Iman D Nugroho
Dua partai nasional baru, Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) adalah dua partai yang paling dikenal, versi polling www.iddaily.net. Masing-masing memperoleh 15 suara. Di pisisi ketiga adalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memperoleh 11 suara.
Partai Patriot, mendapatkan 8 suara, disusul oleh Partai Matahari Bangsa (PMB) yang mendapatkan 7 suara. Partai Barisan Nasional (Barnas) dan Partai Nasional Benteng Kerakyatan (PNBK) mendapatkan 5 suara. Dan Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP) mendapatkan 4 Suara, disusul Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI), Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI) dan Partai Persatuan Daerah (PPD) yang masing-masing mendapatkan 3 suara.
Ada tujuh partai baru lain yang mendapatkan 2 suara. Ini adalah perolehan terendah. Iroisnya, jumlah netter yang memilih jawaban (Tidak Ada) untuk menjelaskan "tidak kenal" partai baru, memperoleh 9 Suara.
10 Agustus 2008
08 Agustus 2008
Slamet, Separuh Hidupnya Mengabdi di Pusara Bung Karno
Iman D. Nugroho
Lemari panjang setinggi dada laki-laki dewasa itu bagaikan meja kerja bagi Slamet. Di balik lemari yang terletak di Kantor Administrasi makam Proklamator RI Ir. Soekarno di Blitar Jawa Timur itulah, Slamet mendata setiap orang yang mengunjungi makam. “Saya sudah melakukan pekerjaan saya sebagai penjaga makam Bung Karno (panggilan akrab Ir. Soekarno-RED) sejak 29 tahun lalu,” katanya.
Akhir Juli 2008 ini, saat The Jakarta Post mengunjungi Makam Bung Karno, laki-laki kelahiran 21 September 1958 ini baru saja merayakan saat pertama kali dirinya bekerja sebagai penjaga makam. Tepatnya pada 18 Juli 1979, sembilan tahun setelah Bung Karno dimakamkan. “Saya tidak tahu mengapa saya yang terpilih menjaga makam Bung Karno, saat itu saya hanya lulusan SD yang sedang butuh pekerjaan, semua orang menolak bekerja di sini, saya malah menerimanya,” kenang Slamet.
Makam Bung Karno terletak di Kelurahan Bendongerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur.
Bung Karno dimakamkan 21 Juni 1970. Kota Blitar terletak 170 Km sebelah selatan Kota Surabaya. Kota ini dikenal sebagai Kota Soekarno, karena di sinilah berada Istana Gebang, tempat tinggal ayah, ibu dan kakak perempuan Soekarno. Setiap bulan Juni, Kota Blitar melaksanakan Haul Bung Karno dan Hari Kelahiran Pancasila yang dipusatkan di Istana Gebang.
Meskipun kental dengan “atmosfir” Bung Karno, namun tidak semua penduduk Blitar peduli akan hal itu. Apalagi, sejarah Bung Karno sempat diwarnai dengan pro-kontra peristiwa Gerakan Kudeta 30 September (G30S) yang oleh Pemerintahan Orde Baru disebut-sebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat menjadi Presiden RI, Soekarno adalah pendukung PKI. Slamet adalah penduduk asli Blitar yang awalnya tidak peduli dengan sosok Bung Karno. “Ketika itu, saya hanya tahu, Soekarno sebagai Proklamator RI,” kenangnya. Meski demikian, Slamet tidak menolak ketika mendapat tawaran bekerja oleh Soetedjo, salah satu pegawai Pemkot Blitar, sebagai penjaga makam.
Bekerja sebagai penjaga makam untuk pertama kali, bukan sesuatu yang membanggakan. Apalagi, jenis pekerjaannya hanya membersihkan makam dan merawat beberapa benda yang ada di sana. Seperti nisan makam yang terdiri dari seonggok batu kali berdiameter 1,5 meter, masjid dan pekarangan. Karena itulah, Slamet juga menerima upah yang jauh dari layak. Hanya Rp.12 ribu/bulannya. “Saya hanya bisa bersabar, dan menerima upah, maklum hanya lulusan SD,” katanya.
Kesabaran itu menuai hasilnya ketika 6 tahun 7 bulan kemudian, tepatnya 31 Maret 1986, Slamet mengalami perbaikan nasib, saat dirinya diangkat menjadi pegawai negeri dibawah Dinas Pariwisata Kota Blitar. “Sejak saat itu, nasib saya perlahan-lahan mulai berubah, hingga saat ini gaji yang saya dapatkan lumayan banyak, hingga Rp.1,8 juta/bulannya,” kata ayah tiga putra dan 1 cucu ini.
Meski pada tahun ini Slamet sudah 29 tahun menjadi penjaga penjaga makam Bung Karno, suami Sriyani ini mengaku tidak tahu banyak tentang pikiran-pikiran Soekarno. Apalagi tentang garis politik yang dianut tokoh pemrakarsa ideologi Mahaenisme itu. Menurut pria berkacamata ini, Soekarno adalah orang hebat yang melahirkan sebuah negara bernama Indonesia. “Saya hanya tahu Soekarno adalah presiden pertama yang memerdekakan Indonesia,” katanya.
Hanya saja, tidak ragu Slamet mengatakan Bung Karno adalah sosok yang penting. Terutama dengan cita-cita Indonesia yang sejahtera aman dan damai. Dan Bung Karno, menurut Slamet menginginkan generasi penerus Indonesia memegang teguh hal itu. “Saya ingat betul kalimat Bung Karno yang mengatakan, Saya titipkan Negara ini kepadamu,” kata Slamet..
