Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pati berani!
       

24 Juni 2008

Tuntutan Diabaikan Buruh HM. Sampoerna Tbk Kembali Berunjukrasa

Iman D. Nugroho

Sekitar 2 ribu buruh pabrik rokok HM. Sampoerna Tbk menggelar demonstrasi di depan pabrik rokok HM. Sampoerna, Senin-Selasa(23-24/06/08) ini. Dalam demonstrasi itu mereka menuntut dibayarnya uang jasa setelah kepemilikan HM. Sampoerna berpindah tangan ke PT. Philip Morris Indonesia.


Demonstrasi pertama berlangsung Senin kemarin. Ribuan buruh dari berbagai unit produksi perusahaan rokok terbesar ketiga di Indonesia itu memenuhi halaman kantor HM. Sampoerna di komplek industri SIER Surabaya. Banyaknya jumlah buruh membuat demonstran menutup Jl. Raya SIER tepat di depan kantor HM. Sampoerna.

Dalam demonstrasi itu, buruh menuntut adanya dialog dengan Putra Sampoerna, selaku pemegang saham dan pemilik HM. Sampoerna Tbk. Buruh ingin bertanya secara langsung kepada Putra perihal pembayaran uang jasa sebagai prasyarat penjualan kepemilikan, sesuai dengan UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam catatan, setelah pada tahun 2003, Putera Sampoerna mengalihkan kepemimpinan perusahaan kepada anaknya, Michael Sampoerna, pada Maret 2005 Putera memutuskan untuk menjual kepemilikan saham atas PT HM Sampoerna kepada PT Philips Morris Indonesia dengan nilai total USD 5 juta.

Peristiwa itu sempat memunculkan berbagai tanda tanya lantaran saat dialihkan, perusahaan sedang dalam kondisi sehat. Ada dugaan, hal itu adalah upaya membuka peluang bagi perusahaan yang berpusat di Swis itu untuk mengalihkan proses produksi ke Indonesia. Dan HM. Sampoerna adalah pilihan yang tepat. Perusahaan yang berpusat di Surabaya itu adalah perusahaan rokok pertama yang memperkenalkan rokok rendah tar dan nikotin, dengan produknya, Sampoerna A Mild.

Sukartini, salah satu demonstran mengungkapkan, saat akusisi baru saja dilkakukan, ada janji untuk memberikan uang jasa pada buruh. Namun, hingga tiga tahun menjelang, janji-janji itu tidak terealisasi. "Kami sempat diberi "angin surga" dengan penambahan jam kerja (lembur), tapi belakangan hal itu tidak ada lagi, karena itu kami menuntut uang jasa dibayarkan," katanya.

Di sisi lain, kata Sukartini, divisi sopir transportasi nusantara (STN) sudah mendapatkan uang jasa itu. Menurut informasi yang beredar di kalangan buruh HM. Sampoerna, masing-masing anggota STN mendapatkan Rp. 30-Rp. 125 juta, tergantung jabatan dalam perusahaan. "Kalau buruh seperti kami, minimal kami mendapatkan Rp.2,5 juta/orang," kata Sukartini.

Namun hal itu dibantan oleh Director Human Resources HM. Sampoerna, Lucia Nancy Lucida. Dalam surat pemberitahuan perusahaan yang ditempelkan di kantor HM. Sampoerna tertulis, bahwa informasi tentang pemberian hadiah atau uang dari Putra Sampoerna adalah tidak benar. "Perusahaan menghimba agar karyawan dan karyawati tidak terpengaruh kabar-kabar yang tidak benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," tulis Lucia Nancy Lusida.

Dalam demonstrasi Selas ini, sempat terjadi bentrokan antara buruh yang mogok dengan buruh lain yang tetap bekerja. Buruh yang mogok menghalang-halangi buruh yang akan tetap bekerja, hingga terjadi aksi saling pukul dan saling lembar antara kedua. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.


