Agung Purwantara
Sebagai negara yang berketuhanan, sungguh tidak bersyukur bila kita mengatakan kemerdekaan ini bukan karena anugerah ilahi. Meskipun para pejuang meraihnya dengan susah payah, mengorbankan harta dan jiwa raga, semua karena anugerah ilahi juga. Kita harus bersyukur, pertama dan yang utama, kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berikutnya kepada para pejuang yang dengan gigih meraih kemerdekaan negeri tercinta ini dari para penjajah.
Kemerdekaan adalah hak asasi setiap manusia. Juga hak setiap bangsa. Kemerdekaan adalah hal dasar yang diberikan oleh Tuhan. Maka pelanggaran terhadap hak merdeka adalah penjajahan dan pengingkaran anugerah Tuhan. Maka wajib setiap manusia dan setiap bangsa untuk merdeka dan tidak menjajah bangsa lainnya. Setiap perjuangan meraih kemerdekaan adalah ibadah. Mati dalam perjuangan meraih kemerdekaan adalah sahid.
Maka, sungguh mulia mereka manusia Indonesia yang rela mengorbankan jiwa raganya untuk kemerdekaan Indonesia tercinta. Wajib bagi kita untuk memuliakan mereka yang pernah berjuang mewujudkan Indonesia merdeka. Tidak bersyukur kepada Tuhan mereka yang tidak bersyukur kepada manusia. Maka kita wajib berterimakasih kepada para pejuang kemerdekaan.
Tidak terasa, Indonesia telah 63 tahun merdeka. Setiap tanggal 17 Agustus, hari bersejarah ini kita peringati. Tetapi semakin lama, generasi Indonesia tidak lagi menganggapnya sesuatu yang istimewa. Biasa saja. Hari kemerdekaan adalah hari diadakan upacara bendera di halaman sekolah dan kantor-kantor pemerintahan. Setelah itu selesai. Bulan Agustus, bagi generasi sekarang adalah perayaan kegembiraan karena banyak acara perlombaan dan hiburan diadakan. Hanya itu..
Wajah Indonesia yang cantik, untaian kalung zamrud katulistiwa, ibu pertiwi yang pernah dibela mati-matian, kini terlihat glamour. Gedung-gedung bertingkat telah menghiasi kota-kota besar. Jalan-jalan aspal telah sampai ke pelosok-pelosok desa. Sekolah-sekolah sebagai sarana pendidikan telah berdiri merata di setiap daerah. Namun, semua itu seakan sebuah ironi, apabila kita mengenang kembali cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Setelah sekian tahun kemerdekaan telah diraih, kita merasa semakin tidak merdeka. Terlalu banyak orang yang menyianyiakan anugerah agung kemerdekaan ini. Dahulu, sangat sedikit anak negeri yang berkuasa. Yang berkuasa hanyalah para penjajah. Sekarang, anak negeri telah memegang kekuasaan di alam kemerdekaan ini. Tetapi sedikit sekali yang meneruskan cita-cita perjuangan untuk kemerdekaan.
Sekarang, penjajah-penjajah baru telah lahir. Penguasa-penguasa telah muncul, tetapi tanpa semangat memerdekakan bangsanya. Mereka malah bekerja sama dengan para penjajah baru untuk mengeruk untung dari negeri mereka sendiri. Mengesampingkan, rakyat yang masih rindu pada kemerdekaan yang sejati.
Mereka, rakyat bangsa ini pun ingin merasakan nikmatnya alam kemerdekaan. Tetapi pada kenyataannya, rakyat semakin sulit mengenyam pendidikan yang layak, perawatan kesehatan semakin mahal, kesempatan bekerja semakin sempit. Kemiskinan yang merajalela.
Sebuah ironi, wajah pertiwi yang semakin cantik ini, masih saja mengisahkan kepiluan di alam kemerdekaan ini. Anak-anak bangsa ini sudah kehilangan semangat pejuang, kehilangan semangat sebagai bangsa merdeka dan memerdekakan bangsanya. Sebagian besar larut dalam pesta pora yang semakin jauh dari cita-cita mulia, menjadi bangsa yang adil dan makmur.
Semangat persatuan makin kendor saja. Keadilan adalah bila hasrat pribadi atau kelompoknya terpenuhi, tidak peduli orang lain dan kelompok lain merana. Makmur adalah bila pribadi mendapatkan fasilitas negara. Menari di atas penderitaan bangsanya sendiri. Berkuasa adalah kesempatan untuk menindas bukan mengayomi yang mendaulatnya.
Inikah yang dicita-citakan para pejuang kemerdekaan itu? Merdeka adalah kesempatan mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya. Merdeka adalah bebas mengumbar nafsu birahi. Merdeka adalah menindas orang lain. Merdeka adalah bebas melanggar hukum. Sungguh, saat ini para pejuang itu akan bersedih hati. Anak-anak bangsa ini sudah tidak lagi menghargai darah dan nyawa mereka. Meski setiap 17 Agustus mereka berteriak, Merdeka!
19 Agustus 2008
18 Agustus 2008
Syaharani Akan Berdagang Merchandise