Karena sosok Bung Karno itu juga, katanya, hingga saat ini masih banyak orang yang mengunjungi makam Bung Karno. Dalam hari saja saja, jumlah pengunjung makam Bung Karno mencapai 700-1000 orang perharinya. Bila musim libran tiba, jumlahnya meningkat hingga 6000-an orang perharinya. Dan pengunjungnya pun tidak hanya dari dalam negeri, melainkan hingga manca negara. “Yang banyak pengunjung dari Belanda dan Prancis,” kata Slamet.
Kedatangan ribuan orang ke makam Bung Karno membawa berbagai motivasi. Ada yang hanya sekedar berkunjung, ada juga yang datang untuk meneliti. Yang paling banyak, untuk mendoakan ayah mantan Presiden RI Megawati Soekarno Putri itu. “Banyak pengunjung yang maunya mendoakan sampai makam, tapi sesuai SK Walikota, hal itu tidak boleh dilakukan, kalau pengunjung malam hari hanya diberi waktu berdoa 15 menit,” katanya.
Sebagai penjaga makam, tak jarang tidur di areal makam Bung Karno. Slamet percaya, ada sisi mistik yang kuat di makam itu. Salah satu buktinya, kata Slamet adalah mimpi yang diperolehnya saat tidur selama tujuh malam Jumat. Orang Jawa mempercayai, malam Jumat adalah malam yang keramat. “Saat tidur itulah, saya bermimpi ada suara orang yang memberikan lampu minyak dan putih, sepuluh hari itu, saya diangkat menjadi pegawai negeri, Alhamdulillah,” kenangnya.
Sisi mistik dan kharisma Bung Karno itu juga yang menurut Slamet, membuat banyak “orang penting” pernah mengunjungi makam Bung Karno. Mulai Susilo Bambang Yudhoyono, KH. Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Agum Gumelar, Wiranto, hingga Sutrisno Bachir. Juga orang-orang yang akan muncul sebagai kandidat kepala daerah. “Almarhum Presiden Soeharto sendiri, kata Slamet, hanya sekali mengunjungi makam itu, saat makam ini dibangun tahun 1979,” kenangnya.
Satu hal yang membuat Slamet senang menjalani profesinya sebagai penjaga makam adalah kebanggaan ketiga anaknya. Meski, tidak satupun dari ketiga buah hatinya itu yang mau meneruskan posisinya sebagai penjaga makam. “Anak-anak saya bangga, karena saya adalah orang yang dipercaya di makam ini. Tapi tidak ada yang bercita-cita untuk menggantikan posisi saya, haha,..” katanya.
Lemari panjang setinggi dada laki-laki dewasa itu bagaikan meja kerja bagi Slamet. Di balik lemari yang terletak di Kantor Administrasi makam Proklamator RI Ir. Soekarno di Blitar Jawa Timur itulah, Slamet mendata setiap orang yang mengunjungi makam. “Saya sudah melakukan pekerjaan saya sebagai penjaga makam Bung Karno (panggilan akrab Ir. Soekarno-RED) sejak 29 tahun lalu,” katanya.
Akhir Juli 2008 ini, saat The Jakarta Post mengunjungi Makam Bung Karno, laki-laki kelahiran 21 September 1958 ini baru saja merayakan saat pertama kali dirinya bekerja sebagai penjaga makam. Tepatnya pada 18 Juli 1979, sembilan tahun setelah Bung Karno dimakamkan. “Saya tidak tahu mengapa saya yang terpilih menjaga makam Bung Karno, saat itu saya hanya lulusan SD yang sedang butuh pekerjaan, semua orang menolak bekerja di sini, saya malah menerimanya,” kenang Slamet.
Makam Bung Karno terletak di Kelurahan Bendongerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur.
Bung Karno dimakamkan 21 Juni 1970. Kota Blitar terletak 170 Km sebelah selatan Kota Surabaya. Kota ini dikenal sebagai Kota Soekarno, karena di sinilah berada Istana Gebang, tempat tinggal ayah, ibu dan kakak perempuan Soekarno. Setiap bulan Juni, Kota Blitar melaksanakan Haul Bung Karno dan Hari Kelahiran Pancasila yang dipusatkan di Istana Gebang.
Meskipun kental dengan “atmosfir” Bung Karno, namun tidak semua penduduk Blitar peduli akan hal itu. Apalagi, sejarah Bung Karno sempat diwarnai dengan pro-kontra peristiwa Gerakan Kudeta 30 September (G30S) yang oleh Pemerintahan Orde Baru disebut-sebut didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat menjadi Presiden RI, Soekarno adalah pendukung PKI. Slamet adalah penduduk asli Blitar yang awalnya tidak peduli dengan sosok Bung Karno. “Ketika itu, saya hanya tahu, Soekarno sebagai Proklamator RI,” kenangnya. Meski demikian, Slamet tidak menolak ketika mendapat tawaran bekerja oleh Soetedjo, salah satu pegawai Pemkot Blitar, sebagai penjaga makam.
Bekerja sebagai penjaga makam untuk pertama kali, bukan sesuatu yang membanggakan. Apalagi, jenis pekerjaannya hanya membersihkan makam dan merawat beberapa benda yang ada di sana. Seperti nisan makam yang terdiri dari seonggok batu kali berdiameter 1,5 meter, masjid dan pekarangan. Karena itulah, Slamet juga menerima upah yang jauh dari layak. Hanya Rp.12 ribu/bulannya. “Saya hanya bisa bersabar, dan menerima upah, maklum hanya lulusan SD,” katanya.