21 Juni 2008

Tiga Cagub Senada Perpres, Satu Bungkam dan Satu Minta Lapindo Bertanggungjawab

*Calon Gubernur Jawa Timur dan Wakilnya Soal Lumpur Lapindo

Iman D. Nugroho


Tidak dipungkiri, bagi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jawa Timur, persoalan semburan lumpur Lapindo adalah persoalan penting yang harus ditanggulangi. Namun, tidak semua sepakat untuk menjatuhkan sanksi hukum pada Lapindo Brantas Inc.


Tiga diantara kandidat cagub/cawagub itu memiliki pendapat senada dengan Prespres lumpur. Bahkan ada satu kandidat yang bungkam. Hanya seorang cagub yang tegas meminta Lapindo Brantas Inc bertanggungjawab atas hal itu. Tiga kandidat yang senada dengan Peraturan Presiden no.14 tahun 2007 itu adalah Khofifah Indar Parawansa, Soekarwo dan Ali Maschan Moesa (cawagub pasangan Soenarjo).

Menurut Khofifah persoalan ganti rugi adalah hal utama yang harus dilakukan. Karena hal itu yang paling dibutuhkan oleh masyarakat Porong korban semburan lumpur Lapindo. "Bagi saya, penanganan Lapindo itu harusnya lebih diprioritaskan pada korban. Misalnya adanya, perpres yang harus disupport dengan update peta daerah terdampak. Beberapa daerah terdampak itu harus mendapatkan previlage yang sama," katanya.

Lebih jauh, calon yang akrab disebut KAJI (Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono) itu menekankan pada persoalan pendidikan bagi pengungsi di Pasar Baru Porong. Soal penanganan infrastruktur, Khofifah meminta penelaahan lebih jauh."Tidak hanya Jawa Timur, harus dilihat efek yang ditimbulkan lumpur Lapindo sampai Bali dan Nusa Tenggara Barat," kata kandidat dari 12 partai ini.

Sementara Ali Maschan, meskipun tidak sepakat dengan pemberian uang, mantan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur itu menekankan pada pelaksanaan relokasi. "Menurut saya, relokasi tetap paling tepat. Daripada meminta Lapindo Brantas Ibc diwajibkan membayar, malah hasilnya tidak jelas," kata Ali.

Penanganan transporstasi, bagi Ali penting pula untuk dicermati. Kerugian Rp.400 Miliar/bulan karena macetnya daerah Porong, katanya, bisa diminimalisir dengan pelebaran jalan. "Pelebaran jalan biayanya tidak mahal, selanjutnya adalah pembangunan jalan tol baru dari Porong ke Krembung, langsung ke Mojosari," jelas pasangan Soenarjo ini.

Soekarwo lebih mementingkap adanya penanggulan yang baik. Dalam bahasa tokoh yang menyebut dirinya Pakde Karwo itu, penanggulan berlapis akan mengurangi dampak "ancaman" yang lebih besar pada daerah berdampak dan "ancaman" lingkungan. "Saya usulkan tanggul yang berlapis, selain itu harus ada subsidi pemerintah untuk menanggulangi persoalan lingkungan, air, kemacetan dll," kata calon yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat (PD) ini.

Tahun 2009 ini, kata Soekarwo, Pemerintah Jawa Timur akan menyelesaikan persoalan infrastruktur. Utamanya jalan tol baru. Hal yang sama juga akan dilakukan untuk gas, listrik serta saluran PDAM. "Tahun 2009 ini semua tuntas dibenahi," katanya.

Sayangnya, baik Khofifah, Soekarwo dan Ali Maschan memilih untuk tidik "cawe-cawe"dalam persoalan penegakan keadilan dalam kasus semburan lumpur Lapindo. Dalam bahasa Khofifah, proses hukum bukan wilayah Calon Gubernur. Hal itu harus diserahkan pada lembaga hukum yang menanganinya.

"Wilayah Saya bukan wilayah yuridis, wartawan harus menyampaikan hal itu ke Polda Jawa Timur, kalau sampai sekarang belum maksimal, saya akui,..kalau pun Saya bicara, saya toh tidak bisa melakukan apa-apa," katanya.

