "Sejauh ini, join working group sudah mendapat persetujuan dari pemerintah Malaysia sehingga hal itu bisa dipatuhi dan dijalankan dengan baik di Malaysia," katanya.

Karena itu, Erman berjanji akan memantau kondisi TKI di Malaysia agar mendapatkan perlakukan yang baik. Lebih jauh Erman mengatakan, hasil "Join Working Group" akan ditindaklanjuti dengan pertemuan di Malaysia pada tanggal 5 September mendatang. Sehingga, kemungkinan penerapan "Join Working Group" di Malaysia bisa dilaksanakan pada Oktober tahun ini.

Dalam kesempatan itu, Erman juga menyentil persoalan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) menjelang Hari Raya Idul Fitri. Menurut Erman, pemberian THR paling lambat diberikan pada H-7 sebelum lebaran. Bila tidak, maka perusahaan yang bersangkutan akan mendapatkan sangsi tegas dari pemerintah.

Sengketa Malaysia dan Strategi Pertahanan

Iman D. Nugroho

Lagi-lagi hasil sebuah diskusi. Kali ini hubungan antara sengketa Indonesia-Malaysia dengan strategi pertahanan RI yang mengarah pada kembalinya lagi Tentara Nasional Indonesia atau TNI. "Apakah tidak mungkin, sedang dibangun suasana agar kita merasa perlu meminta TNI untuk kembali mengurusi teroris," tanya seorang kawan dalam diskusi akhir minggu ini. Hmmm,..


Pertanyaan kritis itu hadir dari analisa seorang kawan yang tidak henti-hentinya mempertanyaan berbagai fakta empirik dan fakta opini yang mengalir deras belakangan. Diawali dengan berbagai peristiwa "unik" yang hadir di sela-sela semangat menggebu polisi mengejar Noordin M. Top. Saat Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dengan bersemangat menganggat foto berlubang, penyerbuan Temanggung Jawa Tengah sampai digerebeknya kontrakan teroris di Jatiasih, Bekasi.

Lalu, muncul wacana memperbandingkan kerja polisi yang kedodoran dalam kasus terorisme, dengan penanganan teroris Woyla tahun 1981 oleh Kopassus TNI. Sebuah hasil yang nyomplang (tidak seimbang-JAWA). Nah, wacana kembalinya TNI itu semakin kuat saja, ketika fakta Noordin M. Top adalah orang Malaysia, yang berarti "ada ancaman dari luar negeri". Dan karena itu juga, prasyarat masuknya TNI ke dalam urusan terorisme menjadi semakin kuat.

Lalu, tiba-tiba saja muncul persoalan Tari Pendet Bali yang diklaim Malaysia. Pelan-pelan, opini rakyat Indonesia tentang semangat "musuh" dari luar pun menguat. Tiba-tiba ada gambar Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dihajar oleh petugas keamanan Malaysia. "Hampir semua orang yang melihat tayangan itu pasti akan naik rasa marahnya," kata seorang kawan. Padahal, tanpa kita menyadari, persoalan TKI dan TKW di Malaysia sudah menjadi sego-jangan atau nasi-sayur (kebiasaan-kiasan Jawa Timuran). "Mengapa semua itu muncul saat ini?

"Apakah tidak mungkin sedang dibangun suasana agar kita merasa perlu meminta TNI untuk kembali mengurusi teroris?" tanya kawan itu lagi. Lantas apa yang kemungkinan akan terjadi setelah ini? Bukan tidak mungkin Presiden SBY akan mengerluarkan keputusan politik menyangkut mandat TNI mengurus teroris. Hebatnya, besar kemungkinan TNI akan dengan cepat menangkap Noordin M. Top. Peran TNI dalam urusan-urusan terorisme pun mendapatkan nilai A+.

Atmosphere: Begitu saja

Syarief Waja Bae

Percikan kata-kata berhamburan hingga beranda.
Bersama sebuah kotak kecil diantara barisan bunga.
Dalam satu detik jeda.
Terlahir dari titik pusat serupa simalakama.
Karena mata.

28 Agustus 2009

Agar Tidak Ada Lagi Klaim Budaya

Iman D. Nugroho

Sengketa yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia, belakangan ini, di mata saya adalah sesuatu yang "menjijikkan". Bagaimana tidak, sebuah negara bertetangga, tiba-tiba meributkan sebuah produk kebudayaan. Malaysia berlagak pilon. Indonesia ragu-ragu untuk bersikap tegas.