Kesabaran itu menuai hasilnya ketika 6 tahun 7 bulan kemudian, tepatnya 31 Maret 1986, Slamet mengalami perbaikan nasib, saat dirinya diangkat menjadi pegawai negeri dibawah Dinas Pariwisata Kota Blitar. “Sejak saat itu, nasib saya perlahan-lahan mulai berubah, hingga saat ini gaji yang saya dapatkan lumayan banyak, hingga Rp.1,8 juta/bulannya,” kata ayah tiga putra dan 1 cucu ini.
Meski pada tahun ini Slamet sudah 29 tahun menjadi penjaga penjaga makam Bung Karno, suami Sriyani ini mengaku tidak tahu banyak tentang pikiran-pikiran Soekarno. Apalagi tentang garis politik yang dianut tokoh pemrakarsa ideologi Mahaenisme itu. Menurut pria berkacamata ini, Soekarno adalah orang hebat yang melahirkan sebuah negara bernama Indonesia. “Saya hanya tahu Soekarno adalah presiden pertama yang memerdekakan Indonesia,” katanya.
Hanya saja, tidak ragu Slamet mengatakan Bung Karno adalah sosok yang penting. Terutama dengan cita-cita Indonesia yang sejahtera aman dan damai. Dan Bung Karno, menurut Slamet menginginkan generasi penerus Indonesia memegang teguh hal itu. “Saya ingat betul kalimat Bung Karno yang mengatakan, Saya titipkan Negara ini kepadamu,” kata Slamet..
Karena sosok Bung Karno itu juga, katanya, hingga saat ini masih banyak orang yang mengunjungi makam Bung Karno. Dalam hari saja saja, jumlah pengunjung makam Bung Karno mencapai 700-1000 orang perharinya. Bila musim libran tiba, jumlahnya meningkat hingga 6000-an orang perharinya. Dan pengunjungnya pun tidak hanya dari dalam negeri, melainkan hingga manca negara. “Yang banyak pengunjung dari Belanda dan Prancis,” kata Slamet.
Kedatangan ribuan orang ke makam Bung Karno membawa berbagai motivasi. Ada yang hanya sekedar berkunjung, ada juga yang datang untuk meneliti. Yang paling banyak, untuk mendoakan ayah mantan Presiden RI Megawati Soekarno Putri itu. “Banyak pengunjung yang maunya mendoakan sampai makam, tapi sesuai SK Walikota, hal itu tidak boleh dilakukan, kalau pengunjung malam hari hanya diberi waktu berdoa 15 menit,” katanya.
Sebagai penjaga makam, tak jarang tidur di areal makam Bung Karno. Slamet percaya, ada sisi mistik yang kuat di makam itu. Salah satu buktinya, kata Slamet adalah mimpi yang diperolehnya saat tidur selama tujuh malam Jumat. Orang Jawa mempercayai, malam Jumat adalah malam yang keramat. “Saat tidur itulah, saya bermimpi ada suara orang yang memberikan lampu minyak dan putih, sepuluh hari itu, saya diangkat menjadi pegawai negeri, Alhamdulillah,” kenangnya.
Sisi mistik dan kharisma Bung Karno itu juga yang menurut Slamet, membuat banyak “orang penting” pernah mengunjungi makam Bung Karno. Mulai Susilo Bambang Yudhoyono, KH. Abdurahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, Agum Gumelar, Wiranto, hingga Sutrisno Bachir. Juga orang-orang yang akan muncul sebagai kandidat kepala daerah. “Almarhum Presiden Soeharto sendiri, kata Slamet, hanya sekali mengunjungi makam itu, saat makam ini dibangun tahun 1979,” kenangnya.
Satu hal yang membuat Slamet senang menjalani profesinya sebagai penjaga makam adalah kebanggaan ketiga anaknya. Meski, tidak satupun dari ketiga buah hatinya itu yang mau meneruskan posisinya sebagai penjaga makam. “Anak-anak saya bangga, karena saya adalah orang yang dipercaya di makam ini. Tapi tidak ada yang bercita-cita untuk menggantikan posisi saya, haha,..” katanya.
07 Agustus 2008
Menlu Inggris Kecewa
Press Release
Menyusul tanggapan Iran terhadap surat tertanggal 14 Juni 2008 yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri negara-negara E3+3, Menteri Kantor Persemakmuran Departemen Luar Negeri Inggris Dr Kim Howells mengaku kecewa.
'Kami kecewa bahwa Iran telah gagal memberikan tanggapan positif kepada Javier Solana atas paket dermawan yang ditawarkan oleh E3+3. Menanggapi respon yang mengecewakan ini dan Iran telah gagal memenuhi tenggat waktu yang tercantum di Resolusi DK PBB 1803 untuk menghentikan program pengayaan nuklirnya, negara-negara E3+3 telah menyepakati bahwa kontak informal antara Solana dan Jalili akan dilanjutkan, kami saat ini tidak memiliki pilihan selain menjatuhkan sanksi-sanksi lebih jauh terhadap Iran, sebagai bagian dari strategi jalan ganda kami.
'Iran memiliki sebuah pilihan jelas: bekerjasama atau isolasi. Kami menyesali that para pemimpin Iran tampaknya telah memilih isolasi. Paket negara-negara E3+3 mencantumkan segala hal yang harus dilakukan oleh Iran untuk sebuah program tenaga nuklir sipil yang modern, yang diakui oleh para pemimpin Iran adalah tujuan mereka, sebagai tambahan terhadap bantuan ekonomi, pendidikan dan sains. "Jika Iran tetap menolak untuk berunding, hal ini hanya akan meningkatkan tekanan internasional terhadap Iran," katanya.
