Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pati berani!
       

03 Oktober 2008

"Meloncat-loncat" untuk Sang Paman

Iman D. Nugroho, Jakarta, Indonesia

Beginilah nasib orang yang tidak punya uang. Dengan berbekal nekad, Saya harus rela "meloncat-loncat" dari Surabaya sampai ke Washington D.C hanya untuk sampai ke negara yang disebut dengan sebutan Paman Sam (baca: Uncle Sam). Bisa ditebak, dalam loncatan itu, banyak hal ditemui...>>lanjut


Loncatan pertama dilakukan pada Jumat (3/10/08) pagi. Dengan menggunakan Garuda Indonesia Airways, penerbangan pukul 06.00 WIB, Saya melesat menuju ke Jakarta. Malam harinya, satu jam sebelum tengah malam, berlanjut loncatan kedua dengan menggunakan Qatar Airways menuju ke Singapura. Di tengah gelap malam itu, pesawat menembus langit Indonesia, menuju ke wilayah negara Singapura dan mendarat di Bandara Changi, Singapura.

Sampai di Singapura, perjalanan berlanjut ke Jepang melalui Bandara Narita, Jepang, dengan menggunakan pesawat dari airways yang sama. Kemudian dilanjutkan ke Detroit Amerika. Bandara Metro, Detroit menjadi pijakan awal di Paman Sam. "Loncatan" terakhir dilakukan dari Detroit menuju ke Washington D.C melalui Bandara Ronald Reagan, Washington D.C. Sebuah kota yang dikenal sebagai Ibukota AS. Hmmm,...

Ikuti laporan perjalanan selanjutnya di www.iddaily.net!

01 Oktober 2008

Sholat Ied Korban Lumpur




















SHOLAT IED KORBAN LUMPUR. Masyarakat Desa Jatirejo, Kecamatan Porong, Sidoarjo yang juga korban semburan lumpur Lapindo dari sumur Banjarpanji yang dikelola Lapindo Brantas Inc, menggelar Sholat Idul Fitri di tanggul lumpur, Rabu (1/10/08) ini. Dalam Sholat itu, hadir pula Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Syafruddin Ngulma Simeulue, Anggota DPR-RI Aryo Wijanarko dan beberapa aktivis lingkungan Jawa Timur.

Photo by Iman D. Nugroho





27 September 2008

Jurnalis Bersolidaritas Dengan Berjalan Mundur

Andreas Wicaksono/AJI Surabaya
Sekitar 100 jurnalis media cetak, online, dan elektronik Surabaya, Selasa siang menggelar aksi turun ke jalan. Aksi ini merupakan wujud solidaritas kepada Henky , jurnalis RCTI yang dianiaya dan kameranya dirampas 15 oknum TNI AL di Tanjungpinang.


Para jurnalis menuju Gedung Negara Grahadi dengan membawa sejumlah poster sambil berjalan mundur. Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Septa yang juga jurnalis radio El Shinta, aksi jalan mundur ini melambangkan ketidakpahaman institusi AL terhadap cara kerja jurnalis yang sudah dituangkan dalam undang-undang dan kode etik.

Secara bergantian, para jurnalis berorasi sementara yang lain membentangkan poster berisi kritikan terhadap TNI AL. Dalam orasinya, Andreas Wicaksono, kontributor SUN TV meminta Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal) agar serius mengusut kasus ini sampai tuntas. "TNI AL harus tegas menindak anggotanya yang jelas-jelas berbuat anarkis pada jurnalis saat melakukan tugas liputan," kata Andre yang juga korban memukulan satpam UPN Jawa Timur ini.

Para jurnalis juga mendesak pihak tni al untuk menggunakan UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, untuk menghukum tersangka. Dalam pasal 18 undang-undang tsb menegaskan hukuman 2 tahun penjara dan denda 500 jt rupiah pada siapa saja yang menghalangi tugas jurnalis. Dalam unjuk rasa itu, para jurnalis surabaya melakukan reka ulang peristiwa pemukulan oleh oknum TNI AL. mereka menuntut permintaan maaf secara resmi dari pihak TNI AL. Hingga permintaan maaf itu disampaikan, para jurnalis sepakat meboikot berita TNI AL.

Wajah THR Aparat Penegak Hukum Kita

Agung Purwantara

Bulan puasa adalah bulan perjuangan. Bagi mereka yang bekerja di terik panas matahari, haus adalah godaan terberat yang harus dilawan sekuat hati. Apalagi, bagi mereka yang bekerja di jalan raya. Panas matahari, gerah, asap kendaraan dan tingkah pengemudi yang susah diatur. Salah satu profesi yang harus menahaan godaan seperti itu adalah Polisi lalulintas.


Sungguh berat perjuangan mereka, Polisi lalulintas itu. Seharian mereka tegar berdiri di suasana yang bisa membuat amarah meledak. Suasana yang bisa meruntuhkan niat untuk berpuasa. Mereka benar-benar Polisi yang baik. Berkorban, menderita, demi tertibnya lalulintas jalan raya. Dan yang hebat, banyak dari mereka yang masih menjalankan puasanya. Sama sekali tidak tergoda untuk membatalkan puasa dalam keadaan yang sebenarnya banyak alasan untuk berbuka atau membatalkan puasanya. Mereka adalah polisi-polisi yang baik, tentu saja mereka juga polisi yang bertakwa.

Godaan berikutnya adalah di akhir bulan Ramadhan. Sesuai kebijakan pemerintah, setiap perusahaan dan instansi pekerja harus memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) selambat-lambatnya minus tujuh hari sebelum Hari Raya dengan jumlah satu kali gaji. (dengan catatan masing-masing "kalau mampu"). Setiap peraturan, penerapannya tidaklah selalu tepat sesuai bunyi aturannya. Banyak alasan bagi perusahan-perusahan membuat catatan sendiri "kalau mampu". Toh, tidak ada efek hukum yang benar-benar signifikan.