Soekarwo lain lagi. Secara terang-terangan ia mengatakan bahwa sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menanggung pembiayaan dalam kasus lumpur Lapindo. Karena itulah diskripsi dari azas manfaat dalam proses penegakan hukum di Indonesia. "Sudah mejadi tanggungjawab pemerintah untuk itu menampung masyarakat yang termajinalisasi dalam kasus Lapindo," katanya.

Sementara Ali Mashcan lebih memilih untuk memfokuskan programnya pada pembangunan infratruktur yang rusak. "Bagi saya, hal itu lebih memenuhi rasa keadilan masyarakat," kata kandidat yang didukung oleh Partai Golkar ini.

Cagub Soetjipto adalah kandidat yang paling "keras" bicara soal penegakan hukum dalam kasus lumpur Lapindo. Menurut pasangan Ridwan Hisjam ini, kasus ini secara sederhana bisa dilihat seperti kasus kecelakaan lalu lintas. "Dalam kasus kecelakaan lalu lintas, sopirnya yang harus ditangkap dan bertanggungjawab secara hukum dan diadili, begitu pula dalam kasus Lapindo," kata calon PDI Perjuangan ini.

"Sopir" itu juga yang harus bertanggungjawab menanggung pembiayaan yang dikarenakan keteledorannya. "Ärtinya rakyat yang menjadi korban harus dientaskan dari kemiskinan dan kesengsaraan, dan semua pembiayaan harus dibebankan kepada Lapindo, dan bukan pada negara," tegasnya. Semua hal itu, katanya, pasti disetujui oleh korban lumpur.

Ahmady, cagub pasangan Achmady-Suhartono memilih untuk tidak menjawab. Saat ditemui di sela-sela acara Halaqoh Mashlahah Ammah PWNU Jatim di Surabaya, Sabtu (21/06/08) ini, pasangan yang mewakili Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH. Abdurahman Wahid atau Gus Dur ini hanya berlalu.

Korban lumpur dari Desa Besuki, Porong, Abdul Rochim merasakan, semua kandidat cagub dan cawagub tidak menunjukkan komitmen pada kasus lumpur Lapindo. Rochim memperkirakan bila hal itu terus terjadi, bukan tidak mungkin korban lumpur di Porong akan tidak memilih pada Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur pada 23 Juli mendatang. "Bukan tidak mungkin, korban lumpur akan golput,"katanya.

Aksi Jadjit Mewarnai Bukit

Iman D. Nugroho

Kegemaran Jadjit Bustomi bercocok tanam berbuah manis. Sebuah bukit seluas 118 Ha di tak jauh dari tempat tinggalnya yang semula tandus, berubah rimbun dan menghijau. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menganugerahinya Kalpataru.


Rasa ingin tahulah yang mendorong Jadjit Bustomi mengajak anak-anak didiknya di Sekolah Dasar (SD) Sucolor I Maesan Bondowoso untuk mendatangi Bukit Paseban. Peristiwa yang terjadi pada pertengahan 1977 lalu itu awalnya hanya sebuah study tour biasa. Namun, semua hampir berubah menjadi bencana, ketika seorang anak didiknya terpeleset batu dan jatuh berguling.guling ke arah bawah.

“Saat itulah saya mengetahui, betapa berbahayanya bukit yang gundul. Bebatuan bisa longsor, dan menimpa orang-orang yang tinggal di bawahnya,” kenang Jadjit Burtomi. Sejak saat itu, Jadjit bermimpi untuk bisa menghijaukan bukit yang ada di Maesan, Bondowoso. “Tapi bagaimana?” kenangnya.

Kisah Jadjit di Suco, Maesan, Bondowoso berawal dari keprihatinan atas banyaknya guru yang selalu meminta mutasi (pindah) dari Suco, Maesan, sekitar 12 Km dari pusat Kabupaten Bonwodoso. Tidak jelas karena apa, namun Jadjit menduga, daerah Suco yang kering dan panas yang membuat hal itu terjadi.

Karena itulah, mantan pekerja perusahaan serat karung di Kediri, Jawa Timur ini memutuskan untuk pindah di Bondowoso dan menjadi guru. Sesuai dengan ijazah Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Kediri yang dimilikinya. Tahun 1977, Jadjit resmi pindah ke Kota Tape itu. Laki-laki murah senyum ini mengaku terperangah ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Suco, Maesan.