Pengirim:
Faye Belnis
Head of Press & Public Affairs Section British Embassy Jakarta
Menyusul tanggapan Iran terhadap surat tertanggal 14 Juni 2008 yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri negara-negara E3+3, Menteri Kantor Persemakmuran Departemen Luar Negeri Inggris Dr Kim Howells mengaku kecewa.
'Kami kecewa bahwa Iran telah gagal memberikan tanggapan positif kepada Javier Solana atas paket dermawan yang ditawarkan oleh E3+3. Menanggapi respon yang mengecewakan ini dan Iran telah gagal memenuhi tenggat waktu yang tercantum di Resolusi DK PBB 1803 untuk menghentikan program pengayaan nuklirnya, negara-negara E3+3 telah menyepakati bahwa kontak informal antara Solana dan Jalili akan dilanjutkan, kami saat ini tidak memiliki pilihan selain menjatuhkan sanksi-sanksi lebih jauh terhadap Iran, sebagai bagian dari strategi jalan ganda kami.
'Iran memiliki sebuah pilihan jelas: bekerjasama atau isolasi. Kami menyesali that para pemimpin Iran tampaknya telah memilih isolasi. Paket negara-negara E3+3 mencantumkan segala hal yang harus dilakukan oleh Iran untuk sebuah program tenaga nuklir sipil yang modern, yang diakui oleh para pemimpin Iran adalah tujuan mereka, sebagai tambahan terhadap bantuan ekonomi, pendidikan dan sains. "Jika Iran tetap menolak untuk berunding, hal ini hanya akan meningkatkan tekanan internasional terhadap Iran," katanya.
Pengirim:
Faye Belnis
Head of Press & Public Affairs Section British Embassy Jakarta
Jangan Merokok Kawatir Perda Tidak Maksimal
Press Release
Jaringan Masyarakat Peduli Kawasan Tanpa Rokok (JANGAN MEROKOK), selanjutnya disebut Jaringan, sebuah jaringan dari 13 organisasi non pemerintah di Surabaya, telah mengikuti dengan seksama pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Surabaya tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok.
Jaringan Masyarakat Peduli Kawasan Tanpa Rokok (JANGAN MEROKOK), selanjutnya disebut Jaringan, sebuah jaringan dari 13 organisasi non pemerintah di Surabaya, telah mengikuti dengan seksama pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Surabaya tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok.
Pembahasan Raperda usulan eksekutif yang dilakukan oleh Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok DPRD Surabaya telah menghasilkan sejumlah pembahasan maju dan diharapkan mampu menyelesaikan dan memperbaiki materi Raperda.
Sayangnya, pembahasan yang dilakukan Pansus terancam terhenti di tengah jalan karena masa kerja Pansus telah berakhir pada Sabtu, 2 Agustus 2008 yang lalu. Habisnya masa kerja Pansus ini dikhawatirkan akan membuat pembahasan draf Raperda terhenti dan pada akhirnya menyebabkan pengambilan keputusan politik DPRD atas Raperda ini berjalan tidak sempurna.
Informasi yang diterima oleh Jaringan menyebutkan bahwa Pansus tersebut senyatanya telah dibentuk kurang lebih setahun yang lalu dan telah melakukan sejumlah pembahasan, namun sayang belum juga mampu menyelesaikan pembahasan materi Raperda. Dalam pandangan jaringan, hal ini terjadi karena minimnya sosialisasi yang berakibat kurangnya partisipasi dan dukungan dari berbagai kelompok masyarakat. Atas kondisi ini, Jaringan telah mendorong partisipasi dan melibatkan diri dalam membahasan Raperda.
Jaringan memandang bahwa pembahasan dan penyelesaian yang utuh atas Raperda tersebut adalah hal penting, setidaknya karena 2 alasan. Pertama, secara normatif, Raperda tersebut adalah perintah dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Penyelesaian dan pengesahan Raperda tersebut dapat menjadi bukti nyata dari disiplin penyelenggaraan negara yang dijalankan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Kedua, penyelesaian Raperda tersebut akan mampu mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh asap rokok bagi kesehatan masyarakat.
Hak atas kesehatan adalah bagian dari hak asasi yang harus dipenuhi (fullfil) oleh negara cq Pemerintah Kota Surabaya. Pemenuhan hak tersebut dilakukan dengan melakukan mobilisasi atas seluruh sumber daya yang tersedia, baik regulasi, aparatur maupun anggaran. Negara cq Pemerintah Kota Surabaya dituntut untuk melangkah maju menjaga dan memenuhi hak atas kesehatan masyarakat dengan membuat pengaturan yang memadai terhadap hal-hal yang dapat mengganggu dan merugikan kesehatan, dalam hal ini rokok.
Untuk kepentingan tersebut, Jaringan mendesak pimpinan DPRD Kota Surabaya agar kembali memperpanjang masa kerja Pansus dan mendorong kinerja Pansus agar membuahkan hasil yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat.
Jaringan mendukung segala inisiatif maju, baik dari eksekutif maupun legislatif, guna segera melanjutkan pembahasan dan melakukan sejumlah penyempurnaan atas draf sebelum akhirnya ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. Jaringan memberi apresiasi keterbukaan yang diberikan oleh pimpinan Pansus yang memberi kesempatan yang layak dan memadai kepada Jaringan dan sejumlah pakar kesehatan untuk memberikan masukan yang berguna dalam penyempurnaan Raperda.