Artis Syaharani dipastikan akan meramaikan Solo International Ethnic Music Festival EXPO 2008. Pemilik album Queenfireworks: Buat Kamu ini, disamping punya karakter suara yang bisa bermain di segala jenis musik, ternyata dia juga punya bisnis dibidang merchandise. Karena itulah, saat mendengar kabar tentang SIEM 2008 yang juga mengadakan EXPO, Syaharani langsung merespon.
"Gue ikut dalam EXPO dong," kata Syaharani. Tidak hanya itu, Syaharani juga merupakan salah satu bintang tamu yang turut diundang oleh panitia SIEM 2008. Bintang tamu lain yang diundang antara lain Balawan, Vicky Sianipar, Inisissri, Reza Artamevia, serta Gilang Ramadhan.
Respon terhadap SIEM EXPO juga datang dari puteri Pengusaha Sigit Haryoyudanto, Andini dan Walikota Solo Joko “Jokowi” Widodo. Stan dari Andini berupa produk tas, sepatu, dan sandal ekslusif, sedangkan Pak Jokowi akan menampilkan produk-produk handycraft unggulan.
SIEM yang sedianya diadakan pada tanggal 17 hingga 21 Agustus 2008 ini diundur menjadi tanggal 28 Oktober hingga 1 November 2008. Menurut Manajer Komunikasi SIEM 2008, Dwi Prasetya, pengunduran jadwal SIEM kali ini dimaksudkan untuk menyesuaikan pelaksanaan Organization World Heritage Cities (OWHC).
Kedua event itu pada dasarnya berada dalam perspektif budaya. Jika SIEM memposisikan musik etnik di tengah kebudayaan global, maka WHC memunculkan kesadaran pentingnya sebuah warisan budaya atau heritage bagi kebudayaan manusia.
“Agar kedua event itu efektif, beresonansi tinggi dan saling melengkapi serta memperkaya pemahaman kebudayaan, maka SIEM kami ubah waktu pelaksanaannya. Perubahan ini tidak mengubah susunan delegasi festival, panelis konferensi serta para tenan di arena expo,” kata Dwi Prasetya.
Photo by: www.allaboutjazz.com
www.siemfestival.com
Membantu Tukik Penyu Bertahan Hidup
Iman D. Nugroho
Hingga saat ini, kelestarian binatang penyu tetap menjadi pertaruhan. Masih banyaknya prilaku predator penyu membuat binatang yang menjadi simbol perdamaian dan simbol kealamian dunia itu semakin lama semakin menyusut jumlahnya. Manusia, adalah predator penyu paling utama.
Dalam catatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pro Fauna, setiap tahunnya, kurang lebih sekitar 1000-2000 ekor penyu dibunuh untuk dijual di pasar Indonesia. Puluhan lain tertangkap tidak sengaja oleh nelayan yang kemudian membunuhnya. Telur penyu, menjadi salah satu bagian dari kehidupan penyu yang paling banyak diperdagangkan. Selain itu, minyak penyu, souvenir terbuat dari penyu dan daging penyu juga ramai di pasaran sampai sekarang.
Regulasi penyelamatan binatang dilindungi (termasuk penyu) yang tegas diatur salam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, tidak efektif. Perdagangan satwa dilindungi dalam bentuk apapun dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta tidak berarti apa-apa. “Karena itulah, perlu ada campur tangan manusia dalam menyelamatkan penyu,” kata Ketua Taman Nasional Meru Betiri (TMNB) Hary Subagiyadi pada The Jakarta Post.
Karena itulah di Pantai penyu Sukamade Banyuwangi, lokasi pendaratan penyu liar untuk bertelur terus dilakukan penetasan telur penyu semi alami. Telur-telur penyu yang ada di pantai berjarak 239 KM dari Ibukota Jawa Timur Surabaya itu diambil oleh petugas TNMB dan dijaga di lokasi penetasan. Mulai penyu jenis penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas) hingga penyu lengkang (Lepidochelys olivacea).
Seperti yang terjadi Sabtu (16/08/08) malam ini. Seekor penyu sepanjang 1 M. mendarat di Pantai Sukamade untuk bertelur. Petugas yang sudah berjaga di pantai segera mengamankan 118 butir telur penyu itu dan dibawa ke pos TNMB. Proses pengambilan telur itu pun dilakukan dengan hati-hati. Petugas menggali sarang penyu dengan menggunakan tangan, dan mengambili telurnya. “Telur ini akan kami amankan di penetasan,” kata Slamet, petugas TNMB.
Di lokasi penetasan, seluas 10x5 meter telur-telur di ditanam di pasir pantai dan dijaga setiap hari. Masing-masing telur didata berdasarkan tanggal pengambilan. Penyu yang sudah menetas menjadi tukik (anak penyu) akan dimasukkan ke bak berisi air laut untuk dilepaskan. Ironisnya, kemungkinan hidup penyu tergolong kecil. Dari 1000 tukik penyu yang dilepaskan, hanya satu tukik penyu yang bertahan hidup menjadi penyu dewasa.

