Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pramoedya Ananta Toer
       

28 Juli 2009

Fête Des Etudiants di Pusat Kebudayaan Prancis

Press Release

Setahun sekali, siswa-siswi CCCL yang berbakat, unjuk kebolehan mereka pada acara Pesta Siswa. Ini adalah ajang untuk berkumpul bagi para francophone (pembelajar atau penutur bahasa Prancis), baik yang berstatus siswa CCCL (Pusat Kebudayaan Prancis), maupun pembelajar bahasa dari kampus-kampus yang bekerjasama dengan CCCL dalam pengajaran bahasa Prancis maupun ’alumni’ CCCL.


Dalam acara yang akan digelar Sabtu (1/8) jam 18.30, di Kebun CCCL, jl. Darmokali 10 Surabaya itu full dalam bahasa Prancis disebut dengan "Fête des étudiants" (baca: fèt dèsétudiang). Ini merupakan ajang bagi para francophone untuk saling mengakrabkan diri, bertemu dengan keluarga besar CCCL (staff dan pengajar), serta sebagai wadah berekspresi. Para siswa boleh mengajak teman-teman mereka yang bukan francophone untuk datang ke acara ini, sekaligus melewatkan malam minggu di CCCL bersama-sama. Acara tidak dipungut biaya.

Tahun ini, "Fête des étudiants" akan dimeriahkan oleh persembahan karya seni dari para siswa berbagai kelas dan tingkatan kemampuan bahasa Prancis. Tentunya beberapa di antara mereka akan menampilkan kemampuan bahasa Prancis mereka. Para siswa CCCL yang akan tampil memiliki beragam latar belakang, baik profesional di bidang seni maupun amatir. Pelajar/pemuda dan usia dewasa, ikut berpartisipasi di acara ini di bidang seni tari (tradisional dan kontemporer), musik (nyanyian, musik instrumen), teater dan sebagainya. Mari bermalam minggu di CCCL!

Susunan acara

18.30 Tari tradisional Aceh ”Saman” (Anisa dkk.)
18.45 Tari kontemporer (mahasiswa STIBA Surabaya)
19.00 Peragaan busana karya Melie Indarto
19.15 Nyanyian dan tari tradisional “Jejer Jaran Dawuk” (Sri Mulyani & Ki Toro)
19.30 Konser biola (Christian dan Saraswati) & gitar (Saraswati dan Chintya)
19.50 Teater ”Les Fées du supermarché”/ Peri-Peri Supermarket (Elodie & siswa-siswinya)
20.40 Duo penyanyi (Anjani dkk.)
21.20 Nyanyian oleh Dian Saferina dkk.

Di Surga Dunia yang Ter,..

Syarief Waja Bae

Tempat yg mereka sebut surganya surga dunia itu kembali berdebu tebal, debunya melebihi tebal kulit badak. di surganya dunia itu Ibu-Ibu kembali menangis hingga airmata mereka kering, bercampur debu di pipi dan membungkam bibir manis mereka. Pertanyaan unik kembali mereka sebut; kenapa di tempat yg orang-orang sebut surganya dunia ini dipadati teka-teki berbisa ?

23 Juli 2009

I will miss our miscommunications,..

Iman D. Nugroho
Sebuah cerita sangat pendek [di sela delay di Ngurah Rai Denpasar]

Cerita ini berawal dari telepon antara Mumung dan Nurhayati, siang tadi. Bukan sebuah percakapan yang mesra, lebih mirip cerita berbuah aliran air mata. Kekeke,..memang seperti itu. Apa yang dialami Mumung sore ini, seperti sebuah ujung dari semua cerita indah antara Mumung dan Nurhayati. "Tapi aku nggak mau berakhir," kata Mumung di ujung percakapannya. "Nggak bisa, ini sudah menjadi kesimpulanku," Nurhayati sengit. "Tapi.." Mumung terpenggal. "Sapi!, kamu memanggil aku sapi!" Nurhayati meradang.


Mumung kelimpungan. Keinginannya merajuk, berbuah salah pesepsi yang sangat gawat: mengatai sapi!, seperti yang dituduhkan Nurhayati. "Inilah yang sering membuat kita masuk dalam pertengkaran, kamu tidak pernah mencerna apa yang aku katakan," Mumung bertahan. Mirip Elias Pical, petinju Indonesia tahun 80-an saat mendapat serangan. "Sering aku omong apa, eh, nangkapnya apa," Mumung coba tenang. Seperti Kali Ciliwung, saat nggak ada airnya. "Buat apa aku panggil kamu sapi?! Memangnya aku mau binatang itu jadi istriku!" nadanya naik satu oktaf.