Surabaya, 7 Agustus 2008
JANGAN MEROKOK (Jaringan Masyarakat Peduli Kawasan Tanpa Rokok)
Athoillah (LBH Surabaya)
Jaringan Masyarakat Peduli Kawasan Tanpa Rokok (JANGAN MEROKOK), selanjutnya disebut Jaringan, sebuah jaringan dari 13 organisasi non pemerintah di Surabaya, telah mengikuti dengan seksama pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Surabaya tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok.
Jaringan Masyarakat Peduli Kawasan Tanpa Rokok (JANGAN MEROKOK), selanjutnya disebut Jaringan, sebuah jaringan dari 13 organisasi non pemerintah di Surabaya, telah mengikuti dengan seksama pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Surabaya tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok.
Pembahasan Raperda usulan eksekutif yang dilakukan oleh Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok DPRD Surabaya telah menghasilkan sejumlah pembahasan maju dan diharapkan mampu menyelesaikan dan memperbaiki materi Raperda.
Sayangnya, pembahasan yang dilakukan Pansus terancam terhenti di tengah jalan karena masa kerja Pansus telah berakhir pada Sabtu, 2 Agustus 2008 yang lalu. Habisnya masa kerja Pansus ini dikhawatirkan akan membuat pembahasan draf Raperda terhenti dan pada akhirnya menyebabkan pengambilan keputusan politik DPRD atas Raperda ini berjalan tidak sempurna.
Informasi yang diterima oleh Jaringan menyebutkan bahwa Pansus tersebut senyatanya telah dibentuk kurang lebih setahun yang lalu dan telah melakukan sejumlah pembahasan, namun sayang belum juga mampu menyelesaikan pembahasan materi Raperda. Dalam pandangan jaringan, hal ini terjadi karena minimnya sosialisasi yang berakibat kurangnya partisipasi dan dukungan dari berbagai kelompok masyarakat. Atas kondisi ini, Jaringan telah mendorong partisipasi dan melibatkan diri dalam membahasan Raperda.
Jaringan memandang bahwa pembahasan dan penyelesaian yang utuh atas Raperda tersebut adalah hal penting, setidaknya karena 2 alasan. Pertama, secara normatif, Raperda tersebut adalah perintah dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Penyelesaian dan pengesahan Raperda tersebut dapat menjadi bukti nyata dari disiplin penyelenggaraan negara yang dijalankan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Kedua, penyelesaian Raperda tersebut akan mampu mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh asap rokok bagi kesehatan masyarakat.
Hak atas kesehatan adalah bagian dari hak asasi yang harus dipenuhi (fullfil) oleh negara cq Pemerintah Kota Surabaya. Pemenuhan hak tersebut dilakukan dengan melakukan mobilisasi atas seluruh sumber daya yang tersedia, baik regulasi, aparatur maupun anggaran. Negara cq Pemerintah Kota Surabaya dituntut untuk melangkah maju menjaga dan memenuhi hak atas kesehatan masyarakat dengan membuat pengaturan yang memadai terhadap hal-hal yang dapat mengganggu dan merugikan kesehatan, dalam hal ini rokok.
Untuk kepentingan tersebut, Jaringan mendesak pimpinan DPRD Kota Surabaya agar kembali memperpanjang masa kerja Pansus dan mendorong kinerja Pansus agar membuahkan hasil yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat.
Jaringan mendukung segala inisiatif maju, baik dari eksekutif maupun legislatif, guna segera melanjutkan pembahasan dan melakukan sejumlah penyempurnaan atas draf sebelum akhirnya ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. Jaringan memberi apresiasi keterbukaan yang diberikan oleh pimpinan Pansus yang memberi kesempatan yang layak dan memadai kepada Jaringan dan sejumlah pakar kesehatan untuk memberikan masukan yang berguna dalam penyempurnaan Raperda.
Surabaya, 7 Agustus 2008
JANGAN MEROKOK (Jaringan Masyarakat Peduli Kawasan Tanpa Rokok)
Athoillah (LBH Surabaya)
Dynand Fariz Merawat dan Mengreasi Fashion di Jalanan
Iman D. Nugroho
Angin mendadak bertiup kencang, saat Dynand Fariz mulai menapaki catwalk dalam Jember Fashion Carnival (JFC) ke-7, awal Agustus 2008 ini. Topi setinggi 1,5 M seberat 7 Kg yang dikenakannya sedikit miring. Bulu dan ornamen di topi itu menjadi terpaan angin. Dengan cekatan, pemrakarsa JFC ini menopang dengan tangan kanannya, sembari terus bergoyang mengukuti irama lagu etnik Papua yang bertalu-talu. “Gila anginnya kenceng banget, kalau tidak biasanya, mungkin bisa langsung jatuh tertiup angin,” kata Dynand pada The Jakarta Post.
Terpaan angin pada topi Dynand Fariz adalah sepihan cerita JFC-7. Selebihnya, sama seperti enam JFC sebelumnya, hanya tepukan tangan dan decak kekaguman yang menjadi kesan pagelaran fashion terakbar di Indonesia itu. Bagaimana tidak, ada 550 model yang berpartisipasi dengan 550 rancangan yang berbeda pula. Belum lagi catwalknya. Sepanjang 3,6 Km, dengan memanfaatkan jalan protokol Kota Jember Jawa Timur. Bisa dibayangkan, ada sekitar 200 ribu penonton yang berjajar di sepanjang jalan yang menyaksikannya. JFC adalah salah satu event “gila” di Indonesia.