Telur Penyu Pantai Sukamade, Banyuwangi.

Penyu betina menuju ke laut usai bertelur di pantai Sukamade.

Tukik penyu yang menetas di penetasan alami Taman Nasional Meru Betiri, Sukamade.

Tukik penyu dilepas di laut lepas dari pantai Sukamade.

Tukik penyu berjalan ke laut lepas Samudera Hindia.
Hingga saat ini, kelestarian binatang penyu tetap menjadi pertaruhan. Masih banyaknya prilaku predator penyu membuat binatang yang menjadi simbol perdamaian dan simbol kealamian dunia itu semakin lama semakin menyusut jumlahnya. Manusia, adalah predator penyu paling utama.
Dalam catatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pro Fauna, setiap tahunnya, kurang lebih sekitar 1000-2000 ekor penyu dibunuh untuk dijual di pasar Indonesia. Puluhan lain tertangkap tidak sengaja oleh nelayan yang kemudian membunuhnya. Telur penyu, menjadi salah satu bagian dari kehidupan penyu yang paling banyak diperdagangkan. Selain itu, minyak penyu, souvenir terbuat dari penyu dan daging penyu juga ramai di pasaran sampai sekarang.
Regulasi penyelamatan binatang dilindungi (termasuk penyu) yang tegas diatur salam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, tidak efektif. Perdagangan satwa dilindungi dalam bentuk apapun dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta tidak berarti apa-apa. “Karena itulah, perlu ada campur tangan manusia dalam menyelamatkan penyu,” kata Ketua Taman Nasional Meru Betiri (TMNB) Hary Subagiyadi pada The Jakarta Post.
Karena itulah di Pantai penyu Sukamade Banyuwangi, lokasi pendaratan penyu liar untuk bertelur terus dilakukan penetasan telur penyu semi alami. Telur-telur penyu yang ada di pantai berjarak 239 KM dari Ibukota Jawa Timur Surabaya itu diambil oleh petugas TNMB dan dijaga di lokasi penetasan. Mulai penyu jenis penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas) hingga penyu lengkang (Lepidochelys olivacea).
Seperti yang terjadi Sabtu (16/08/08) malam ini. Seekor penyu sepanjang 1 M. mendarat di Pantai Sukamade untuk bertelur. Petugas yang sudah berjaga di pantai segera mengamankan 118 butir telur penyu itu dan dibawa ke pos TNMB. Proses pengambilan telur itu pun dilakukan dengan hati-hati. Petugas menggali sarang penyu dengan menggunakan tangan, dan mengambili telurnya. “Telur ini akan kami amankan di penetasan,” kata Slamet, petugas TNMB.
Di lokasi penetasan, seluas 10x5 meter telur-telur di ditanam di pasir pantai dan dijaga setiap hari. Masing-masing telur didata berdasarkan tanggal pengambilan. Penyu yang sudah menetas menjadi tukik (anak penyu) akan dimasukkan ke bak berisi air laut untuk dilepaskan. Ironisnya, kemungkinan hidup penyu tergolong kecil. Dari 1000 tukik penyu yang dilepaskan, hanya satu tukik penyu yang bertahan hidup menjadi penyu dewasa.

Telur Penyu Pantai Sukamade, Banyuwangi.

Penyu betina menuju ke laut usai bertelur di pantai Sukamade.

Tukik penyu yang menetas di penetasan alami Taman Nasional Meru Betiri, Sukamade.

Tukik penyu dilepas di laut lepas dari pantai Sukamade.

