Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

11 Agustus 2009

Membendung Jerat Hukum Pers yang Terus Menggulung

Iman D. Nugroho

Ungkapan "pers adalah pilar keempat demokrasi" mungkin akan segera terhapus, bila pers tidak dilindungi kebebasannya. Terutama, bebas dari tekanan yang berasal dari manapun. Untuk itulah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers hadir. "Meski kami sering terengah-engah karena banyaknya persoalan yang harus dihadapi di tengah keterbatasan lembaga ini, tapi kami memilih untuk bertahan," kata Hendrayana, Direktur Eksekutif LBH Pers.


Ketika pertama kali memutuskan untuk bergabung dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) pada tahun 2000, yang ada dibenak Hendrayana adalah belajar untuk mengimplementasikan ilmu hukum. Tapi yang didapat lebih itu. Sejak bergabung dengan organisasi di bawah Alm. Munir itu, laki-laki kelahiran Majalengka, 21 April 1977 ini mengenal pentingnya menjaga hak asazi manusia. Termasuk hak untuk mendapatkan informasi dan hak untuk bebas berekspresi.

"Banyak hal yang saya pelajari dari Kontras dan Alm. Munir, tapi yang paling penting adalah persoalan HAM," katanya, Senin (10/08/09) ini.

Hendrayana memang tergolong "orang baru" di dunia hukum Indonesia. Namanya, belum sekaliber pengacara kondang seperti Adnan Buyung Nasution, Hotma Sitompul, Juan Felix Tampubolon, Todung Mulya Lubis atau Hendardi. Namun, sosok yang akrab dipanggil Hendra ini memiliki domain kerja yang tidak mudah. "LBH Pers, berkomitmen untuk melindungi pers dari jeratan hukum, sekaligus mengawal kebebasan berekspresi di Indonesia," jelasnya.

Keterlibatan Hendra dalam dunia hukum pers berawal pada tahun 2003. Ketika itu, Hendra yang pernah pekerja di Kontras (2000-2003), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia ini menjadi salah satu pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers. "Komite Penegak Kebebasan Pers yang dibentuk saat kasus Majalah Tempo melawan Tommy Winata pada tahun 2003 mengkristal menjadi LBH Pers," kenangnya. Tepatnya pada 11 Juli 2003 di Tugu Proklamasi, Jakarta, LBH Pers dideklarasikan.

Tidak main-main, kasus pertama yang ditangani bukan kasus enteng. Yakni, menjadi pembela Majalah Tempo dalam kasus pembiaran polisi saat awak redaksi Tempo diserang sekelompok orang yang tidak terima dengan berita berjudul Ada Tommy di Tenabang. Hendra dan kawan-kawan menuntut polisi untuk meminta maaf, karena diam saja saat mengetahui awak Tempo dianiaya.

Melawan polisi dalam ranah hukum, bukan hal yang mudah. Setelah berbulan-bulan, akhirnya Kasasi Majalah Tempo dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Sekaligus meminta mantan Kapolri Da'i Bachtiar untuk meminta maaf secara resmi atas kasus itu. "Sampai kini permintaan resmi itu tidak terjadi, namun setidaknya perjuangan panjang LBH Pers dan Tempo tidak sia-sia," kenang Hendra. Dalam kasus kedua, antara photograper Warta Kota Edy Hariyadi dan Gubernur DKI Jakarta pun, LBH Pers mendulang sukses.

Secara periodik, LBH Pers yang kini dibiayai Yayasan OSI dan TIFA Foundation ini pun mulai kebanjiran kasus pers. Dalam catatan LBH Pers, sudah 200-an kasus pers ditangani lembaga bantuan hukum yang berkantor di Komplek Bier Pancoran ini. Pada periode tahun 2008-2009 saja terdapat 44 kasus sedang running di pengadilan. Mulai kasus hukum pidana, perdata hingga kasus perburuhan. Beberapa kasus menonjol yang ditangani antara lain Gugatan PT. Asian Agri kepada Majalah Tempo dalam kasus pemberitaan Majalah Tempo atas berita "Akrobat Pajak".

Juga kasus Khoe Seng Seng atas Surat Pembaca di Kompas dan Suara Pembaruan melawan PT. Duta Pertiwi dan Jupriadi Asmaradhana melawan mantan Kapolda Sulawesi Selatan-Barat Irjen Pol. Sisno Adiwinoto. "Semua kasus-kasus itu merupakan pertaruhan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi yang coba diciderai oleh beberapa pihak," kata Hendra. Karena begitu penting, LBH Pers biasanya menggandeng lembaga lain yang juga perhatian dengan isu kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

Memang, tidak semua kasus bisa berakhir menggembirakan. Setidaknya dalam beberapa kasus besar LBH Pers berhasil menang. Sebut saja kasus Majalah Tempo vs Pemuda Panca Marga (PPM) yang menang dalam dua kali gugatan oleh PPM. Juga kasus Koran Tempo melawan Munarman, kasus Harian Transparan (Palembang) vs Bupati Banyuasin, Legal Standing AJI vs Kapolri Dai Bachtiar, dan kasus Khoe Seng-seng vs PT Duta Pertiwi dalam gugatan perdata Perdata. "Kita sedikit lega, tapi juga tetap waspada karena banyak hal mengancam pers bebas," kata Hendra.