“Kegilaan” pagelaran fahion ini terletak pada Dynand Fariz, sang pemrakarsa. “Sejak awal saya menyadari melaksanakn fashion di jalanan memang “gila”, lebih gila lagi, ketika hal itu dilaksanakan di Jember, “ kata anak ke Anak ke 8 dari 11 bersaudara itu pada The Post. Jember, adalah kota yang terletak 190-an Km dari Surabaya, Jawa Timur. Di kota yang merupakan basis Islam tradisional ini, dikenal pula sebagai kota yang konvensional. Budaya campuran Jawa-Madura plus sisi ke-islaman-annya, membuat Jember menolak modernisasi. Apalagi, modernisasi yang dianggap hanya glamor dan hura-hura. “Tapi saya yakin, JFC bukan Cuma urusan glamor dan hura-hura, karena itulah, saya bersikeras menggelarnya di Jember,” kata laki-laki kelahiran Jember, 23 Mei 1953 ini.
Kehadiran JFC berawal dari dibangunnya Rumah Mode Dynand Fariz pada tahun 1998. Tiga tahun kemudian, rumah mode itu menggelar apa yang disebut Pekan Mode Dynand Fariz. Konsepnya sederhana. Yakni, mewajibkan seluruh karyawan rumah mode untuk berpakaian sesuai dengan trend fashion dunia selama seminggu penuh. Tidak puas dengan itu, pada tahun 2002, Pekan Mode Dynand Fariz diisi dengan parade berkeliling kampung dan alun-alun Kota Jember . Hingga pada 2003, Jember pun tergetar saat JFC hadir pertama kali pada 1 Januari 2003, bersamaan dengan HUT Kota Jember.
Pro-kontra pun tidak terelakkan. Apalagi, dalam JFC melibatkan model-model waria yang sampai kini keberadaannya masih diperdebatkan. Dynand tidak ambil pusing. Berturut-turut, lulusan Seni Rupa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan ( IKIP ) Surabaya tahun 1984 ini tetap saja menggelar JFC. Berturut-turut, digelar JFC-2 pada 30 Agustus 2003, JFC-3 pada 8 Agustus 2004 dan JFC-4 pada 7 Agustus 2005 dengan tema utama Discover The World. “Tidak banyak orang tahu, penolakan itu bergitu besar, pernah saat beraksi di jalanan, ada seseorang yang meludahi wajah saya,” katanya.
Show must goon. Tentangan yang begitu kuat itu perlahan-lahan hilang saat JFC benar-benar mengglobal. Pada JFC-5lah, cover media massa pada JFC tidak bisa dibendung. Tema Anxiety and Spirit of The World yang diusung dalam JFC-5 itu membuat mata dunia terbelalak. Ada sekitar 200 media massa, dari dalam dan luar negeri, termasuk kantor berita asing dan fotografer profesional dari berbagai negara hadir di Jember untuk mengabadikan momen itu. “Sepertinya, orang mulai tahu, JFC adalah upaya yang harus dilakukan untuk menjadikan Jember sebagai Rio de Janeiro-nya Indonesia,” kata lulusan sekolah mode Esmod Jakarta dan Prancis ini.
Dan “mimpi” itu terbukti bukan isapan jempol semata. Apa yang ditemui dalam JFC, seperti juga yang terjadi di Rio de Janeiro Brazil. Sekitar 500-an model, dari berbagai latar belakang usia, pendidikan dan status social untuk berkarnaval, berfashion run way dan dance, di jalan utama kota Jember disaksikan oleh ratusan ribu penonton di kanan dan kiri jalan. Mereka terbagi dalam beberapa defile yang masing-masing defile mencerminkan trend fashion pada tahun yang bersangkutan. Uniknya, para peserta merancang, membuat, dan memperagakan sendiri costume yang mereka buat. Termasuk make up dan hair style yang ditampilkan. “Yang sering tidak disangka-sangka adalah event lain dari JFC, yakni pengembangan dunia pendidikan, kesenian, budaya dan tentu saja perekonomian,” kata Dynand.
Dynand mengembangkan konsep 4E. Education (pendidikan), Entertainment (hiburan), Exhibition (pameran) dan Economic Benefit (keuntungan ekonomi). Dalam E pertama, Dynand melakukan pendekatan in house training para peserta. Pengetahuan tentang merancang busana, fashion run way, fashion dance, presenter, make up dan hairstyle dan melalui ajang kompetisi ( olympiade) diberikan secara cuma-cuma setahun sebelum acara ini digelar. Bukan tidak mungkin, akan lahir instruktur, leader, koreographer, presenter , singer baru setelah JFC. “Temanya pun tidak sembarangan, ada research dari trend fashion dunia yang bakalan menjadi trend tahun, kreator memang tidak bisa berbicara sendiri, tapi juga mendengar dari pihak lain,” katanya. member of Indonesian Social Interpreneur dari Fellow Ashoka , Washington DC ini.
Dalam JFC-7 2008 ini, Dynand Fariz mengusung World Evolution sebagai tema besarnya. Di dalamnya ada Archipelago Papua, Barricade, Off Earth, Gate-11, Roots, Metamorphic, Undersea dan Robotic. Masing-masing tema dalam World Evolution memiliki nilai filosofi tersendiri. Dalam Arhipelago Papua misalnya, Dynand menginginkan masyakat dunia kembali melirik Papua dengan berbagai fenomenanya. Termasuk “menangkap” air mata masyarakat Papua yang saat ini masih mengalir. “Papua adalah potensi, banyak yang belum digarap di sana, saya ingin masyakat dunia kembali melirik ke sana,” kata peraih Best Costume dan Unique Costume ESMOD Santa Chaterina Day.