Selain, bukitnya gundul, kondisi pun gersang. "Entah mengapa, saya berpikir, bagaimana mengubah kondisi ini," katanya. Jawaban pun muncul tanpa sengaja ketika ia melihat anak didiknya berjalan menembus terik sinar matahari. Rasa iba membuatnya beride untuk mengajak anak didiknya menanam bibit pohon di sepanjang jalan menuju desa. “Saya hanya ingin anak-anak tidak kepanasan lagi saat pulang sekolah,” katanya.

Beberapa tahun kemudian, pohon itupun tumbuh menjadi “payung” di sepanjang jalan menuju sekolahan. Merasa hasil kerjanya bermanfaat, Jadjit mengembangkan idenya dengan menggarap sawah dan tegalan milik tetangga kanan dan kirinya. Ayah dari dua anak adopsi ini menilah jagung dan kacang yang kebanyakan ditanam di sawah dan tegalan penduduk Suca, tidak memiiliki daya dongkrak ekonomi.

Pete, mangga dan durian adalah tiga jenis tanaman yang diperkenalkan Jadjit pada penduduk desa. Awalnya, tidak ada yang menyambut ide itu. "Mungkin karena belum terbiasa, saya coba dulu di tegalan milik saya, akhirnya penduduk desa pun menyadari bahwa pete, mangga dan durian lebih menguntungkan,"kenangnya.

Bagaimana tidak, dalam satu tahun, satu batang pete bisa menghasilkan 6000 lonjor pete. Penduduk pun meminta Jadjit untuk mengajari mereka cara menanam pete. Singkat kata, pete pun menjadi salah satu "harta karun" baru di Suco. Untuk memenuhi kebutuhan benih pete, Jadjit dan masyarakat membuat setidaknya 100 ribu bibit pete untuk masyarakat desa.

Bibit itu tidak dijual, hanya membayar ongkos produksi Rp.200,-/bibit, uanganya pun diolah untuk kembali menjadi bibit,"katanya Seksi Lingkungan Hidup Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Maesan ini. Hebatnya, secara perlahan-lahan pete-nisasi yang dilakukan Jadjit membuat bukit yang awalnya gundul, berbubah menjadi hijau. Masyakat yang kebetulan memiliki lahan di bukit, menanaminya dengan pete, mangga dan durian.

Kasus pete itu, membuat Jadjit dikenal sebagai ahli bibit. Selain juga seorang guru. Jadjit semakin aktif mencari jenis tanaman yang cocok untuk ditanam di Suco, Maesan, dan tentu saja membawa keuntungan bagi masyakat sekitar. Bermacam-macam pembibitan pun dilakukan. Seperti bibit Gamelina atau Jati Belanda, Sengon Laut dan Sengon Butuh. Bahkan, pembibitan kayu jati emas.

Dalam sebuah lomba penanaman sejuta pohon pada tahun 2004, apa yang dilakukan Jadjit mendapatkan nilai paling tinggi. Berturut-turut, Jadjit pun memperoleh berbagai penghargaan. Hingga yang tertinggi adalah penghargaan Kalpataru tahun 2008 yang diserahkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, untuk kategori Pengabdi Lingkungan.

Mantan Kepala Sekolah di SDN Sucolor, 1987-2008 ini dianggap telah mengabdikan diri dalam usaha pelestarian fungsi lingkungan yang jauh melampaui tugasnya. Atas aksinya, Bukit Peseban yang terletak di sebelah utara kawasan Suco, Maesan, jadi menghijau. "Sebenarnya saya menolak dinilai-nilai, tapi yang terserah saja," kenangnya.

Meski sangat membanggakan, mendapatkan hadiah Kalpataru plus uang nominal sebanyak Rp.10 juta, adalah hal kecil dan tidak sebanding dengan jerih payah Jadjit. Terutama, keikhlasannya menggunakan uang gaji untuk menutup kebutuhan pembuatan bibit. "Kalau terbentur kekurangan dana, mana gaji saya sebagai guru dan kepala sekolah itu yang akan saya gunakan. Selain uang dari sawah dan penjualan sapi," katanya.