Tukik penyu berjalan ke laut lepas Samudera Hindia.
15 Agustus 2008
AJI Surabaya Siapkan Survey Upah Layak Jurnalis Surabaya
Iman D. Nugroho
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya menyiapkan tim untuk melakukan survey upah layak jurnalis di Surabaya. Tim yang dinahkodai Andreas Wicaksono (MNC) dan Yudi Thirzano (SURYA) ini akan merumuskan nilai nominal upah layak jurnalis yang meliput dan tinggal di Surabaya. "Kami mengharapkan ada perbaikan nasib jurnalis di Surabaya, melalui upah layak ini," kata Andreas Wicaksono, awal Agustus ini.
Andreas mengungkapkan, survey upah layak jurnalis itu akan dilakukan pertengahan Agustus 2008 dan akan dirilis ke media pada awal September 2008. Dalam proses itu, tim AJI Surabaya akan melakukan wawancara dengan wartawan media massa cetak, elektronik dan dotcom di Surabaya. "Media yang ada di Surabaya, dan yang melakukan aktivitas penggajian di Surabaya akan kami wawancarai, dari proses itu, kami mengharapkan ada nilai nominal yang muncul," kata Andreas.
Upah layak, jelas Andreas, akan memiliki dampak positif bagi jurnalis. Seperti tidak adanya jurnalis yang menerima amplop dengan alasan kurang uang. "Selama ini, jurnalis penerima amplop sering kali menjadikan alasan kurang uang sebagai dasar melakukan praktek menerima suap atau amplop," katanya. Namun, semua itu berpulang pada kemauan pihak perusahaan. "Perusahaan, di manapun, selalu mengaku nggak punya cukup uang untuk menggaji jurnalisnya dengan layak, padahal tidak, perusahaan itu mampu, tapi tidak mau, hal itu yang harus diubah," katanya.
Upah layak jurnalis pertama kali digagas AJI Jakarta. Dalam survey yang dilakukan AJI Jakarta, ditentukan nilai nominal Rp.4,1 juta sebagai upah layak jurnalis yang ada di Jakarta. Dengan nilai nominal itu, jurnalis akan mampu melakukan peliputan dengan "tenang", lantaran tidak lagi dibebani oleh kurangnya pendapatan.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya menyiapkan tim untuk melakukan survey upah layak jurnalis di Surabaya. Tim yang dinahkodai Andreas Wicaksono (MNC) dan Yudi Thirzano (SURYA) ini akan merumuskan nilai nominal upah layak jurnalis yang meliput dan tinggal di Surabaya. "Kami mengharapkan ada perbaikan nasib jurnalis di Surabaya, melalui upah layak ini," kata Andreas Wicaksono, awal Agustus ini.
Andreas mengungkapkan, survey upah layak jurnalis itu akan dilakukan pertengahan Agustus 2008 dan akan dirilis ke media pada awal September 2008. Dalam proses itu, tim AJI Surabaya akan melakukan wawancara dengan wartawan media massa cetak, elektronik dan dotcom di Surabaya. "Media yang ada di Surabaya, dan yang melakukan aktivitas penggajian di Surabaya akan kami wawancarai, dari proses itu, kami mengharapkan ada nilai nominal yang muncul," kata Andreas.
Upah layak, jelas Andreas, akan memiliki dampak positif bagi jurnalis. Seperti tidak adanya jurnalis yang menerima amplop dengan alasan kurang uang. "Selama ini, jurnalis penerima amplop sering kali menjadikan alasan kurang uang sebagai dasar melakukan praktek menerima suap atau amplop," katanya. Namun, semua itu berpulang pada kemauan pihak perusahaan. "Perusahaan, di manapun, selalu mengaku nggak punya cukup uang untuk menggaji jurnalisnya dengan layak, padahal tidak, perusahaan itu mampu, tapi tidak mau, hal itu yang harus diubah," katanya.
Upah layak jurnalis pertama kali digagas AJI Jakarta. Dalam survey yang dilakukan AJI Jakarta, ditentukan nilai nominal Rp.4,1 juta sebagai upah layak jurnalis yang ada di Jakarta. Dengan nilai nominal itu, jurnalis akan mampu melakukan peliputan dengan "tenang", lantaran tidak lagi dibebani oleh kurangnya pendapatan.
14 Agustus 2008
Limbah Industri Driyorejo Bunuh Ribuan Ikan Kali Surabaya
Prigi Arisandi, Ecoton
Sekali lagi ribuan ikan mati mengambang di Kali Surabaya, Peristiwa ikan munggut kembali terjadi di Kali Surabaya pada hari Selasa sore 12 Agustus 2008 hingga 13 Agustus 2008 pagi hari di Kali Surabaya mulai dari Desa Driyorejo sampai Karang Pilang Surabaya.