Hilangnya sisi natural di dunia coba dimanifestasikan dalam tema Off Earth. Para designer merancang fashion yang penuh dengan plastik berwarna putih. Begitu juga dengan Robotic, penggambaran dunia saat sudah kehilangan manusia dan dipenuhi dengan robot. Roots dan Undersea menyoroti alam Indonesia yang rusak. “Dalam Roots, pesan yang ada adalah mencoba menggali persoalan dari dalam, tidak cuma yang tampak dipermukaan saja,” katanya. Sementara Barricade, Gate-11 dan Metamorphic, memiliki nilai human interest yang kuat. Dynand menangkap adanya semangat manusia untuk menerobos “barikade” nilai-nilai kehidupan. Padahal, manusia mengatuhi, ada kepalsuan di dalamnya, seperti yang tergambar dalam Metamorphic.
“Ironisnya, manusia seringkali acuh tak acuh, seperti saat kita berada di gerbang bandara udara, orang dengan tujuan yang sama namun acuh tak acuh dengan sesamanya, itu yang akan muncul dalam Gate-11,” kata peraih penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kategori Catwalk Terpanjang pada Penyelenggaraan Jember Fashion Carnaval III ini.
Lima tahun Jember Fashion Carnaval (JFC) berjalan. Pelan-pelan, “benih” yang ditanam Dynand Fariz di Jember mulai menuai hasilnya. Tim JFC pun mendapatkan undangan dari berbagai event nasional dan internasional. Mulai Fashion Street Kuta Karnival Bali, Bali Fashion Week Bali, Exhibition bersama Nusantara Culture dan Foundation Indonesia pimpinan Marzuki Usman di Jakarta, 100th, World Scout Jamboree dalam Indonesian Day London dan Indonesian Reception Day di Mumbay, India. “Ini belum apa-apa, saya minta dukungan untuk terus menjaga dan mengkreasi fashion di jalanan kota Jember dalam JFC selanjutnya,” katanya.
Angin mendadak bertiup kencang, saat Dynand Fariz mulai menapaki catwalk dalam Jember Fashion Carnival (JFC) ke-7, awal Agustus 2008 ini. Topi setinggi 1,5 M seberat 7 Kg yang dikenakannya sedikit miring. Bulu dan ornamen di topi itu menjadi terpaan angin. Dengan cekatan, pemrakarsa JFC ini menopang dengan tangan kanannya, sembari terus bergoyang mengukuti irama lagu etnik Papua yang bertalu-talu. “Gila anginnya kenceng banget, kalau tidak biasanya, mungkin bisa langsung jatuh tertiup angin,” kata Dynand pada The Jakarta Post.
Terpaan angin pada topi Dynand Fariz adalah sepihan cerita JFC-7. Selebihnya, sama seperti enam JFC sebelumnya, hanya tepukan tangan dan decak kekaguman yang menjadi kesan pagelaran fashion terakbar di Indonesia itu. Bagaimana tidak, ada 550 model yang berpartisipasi dengan 550 rancangan yang berbeda pula. Belum lagi catwalknya. Sepanjang 3,6 Km, dengan memanfaatkan jalan protokol Kota Jember Jawa Timur. Bisa dibayangkan, ada sekitar 200 ribu penonton yang berjajar di sepanjang jalan yang menyaksikannya. JFC adalah salah satu event “gila” di Indonesia.
“Kegilaan” pagelaran fahion ini terletak pada Dynand Fariz, sang pemrakarsa. “Sejak awal saya menyadari melaksanakn fashion di jalanan memang “gila”, lebih gila lagi, ketika hal itu dilaksanakan di Jember, “ kata anak ke Anak ke 8 dari 11 bersaudara itu pada The Post. Jember, adalah kota yang terletak 190-an Km dari Surabaya, Jawa Timur. Di kota yang merupakan basis Islam tradisional ini, dikenal pula sebagai kota yang konvensional. Budaya campuran Jawa-Madura plus sisi ke-islaman-annya, membuat Jember menolak modernisasi. Apalagi, modernisasi yang dianggap hanya glamor dan hura-hura. “Tapi saya yakin, JFC bukan Cuma urusan glamor dan hura-hura, karena itulah, saya bersikeras menggelarnya di Jember,” kata laki-laki kelahiran Jember, 23 Mei 1953 ini.
Kehadiran JFC berawal dari dibangunnya Rumah Mode Dynand Fariz pada tahun 1998. Tiga tahun kemudian, rumah mode itu menggelar apa yang disebut Pekan Mode Dynand Fariz. Konsepnya sederhana. Yakni, mewajibkan seluruh karyawan rumah mode untuk berpakaian sesuai dengan trend fashion dunia selama seminggu penuh. Tidak puas dengan itu, pada tahun 2002, Pekan Mode Dynand Fariz diisi dengan parade berkeliling kampung dan alun-alun Kota Jember . Hingga pada 2003, Jember pun tergetar saat JFC hadir pertama kali pada 1 Januari 2003, bersamaan dengan HUT Kota Jember.
Pro-kontra pun tidak terelakkan. Apalagi, dalam JFC melibatkan model-model waria yang sampai kini keberadaannya masih diperdebatkan. Dynand tidak ambil pusing. Berturut-turut, lulusan Seni Rupa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan ( IKIP ) Surabaya tahun 1984 ini tetap saja menggelar JFC. Berturut-turut, digelar JFC-2 pada 30 Agustus 2003, JFC-3 pada 8 Agustus 2004 dan JFC-4 pada 7 Agustus 2005 dengan tema utama Discover The World. “Tidak banyak orang tahu, penolakan itu bergitu besar, pernah saat beraksi di jalanan, ada seseorang yang meludahi wajah saya,” katanya.