Saya sudah tidak ingat lagi, apa yang diperoleh para pegawai negeri ketika lebaran menjelang. Apakah THR berupa uang atau parcel-parcel lebaran. Dengar-dengan, ada larangan di kalangan pegawai kelas atas (kepala-kepala dinas) untuk menerima parcel.

Saya tidak tahu pasti, karena saya bukan pegawai negeri. Mungkin mereka mendapatkan THR juga sesuai dengan gaji dan kepangkatan mereka. Namun godaan berupa parcel atau bingkisan lebaran atau angpao tentunya akan selalu datang.

Saya ingin bercerita, pengalaman seorang teman, khusus tentang petugas penegak hukum yang bernama Polisi mengenai THR. Mohon maaf, ini bukan tentang keseluruhan Korps Polisi, tetapi beberapa gelintir Polisi yang bertindak tidak patut. Semoga ini bisa menjadi bahan koreksi. Ini adalah wajah lain dari hukum negeri kita tercinta.

Teman tadi bekerja di sebuah pabrik kecil di daerah Suarabaya selatan. Pada suatu siang, datanglah beberapa orang Polisi ke pabrik tempat dia bekerja. Mereka hendak menemui pemilik pabrik. Setelah ditelisik, ternyata mereka meminta jatah Tunjangan Hari Raya. Sementara itu, pemilik pabrik kecil itu mengeluh, "Walaah, untuk THR karyawan saja belum ada.." Tetapi atas nama penghormatan dan ketakutan, THR yang diminta itupun diberikan juga.

Begitulah, bulan Ramadhan adalah bulan perjuangan. Bulan penuh cobaan dan godaan. Terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri. Godaan dari sekedar haus, lapar dan panas karena hujan belum kunjung datang, kini bertambah lagi dengan pertanyaan, bagaimana belanja untuk Hari Raya? Cukupkah THR dari instansi atau perusahaan? Ini adalah godaan, terutama bagi mereka yang memegang kekuasaan, karena mereka punya kesempatan tidak sekedar menunggu THR tetapi mereka mencari dan memungut THR.


23 September 2008

Bagaimana Bila Ternyata Surga dan Neraka Tidak Ada?

Iman D. nugroho

Penganut agama (apapun) boleh menjalankan peribadahannya secara merdeka. Mereka juga boleh menjalankan semua ibadah "tambahan" semampu mereka. Atau, di sisi ekstrim yang berlawanan, orang yang menolak agama (dan menolak Tuhan), boleh berbuat semaunya, asal tidak saling mengganggu satu sama lain. Masing-masing mengharapkan dan menolak "sesuatu". Namanya, surga dan neraka. Bagaimana bila keduanya ternyata tidak ada?


Bagi orang yang selalu berpikir lebih "jauh", pertanyaan: Bagaimana bila ternyata surga dan neraka tidak ada? Boleh jadi adalah pertanyaan anak kecil. Filosof junior, yang di bawah hidungnya masih terlihat bekas ingus "intelektual", dan sebagainya. Namun bagi Saya, pertanyaan itu tetap asyik untuk dijadikan bahan diskusi. Tanpa output pun tidak apa-apa. Kalau toh ternyata membuat kita lebih "mantap", juga fine-fine saja,..

Jangan dulu-dulu mengkafirkan Saya. Karena sejauh ini, Saya tetap memeluk agama Islam. Meskipun menyadari sepenuhnya, jujur saya katakan, kadang ada rasa malas khas manusia saat melaksanakan peribadahan wajib Sholat lima waktu. Begitu juga saat puasa, mulut yang kering, dan perut yang lapar ini acapkali mengeluh. Tapi sejauh ini, yah,..lumayan-lah.

Tapi bagaimana bila semua yang Saya kerjakan itu hanya berbuah "kosong". Kata teman-teman SMA, seperti kolas (main tebak-tebakan berhadiah saat kita SD), bila "kosong" kita akan mendapat permen asem. Tidak mendapat hadiah utama. Trus, bagaimana bila hadiah utama berupa surga dan neraka itu tidak ada? Semua hanya permen asem saja!

Seorang kawan punya istilah menarik. Bahwa, dalam beribadah itu, hendaknya kita berprinsip menolak kapitalisme ibadah. Jangan mengharapkan sesuatu. Apalagi, dengan logika kapitalisme, jarang beribadah, inginnya "laba" gedhe! Bila kita tidak hitung-hitungan, pasti akan ada kejutan-kejutan di akhir nanti. Boleh juga,....but, bagaimana bila kejutan itu pun tidak ada!

Usulan lain tentang beribadah, ibaratnya seperti bila membuang air (besar atau kecil). Maksud lu? Sabang bar,..eh,..sabar bang! Maksudnya baik kok. Ingat kebiasaan kita membuang air (besar atau kecil), hampir pasti, kita tidak pernah berpikir "Kemana kotoran itu pergi." Poinnya adalah keikhlasan. Kita ikhlas saja. Dalam kalimat yang lebih jelas.

Kita ikhlas saja, apapun yang terjadi dengan peribadahan (atau ketidakperibadahan) kita. Jadi, kita pun harus ikhlas, bila ternyata surga dan neraka itu tidak ada! Mmm,...sepertinya kok seperti itu. "Namun peribadahan (baca:agama) tetap perlu, untuk menata masyarakat," kata salah satu teman yang mendeklarasikan diri: Percaya Tuhan, tapi Tidak Percaya Agama.

So,..it's all up to you!