Ikan munggut sepertinya telah menjadi insiden rutin di Kali Surabaya yang terjadi pada setiap musim kemarau. Ikan munggut adalah terjadinya kematian ikan, kepiting dan udang air tawar yang terjadi secara massal dan tiba- tiba. Ribuan ekor ikan secara bersamaan tampak lemas dan berenang lambat dan berputar-putar di permukaan air dengan bagian perut menghadap ke bawah, bahkan sebagian tampak mati mengambang.
Jenis ikan yang mati didominasi oleh ikan bader yang berukuran tidak terlalu besar, dengan panjang antara 10-25 cm dan ikan mujaer. Ikan yang munggut tampak memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu mengalami pendarahan dan berwarna kemerahan di bawah mulut, perut dan bagian sirip. Selain itu sisik ikan bader tampak terkelupas, padahal ikan yang sehat memiliki sisik yang melekat kuat pada kulit.
Matinya Ikan Kali Surabaya pada 12-13 Agustus 2008 adalah indikasi pemerintah Propinsi Jawa Timur gagal melakukan pengendalian pencemaran air di Kali Surabaya. Sekaligus, merupakan bukti Perum Jasa Tirta 1 (PJT1) Malang Gagal melakukan upaya preventif atas matinya ikan di Kali Surabaya. Seharusnya PJT 1 sudah mengembangkan sistem pengendalian dan preventif bila terjadi ikan mati di Kali Surabaya
Industri juga telah menginjak-injak kewibawaan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, dari pantauan ecoton ditemukan sebuah industri yang membuang limbah tanpa diolah di Kali Surabaya yang menyebabkan kematian ikan, padahal dalam Perda 5/2000 dan PP 82/2001 telah dijelaskan bahwa setiap industri yang membuang limbah kebadan air harus melalui proses pengolahan
Pemprop Jawa Timur harus bertindak tegas menyeret industri pembunuh ikan di Kali Surabaya di pengadilan, untuk memberikan efek jera agar peristiwa ikan mati massal tidak terulang lagi ditahun yang akan datang.***
Sekali lagi ribuan ikan mati mengambang di Kali Surabaya, Peristiwa ikan munggut kembali terjadi di Kali Surabaya pada hari Selasa sore 12 Agustus 2008 hingga 13 Agustus 2008 pagi hari di Kali Surabaya mulai dari Desa Driyorejo sampai Karang Pilang Surabaya.
Ikan munggut sepertinya telah menjadi insiden rutin di Kali Surabaya yang terjadi pada setiap musim kemarau. Ikan munggut adalah terjadinya kematian ikan, kepiting dan udang air tawar yang terjadi secara massal dan tiba- tiba. Ribuan ekor ikan secara bersamaan tampak lemas dan berenang lambat dan berputar-putar di permukaan air dengan bagian perut menghadap ke bawah, bahkan sebagian tampak mati mengambang.
Jenis ikan yang mati didominasi oleh ikan bader yang berukuran tidak terlalu besar, dengan panjang antara 10-25 cm dan ikan mujaer. Ikan yang munggut tampak memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu mengalami pendarahan dan berwarna kemerahan di bawah mulut, perut dan bagian sirip. Selain itu sisik ikan bader tampak terkelupas, padahal ikan yang sehat memiliki sisik yang melekat kuat pada kulit.
Matinya Ikan Kali Surabaya pada 12-13 Agustus 2008 adalah indikasi pemerintah Propinsi Jawa Timur gagal melakukan pengendalian pencemaran air di Kali Surabaya. Sekaligus, merupakan bukti Perum Jasa Tirta 1 (PJT1) Malang Gagal melakukan upaya preventif atas matinya ikan di Kali Surabaya. Seharusnya PJT 1 sudah mengembangkan sistem pengendalian dan preventif bila terjadi ikan mati di Kali Surabaya
Industri juga telah menginjak-injak kewibawaan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, dari pantauan ecoton ditemukan sebuah industri yang membuang limbah tanpa diolah di Kali Surabaya yang menyebabkan kematian ikan, padahal dalam Perda 5/2000 dan PP 82/2001 telah dijelaskan bahwa setiap industri yang membuang limbah kebadan air harus melalui proses pengolahan
Pemprop Jawa Timur harus bertindak tegas menyeret industri pembunuh ikan di Kali Surabaya di pengadilan, untuk memberikan efek jera agar peristiwa ikan mati massal tidak terulang lagi ditahun yang akan datang.***