Show must goon. Tentangan yang begitu kuat itu perlahan-lahan hilang saat JFC benar-benar mengglobal. Pada JFC-5lah, cover media massa pada JFC tidak bisa dibendung. Tema Anxiety and Spirit of The World yang diusung dalam JFC-5 itu membuat mata dunia terbelalak. Ada sekitar 200 media massa, dari dalam dan luar negeri, termasuk kantor berita asing dan fotografer profesional dari berbagai negara hadir di Jember untuk mengabadikan momen itu. “Sepertinya, orang mulai tahu, JFC adalah upaya yang harus dilakukan untuk menjadikan Jember sebagai Rio de Janeiro-nya Indonesia,” kata lulusan sekolah mode Esmod Jakarta dan Prancis ini.
Dan “mimpi” itu terbukti bukan isapan jempol semata. Apa yang ditemui dalam JFC, seperti juga yang terjadi di Rio de Janeiro Brazil. Sekitar 500-an model, dari berbagai latar belakang usia, pendidikan dan status social untuk berkarnaval, berfashion run way dan dance, di jalan utama kota Jember disaksikan oleh ratusan ribu penonton di kanan dan kiri jalan. Mereka terbagi dalam beberapa defile yang masing-masing defile mencerminkan trend fashion pada tahun yang bersangkutan. Uniknya, para peserta merancang, membuat, dan memperagakan sendiri costume yang mereka buat. Termasuk make up dan hair style yang ditampilkan. “Yang sering tidak disangka-sangka adalah event lain dari JFC, yakni pengembangan dunia pendidikan, kesenian, budaya dan tentu saja perekonomian,” kata Dynand.
Dynand mengembangkan konsep 4E. Education (pendidikan), Entertainment (hiburan), Exhibition (pameran) dan Economic Benefit (keuntungan ekonomi). Dalam E pertama, Dynand melakukan pendekatan in house training para peserta. Pengetahuan tentang merancang busana, fashion run way, fashion dance, presenter, make up dan hairstyle dan melalui ajang kompetisi ( olympiade) diberikan secara cuma-cuma setahun sebelum acara ini digelar. Bukan tidak mungkin, akan lahir instruktur, leader, koreographer, presenter , singer baru setelah JFC. “Temanya pun tidak sembarangan, ada research dari trend fashion dunia yang bakalan menjadi trend tahun, kreator memang tidak bisa berbicara sendiri, tapi juga mendengar dari pihak lain,” katanya. member of Indonesian Social Interpreneur dari Fellow Ashoka , Washington DC ini.
Dalam JFC-7 2008 ini, Dynand Fariz mengusung World Evolution sebagai tema besarnya. Di dalamnya ada Archipelago Papua, Barricade, Off Earth, Gate-11, Roots, Metamorphic, Undersea dan Robotic. Masing-masing tema dalam World Evolution memiliki nilai filosofi tersendiri. Dalam Arhipelago Papua misalnya, Dynand menginginkan masyakat dunia kembali melirik Papua dengan berbagai fenomenanya. Termasuk “menangkap” air mata masyarakat Papua yang saat ini masih mengalir. “Papua adalah potensi, banyak yang belum digarap di sana, saya ingin masyakat dunia kembali melirik ke sana,” kata peraih Best Costume dan Unique Costume ESMOD Santa Chaterina Day.
Hilangnya sisi natural di dunia coba dimanifestasikan dalam tema Off Earth. Para designer merancang fashion yang penuh dengan plastik berwarna putih. Begitu juga dengan Robotic, penggambaran dunia saat sudah kehilangan manusia dan dipenuhi dengan robot. Roots dan Undersea menyoroti alam Indonesia yang rusak. “Dalam Roots, pesan yang ada adalah mencoba menggali persoalan dari dalam, tidak cuma yang tampak dipermukaan saja,” katanya. Sementara Barricade, Gate-11 dan Metamorphic, memiliki nilai human interest yang kuat. Dynand menangkap adanya semangat manusia untuk menerobos “barikade” nilai-nilai kehidupan. Padahal, manusia mengatuhi, ada kepalsuan di dalamnya, seperti yang tergambar dalam Metamorphic.
“Ironisnya, manusia seringkali acuh tak acuh, seperti saat kita berada di gerbang bandara udara, orang dengan tujuan yang sama namun acuh tak acuh dengan sesamanya, itu yang akan muncul dalam Gate-11,” kata peraih penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kategori Catwalk Terpanjang pada Penyelenggaraan Jember Fashion Carnaval III ini.
Lima tahun Jember Fashion Carnaval (JFC) berjalan. Pelan-pelan, “benih” yang ditanam Dynand Fariz di Jember mulai menuai hasilnya. Tim JFC pun mendapatkan undangan dari berbagai event nasional dan internasional. Mulai Fashion Street Kuta Karnival Bali, Bali Fashion Week Bali, Exhibition bersama Nusantara Culture dan Foundation Indonesia pimpinan Marzuki Usman di Jakarta, 100th, World Scout Jamboree dalam Indonesian Day London dan Indonesian Reception Day di Mumbay, India. “Ini belum apa-apa, saya minta dukungan untuk terus menjaga dan mengkreasi fashion di jalanan kota Jember dalam JFC selanjutnya,” katanya.