Nurhayati bergeming. Perempuan berponi gaya Adi Bing Slamet saat kecil itu diam sejuta bahasa. Jujurnya, Nurhayati ingin tertawa.Tapi sudah terlanjung pasang muka marah. Gengsi dong! Jadinya dia cekikikan tidak terdengar. "Halo-halo,.." Mumung memanggil. "Apa?!" Mumung makin keki. Bingung. Dasarnya, Mumung memang suka bingung kalau Nurhayati marah. Bukan apa-apa sih, cewek yang kalau tertawa sering membuat orang salah sangka ini (maksud lu?") kalau sudah marah jelek banget. Semua hal menjadi salah. Moody,..kata orang bule. Nah, Mumung yang terpaksa merayu untuk mencairkan hal itu.

Tidak selalu berhasil. Malah yang sering, telepon terbanting dengan sengaja. Sudah tak terhitung lagi, berapa kali Mumung memporak porandakan telepon genggam miliknya. Tembok kamar menjadi sasaran paling sering. Sesekali, hape itu mendarat di pohon mangga milik pak Rudy,..eh,..pohon mangga apa punggung pak Rudy ya? Kayaknya pohon mangga deh. Juga mendarat di permukaan air danau di depan kampusnya. Hanya beberapa saat, sebelum blukutuk-blukutuk tenggelam. Karena itu juga, Mumung lebih suka memilih hape murahan. Tak lebih dari Rp.100 ribu. Agar tidak terlalu dalam penyesalan yang datang, setelah hape itu terbelah menjadi beberapa bagian.

Siang ini, sudah tak tahan lagi Mumung untuk membanting hape hitam itu. Eits,..uang Rp.1,2 juta segera melintas. Mumung mengurungkan niat. "Jangan dibanting lagi" teriak Nurhayati. Nah, angin perdamaian neh. "Ayolah burung daraku,..dengarkan dulu penjelasanku," Mumung beraksi. Rayuan gaya Satria Bergitar itu pun meluncur manis. "Apa?!! Bendahara?! Emangnya aku ini pegawai koperasi unit desa, yang ada bendaharanya! Kamu itu ya,...." Nurhayati menahan jengkel. Mumung melongo. Semua ucapannya menjadi disalaharti.

Prakkk!!!

Hape itu terbelah.

Andra and The Backbones Tak Takut Bom

Iman D. Nugroho, Bali

Kelompok musik rock Andra and the Backbones menggelar pertunjukannya di Hard Rock Cafe, Kuta Bali, Kamis (23/07) dini hari. Dalam pertunjukan yang dihadiri ratusan pengunjung itu, dijaga ketat aparat keamanan dengan pemeriksaan barang bawaan pengunjung. Wartawan yang meliput pertunjukan itu pun diminta meninggalkan ID Card di pintu masuk, karena khawatir disalahgunakan.




22 Juli 2009

Bilur-bilur Wajah Anak Eks Timor Timur

Iman D. Nugroho

Anak-anak eks Timor-Timur yang hidup di Timor Barat atau Nusa Tenggara Timur (NTT) berhadapan dengan banyak hal. Mulai tidak adanya sekolahan yang layak hingga jerat kemiskinan. Anak-anak ini merupakan bagian dari 12 persen pertumbuhan pengungsi pertahunnya. Berikut ini potret mereka. "Sonde bersedih lagi, dik,.."















Anak-anak yang tinggal di area resutlement di Weliura, Atambua harus bersekolah di ruang kelas yang sangat sederhana. Terbuat dari kayu lapuk swadaya masyarakat setempat.















Anak-anak pengungsi yang tinggal di Oeleo, Kupang sedang mengintip pelaksanaan pengobatan massal gratis yang digelar TNI AU dan US Air Force.















Kedatangan orang asing di wilayah Weliura, Atambua membuat anak-anak di daerah itu penasaran. Permainan yang sedang berlangsung pun ditinggalkan untuk sekedar melihat siapa yang datang.










Dekat dengan perbatasan Timor Leste di Mota'ain, Atambua, membuat anak-anak setempat terbiasa bermain di jembatan Mota'ain yang juga merupakan border antara Timor Leste dan Indonesia.