Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

23 Agustus 2009

Bendera Putih untuk Film Merah Putih

Iman D. Nugroho

Rasa penasaran untuk melihat film Merah Putih, terjawab sudah. Sayang, baru beberapa menit di dalam gedung bioskop, saya sudah menahan rasa untuk segera keluar dari gedung bioskop, lantaran film ini tidak layak untuk ditonton. Seburuk itukah? Menurut saya: IYA. Berikut ini beberapa hal yang sempat saya catat. Namun, untuk kehidupan berbangsa dan bernegara, ada baiknya anda segera melupakan catatan keburukan film ini, dan membuat catatan keburukan lain yang lebih lengkap.

ps.klik di gambar untuk lihat thriler film ini di Youtube.


ALURNYA LAMBAT:

Menurut saya, film yang bercerita tentang kehidupan lima laki-laki di Sekolah Tentara Rakyat setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 1947 ini berlangsung sangat lambat. Kalau menonton film ini dengan membayangkan sebuah "serangan" heroik dengan melibatkan Amir (Lukman Sardi), Marius (Darius), Tomas (Donny Alamsyah), Soerono (Zumi Zola) dan Dayan (Rifnu Wikana), baru akan terjadi di pertengahan film.

CERITA ANEH-ANEH:

Okey. Apa yang terjadi di dalam sekolah Tentara Rakyat, mungkin bisa diabaikan. Karena cukup bisa dianggap sebagai "kepala" film. Tapi, ketika sudah berperang, aduh mak. Serangan Belanda yang dilakukan beberapa saat setelah pesta inagurasi, memunculkan pertanyaan: bagaimana bisa Pasukan Belanda mendekat ke areal pesta, tanpa diketahui. Okey, setelah itu perang pun dimulai. Nah, sedang asyik-asyiknya perang, ada cerita di Senja (kakak
Soerono), pergi mencari adiknya ke hutan. Dan itu membuat Soerono, bingung dan mencari kakaknya, sambil berkelit dari peluru Belada. Dan akhirnya tertembak mati. Eh,..ternyata urusan pribadi saat perang itu juga menimpa tokoh lain, Amir (Lukman Sardi) yang juga mengejar istrinya. Aduhkah!

Masih soal peperangan. Nah, dalam suasana seperti itu, para "pejuang" di film ini terlalu banyak diskusi dalam peperangan. Ayolah kawan-kawan, ini bagiku sangat tidak masuk akal. Perang gitu loh! Ngapain harus berdiskusi dalam keadaan seperti itu. Ada sebuah dogma dalam tentara, kalau tidak salah, komando pimpina itu tidak terbantahkan. Nah, itu tidak tampak dalam film ini. Bantah-bantahan dalam perang! Come on!

Okey, ada lagi. Soal persenjataan. Pasukan Belanda itu bersenjata jauh lebih baik. Nah, bannyak sekali adegan pasukan Indonesia bisa membunuh Belanda. Namun, tidak ada satu adegan pun adegan yang menunjukkan pasukan Indonesia mengambil senjata Belanda itu. Sejauh yang saya tahu dari banyak film perang, adegan semacam itu banyak dilakukan. Lho,..kemana sisi natural dalam perang? Belum lagi soal kostum. Perang begitu rupa, tapi kostumnya tetap bersih. Bahkan setelah beberapa hari perperangan.

Sudah ah! Capek juga mendiskripsikan film ini.

Merdeka!

22 Agustus 2009

Photo Corner: Mengurangi Exposure Menajamkan Object

Fully Syafi

Apakah foto harus terang benderang dan kelihatan semua obyek fotonya? Tentu saja tidak. Bahkan di siang hari pun, hal itu bisa "dimainkan". Dalam bahasa teknis, hal itu disebut mengurangi exposure. Dalam foto peringatan Kemerdekaan RI ke-64 di Gunung Bromo ini, saya mencoba mengurangi cahaya yang masuk agar ada kesan tajam pada bendera yang berkibar. Berminat? Silahkan mencoba sendiri.

Atmosphere: Yang Sederhana

Syarief Wadja Bae

Meresapi nuansa rumah indah dan wangi.
Kembali pada suatu waktu kami bercumbu dalam lingkaran sederhana dengan kolak pisang kesukaan keluarga.
Bapak bercerita tentang hikmah makan bersama, sembari melirik ke arahku yang masih ngantuk karena sedikit repot untuk bangun pada pukul tiga saat sahur pertama tiba.


Apakah Ramadhan Berarti Isak Tangis dan Kekerasan?

Iman D. Nugroho

Bulan Ramadhan baru saja berjalan beberapa jam, ketika Jumat (21/08) sore MetroTV menyiarkan berita dari Riau dan Lamongan. Di Riau, sekelompok orang mendatangi komplek prostitusi. Memukuli dinding, mengeluarkan perabotan, dan pada titik klimaks, mereka membakar rumah-rumah petak yang ada di sana. Di Lamongan, aksi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), merasia tempat mangkal pekerja seks, dan menangkapi mereka. Dalam sebuah adegan, seorang pekerja seks dibawa oleh empat Satpol PP yang masing-masing menjinjing dua tangan dan dua kakinya. Perempuan itu meronta-ronta.