Di sela-sela diskusi tentang terorisme, mengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menyentil secuil opininya tentang kasus klaim Tari Pendet, Bali oleh Malaysia. "Kalau pendapat saya agak berbeda, kasus itu membuat saya teringat kisah wayang. Apakah Indonesia bisa mengklaim cerita wayang sebagai asli Indonesia, padahal ceritanya dari India?" tanya Ikrar Nusa Bhakti.

Saat mendengat Ikrar berbicara, tiba-tiba muncul pertanyaan besar; Yang mana dari produk budaya Indonesia yang benar-benar asli Indonesia? Bukankah bangsa-bangsa di seluruh dunia saling mempengaruhi satu sama lain dalam kebudayaan? Jangan-jangan, ini hanya persoalan ekonomi semata?

Coba kita jawab satu persatu pertanyaan-pertanyaan itu. Yang mana yang asli Indonesia? Bila kita mengacu pada tinjauan sosiologis tentang budaya, maka budaya adalah hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat dan turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain. Di dalamnya mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain. Selain itu, ada sisi intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat (wikipedia).

Dari penjelasan itu, sudah beranikah kita mengklaim apa yang terjadi belakangan ini adalah sengketa "budaya asli Indonesia"? Wayang misalnya. Wayang memang sudah ada dan turun temurun diperkenalkan. Tapi, bila ditinjau dari sisi content pewayangan, hal itu tidak bisa dilepaskan dari agama Hindu dari India. Bila, kita sebut wayang adalah budaya Indonesia? Lalu kita kemanakan content Hindu India yang ada dalam cerita wayang itu?

Nah, ketika produk kebudayaan menjadi komoditi untuk "dijual", sebut saja sebagai komoditi pariwisata, itu baru menjadi persoalan. Karena, di dalamnya bukan lagi berbicara soal produk budi dan akal manusia, melainkan sudah merambah persoalan berapa banyak modal yang kita keluarkan, bagaimana performa produk budaya itu, dan apakah bisa diterima pasar atau tidak. Di sinilah kemungkinan titik singgung yang begitu keras dalam persoalan klaim tari Pendet, Bali oleh Malaysia.

Bukan begitu?

Menikmati Film di Tengah Kebun

Press Release

Prancis memperlakukan film sebagai karya seni daripada sekedar hiburan. Festival dan pemutaran film selalu diadakan di pusat-pusat kebudayaan Prancis di Indonesia, termasuk CCCL Surabaya. Pada 1 - 15 September 2009 yang bertepatan dengan periode Ramadhan, di kebun CCCL, kami memutar film setiap hari Senin hingga Jumat malam, pk. 20.00, menyesuaikan dengan aktivitas pada bulan Ramadhan, dalam program bernama ‘CinéRamadhan’. Acara terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya.


Program Ciné Ramadhan telah memasuki tahun ke - 5 dan kali ini akan menyajikan film-film panjang dan pendek asal Prancis dan Indonesia, untuk publik pecinta sinema. Beberapa film memenangkan berbagai penghargaan dari festival film, sehingga semakin menarik untuk diapresiasi.

Acara berlangsung mulai minggu kedua Ramadhan dan hampir selama tiga minggu digelar tema yang berlainan. Pada Minggu I : “Kisah-Kisah Pertemuan”, menampilkan film Prancis yang beberapa di antaranya pernah diputar pada Festival Sinema Prancis di Indonesia beberapa tahun lalu dan satu diantaranya, De battre mon coeur s'est arrêté, memenangkan festival film bergengsi di Prancis, César Awards sebagai Best Cinematography, Best Director, Best Film. Film-film pendek dan animasi asal Prancis dan Indonesia akan ditayangkan pada pada Minggu II : “Pendek Bertemu”, bekerja sama dengan Independen Film Surabaya (Infis).

Dua film panjang asal Prancis pemenang festival akan akan tayang pada Minggu III : “Festival de Festival” yaitu Les Mauvais Joueurs, peraih penghargaan Berlin International Film Festival 2005. Yang kedua, film animasi La Prophétie des Grenouilles, yang memenangkan penghargaan Crystal Bear - Special Mention di Berlin International Film Festival 2004, Adult's Jury Award di Chicago International Children's Film Festival 2004 dan Grand Prize di Ottawa International Animation Festival 2004. Sebuah fabel yang menggugah, mengadaptasi kisah kapal Nuh. Menghadapi peristiwa yang mengancam sebagian besar makhluk hidup, katak-katak memutuskan untuk meretas harapan lama akan kemasabodohan manusia.

Info film/jadwal pemutaran lebih lengkap, silakan hubungi Krishna : 081 331 487 498.