Suami Intan Diah Pitaloka ini mengingatkan tiga hal yang kelak menjadi batu sandungan pers bebas. Yakni Rancangan Undang-Undang Intelijen, UU Internet dan Transaksi Elektronik (ITE)dan Sanksi Penjara dalam Pasal Pencemaran Nama Baik. LBH Pers bersama koalisi NGO mencoba menghadang tiga regulasi itu. UU ITE misalnya, sudah coba dirombak dengan Yudicial Review melalui MA. Juga dua regulasi lain yang coba dihambat. "Tapi, sepertinya ada pihak lain yang tidak suka dengan pers bebas dan terus berusaha menggolkan regulasi itu," kata lulusan hukum Universitas Jenderal Sudirman, Banyumas ini.

10 Agustus 2009

Atmosphere: Dagangan Corong

Syarief Waja Bae

Jenuh aku mendengar hasutan dari jantungmu yang berdebar cepat tak beraturan.
Aku tau, kau bahkan ingin memelukku dengan nafas lelahmu yg bernafsu untuk membentuk opini dan wacana celaka dengan mengusung prinsip dan moral yang kacau, yg kau jalankan saat Ibu-Ibu waspada terhadap anak-anak mereka yang beranjak dewasa.

09 Agustus 2009

Foto Asli Sosok Noordin M. Top Versi Polisi

Iman D. Nugroho [repro]

Apakah Noordin M. Top benar-benar ada? Menurut polisi, jawabnya "iya". Salah satu buktinya adalah dirilisnya foto sosok Noordin M. Top yang tertangkap kamera. Secara visual bisa dilihat sosok Noordin yang tinggi besar, agak gemuk, berkacamata dan menggunakan topi.

foto repro: www.berita8.com

Book For Good: Krisdayanti, Meraih Bintang Dengan Buku

Diana AV Sasa

Jika Anda ingin tidak dilupakan orang segera setelah Anda meninggal dunia, maka tulislah sesuatu yang patut dibaca atau buatlah sesuatu yang pantas untuk diabadikan. (Franklin). Krisdayanti (KD), begitu orang mengenalnya. Ia dikenang karena lagu-lagunya beberapa kali merajai pasar musik Indonesia hingga manca. Permainan perannya di layar kaca sempat memukau dan menguras air mata ibu-ibu pecinta sinetron. Ibarat produk, ia adalah barang kelas 1.


08 Agustus 2009

Pelajaran Pasca Penyergapan Teroris Temanggung

Iman D. Nugroho

Ada beberapa pelajaran yang bisa diambil usai penyergapan teroris di Temanggung, Jawa Tengah. Pelajaran yang membuat kita lebih waspada dan pada akhirnya tidak menyusahkan banyak orang. Dan yang tidak kalah penting, beberapa hal yang diungkapkan di bawah ini, bisa membebaskan kita dari jeratan hukum.


1. Jangan jadi teroris.
Ini poin paling penting. Pilihan aktivitas lain masih banyak. Misalnya, binaragawan, apoteker akan mendaftar sebagai polisi. Poin terakhir lebih afdol kalau memilih menjadi anggota Detasemen 88 Anti Teror. Kalau nggak terpilih, minimal jadi "polisi tidur".

2. Jangan Sombong
Kesombongan itu tidak baik. Lihat Noordin M. Top. Betapa sombongnya dia dengan memakai nama "TOP" di belakangnya. Hal ini menciptakan kebencian dari orang lain. Kalau namanya Noordin M "Slow", atau Noordin M. "Lumayan" (mirip Warung Lumayan-misalnya) atau Noordin M Ber (maksudnya "ember"), kan lebih berkesan humble (baca:sederhana). Gimana?

3. Jangan suka main "rahasia"
Ini lagi. Noordin M. Top ini sukanya main rahasia-rahasiaan. Sudah berapa lama dia dicari? Bukannya menyerahkan diri, malah umpet-umpetan. Mbok biasa saja. Misalnya, kalau memang dicari polisi dan nggak bisa datang (dengan alasan apapun), kan lebih baik kirim SMS. Toh Presiden SBY juga buka horline. Bilang saja,"Pak sorry, masih ada perlu dan nggak bisa datang." Atau pakai alasan yang lebih keren seperti, "Pak Kapolri, jangan pake nempel gambar gitu dong, aku kan malu." Atau apa kek,...

4. Konsisten
Ini soal chasing. Jangan suka ganti-ganti gaya. Kalau memang berambut pendek, ya pendek saja terus. Kalau berambut panjang, tetap saja seperti itu. Dan, kalau memang nggak cocok pake topi dan kacamata, nggak usah dipaksain. Kasihan yang lainkan! Jadi bingung mau pilih gambar yang mana. Bikin poster itu mahal, tau!

5. Jangan suka bohong
Kalau ditanya, lebih baik jujur. Bayangkan kalau Noordin M. Top itu jujur sama orang lain. Misalnya ketemu Polisi di Terminal Pulo Gadung dan ditanya,"Anda Noordin M. Top?" Jawab saja,"Iya pak, ada yang bisa saya bantu?" Pasti polisi itu langsung simpati (mungkin juga Mentari, Flexi atau Esia-RED), dan melindungi anda dari copet dan calo terminal. Enak to,...

ps. seperti biasa, abaikan artikel ini,..

:)