Tontonan tragis itu, di mata saya bagaikan sayatan arti bulan penuh rahmat, Ramadhan. Bagaimana di awal bulan agung ini, orang tiba-tiba menjadi sangat "Islami" dan melakukan pengerusakan? Atau Satpol PP itu yang menjadi beringas dengan para pekerja seks? Dan ironisnya, hal ini selalu terjadi di setiap Ramadhan. Lihat saja di Ramadhan tahun-tahun lalu, dan mungkin dalam beberapa hari ini akan pula menghiasi layar kaca. Polisi melakukan rasia di hotel, restauran dan bar yang tetap buka. Atau---semoga saja tidak---sekelompok orang yang mengaku sangat cinta dengan Ramadhan, datang ke tempat-tempat yang dianggap "gelap" dan melakukan pengerusakan.

Saya tidak pandai mengkutip ayat atau mecuplik hadist. Hanya bisa merasakan, ada yang keliru dengan tindakan semacam itu. Dalam sebuah renungan sangat sederhana, prostitusi dan tempat hiburan malam adalah bagian dari kehidupan sosial di Indonesia yang (meskipun saya tidak sepakat), harus dilihat sebagai realita. Mereka-mereka yang ada di dalam lingkungan itu, adalah orang-orang yang mungkin bila diberi keleluasaan rahmat dan perubahan garis nasib, akan mampu pergi dari kehidupan yang (oleh banyak orang) dinilai sebagai dunia gelap.

Saya melihat Ramadhan justru sebagai pintu bagi kita, umat Islam, untuk menumbuhkan rasa cinta bahkan iba untuk mereka. Dengan semangat kasih sayang sebagai sesama umat di dunia, orang-orang yang "gelap" ini, harus ditemani dan dibimbing, dengan cara dan bahasa yang mereka paham, untuk keluar. Minimal sejenak berhenti. Dan cara itu bukan pentungan, razia apalagi kobaran api di rumah mereka. Tindakan-tindakan itu akan memunculkan rejected atau penolakan. Tidak hanya dari orang yang akan "diluruskan", tapi juga orang-orang lain yang tidak setuju dengan cara itu. Apakah itu yang kita inginkan?

Seorang kawan mengingatkan perlunya kita berlomba-lomba dalam kebajikan. Terutama di bulan-bulan baik. Ramadhan adalah salah satunya. Saya mungkin bodoh atau dungu dalam beragama. Tapi, saling bakar dan seret seperti yang terjadi di Riau dan Lamongan itu menurut saya bukan kebajikan. Apa bedanya dengan tindakan kekerasan lain yang juga mengatasnamakan "kebajikan" untuk sekelompok tertentu, namun menyusahkan untuk sekelompok lain?

Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga Ramadhan menjadi rahmat bagi semua,..

*link berita metrotv:http://www.metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2009/08/21/88732/Kompleks.Lokalisasi.Sepakat.di.Pelalawan.Dibakar.Massa

21 Agustus 2009

Penganut Nazahatul Majalish Memulai Puasa Pada Hari Jumat

Senja Madinah

Berbeda dengan ketetapan pemerintah dan organisasi keagamaan Islam, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, ratusan santri Pondok Pesantren Mahfiludz Dzuror dan warga sekitar Desa Suger, Kecamatan Jelbug, Jember Jawa Timur menjalankan ibadah puasa pada Jumat (21/8) ini. Hal itu dilakukan berdasarkan Kitab Nazahatul Majalish.


Untuk menandai awal puasa sehari sebelum ketetapan resmi pemerintah itu, ratusan santri Mahfiludz Dzuror menjalankan ritual tadarus (mengaji bersama) untuk mengisi ibadah puasa pertama mereka yang ditetapkan pada Jumat ini. Selain santri pondok, masyarakat sekitar juga bergabung untuk melakukan sholat Tarawih yang dilakukan Kamis malam. Ketetapan puasa pada hari Jumat itu menurut Pimpinan pondok pesantren Mahfidul Dzuror, KH Ali Wafa didasarkan pada kitab Nazahatul Majalish karangan Abdurrahmah Assufuri Assyafi'i.

Dalam kitab itu dijelaskan, penetapan awal Ramadhan adalah lima hari sebelum 1 syawal tahun lalu. Penetapan itu telah dilakukan penelitian bahkan selama lima puluh tahun. Sehingga, tidak perlu menunggu hasil Rukyatul Hilal (melihat bulan secara langsung seperti yang dilakukan NU dan pemerintah) atau pun Hisab (yang dilakukan Muhammadyah).

"Meskipun keyakinan ini berbeda dengan ketentuan pemerintah, tetapi kita tidak mengajak masyarakat untuk mengikuti, sehingga tidak perlu dijadikan sebagai kontroversi," katanya. Lebih jauh, Ali menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk menjaga kesucian bulan ramadhan ini dengan memperbanyak ibadah.