Dana pas-pas tidak berarti menghasilka karya yang pas-pasan. Saat ini, di salah satu lereng Bukit Pasepan sedang dibangun waduk penampungan air. Waduk ini akan berguna bila musim kering tiba dan penduduk suco kekurangan air.

Kepala Desa Suco, Abdul Muqid Yasid adalah orang yang sangat bangga sekaligus bersedih dengan prestasi Jadjit. Dia berharap, apa yang dilakukan Jadjit bisa menjadi pemacu semangat masyarakat untuk terus menghijaukan bukit-bukit di Suco. "Harus ada teladan, dan Pak Jadjit sepertinya pas untuk itu," katanya.

Satu hal yang membuat Abdul Muqid Yasid kecewa adalah respon pemerintah kabupaten Bondowoso yang seperti mengabaikan Desa Suco. Contoh sederhananya adalah soal jalan desa yang hingga kini masih rusak parah. Tidak ada upaya dari pemerintah Kabupaten Bondowoso untuk memperbaiki. "Ada 11 Km jalan di Desa Suco yang rusak berat, dan hingga kini belum diperbaiki,"kata Abdul Muqid.

Begitu juga soal tidak tertatanya pengairan di desa-desa yang membuat masyarakat harus rela mengambil air jauh dari desanya. "Desa Suco termasuk desa kering, terutama di Dusun Kebun dan Dusun Cangkring, namun sampai saat ini tidak pernah ada upaya untuk memperbaiki kondisi itu,"kata Abdul Muqid. "Semoga Pak Jadjit atau siapa saja yang membaca tulisan sampayen, bisa juga membantu untuk urusan ini."***


19 Juni 2008

LBH Surabaya Soroti Pemukulan Oleh TNI di Malang

Press Release

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengikuti dengan keprihatinan peristiwa pemukulan yang dilakukan anggota TNI AL di Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, yang menyebabkan korban pemukulan, Moh. Mujib, seorang warga sipil, meninggal dunia.


LBH Surabaya mengutuk kejadian tersebut dan mendesak pimpinan TNI untuk mengambil tindakan yang layak dan adil untuk meminta pertanggungjawaban pelaku dan memberikan rasa adil bagi keluarga korban. Beberapa informasi menyebutkan bahwa korban sempat di bawa ke KORAMIL Tajinan dan dihajar.

Jika informasi ini benar, maka pimpinan TNI harus melakukan penyidikan menyeluruh serta melakukan evaluasi mendalam terkait dengan penggunaan markas militer sebagai tempat penyiksaan oleh anggota militer terhadap masyarakat sipil.

Penyiksaan yang dilakukan di markas militer menunjukkan lemahnya pengawasan pimpinan TNI terhadap anak buahnya. Penyidikan yang dilakukan oleh pimpinan TNI harus pula menyentuh pada pimpinan markas. Komandan Koramil Tajinan dan anggota TNI AD yang bertugas jaga waktu itu harus turut diperiksa dan dimintakan pertanggungjawaban. Pimpinan TNI harus mengevaluasi dan memberikan jaminan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang.

Salam,

Athoillah, SH
Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya

15 Juni 2008

Khofifah, Syaifullah Yusuf dan Sutjipto Resmi Bertarung Dalam Pilkada Jatim

Pertarungan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Lansung di Jawa Timur, resmi dimulai. Minggu (15/6/08) ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur secara resmi merilis nama calon gubernur dan calon wakil gubernur yang akan bertarung dalam Pemilihan Gubernur Jatim.


Ada lima pasangan cagub dan cawagub yang lolos. Mereka adalah Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono, Soenarjo dan Ali Maschan Moesa, Soekarwo dan Syaifullah Yusuf, Sutjipto dan Ridwan Hisjam serta Achmadi dan Suhartono. Sementara dua pasangan cagub dan cawagub yang tidak lolos adalah Syamiatun dan Arif darmawan, dan Djoko Subroto dan Wahid Hasyim.

Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono yang menyebut diri mereka KAJI adalah pasangan yang didukung oleh partai paling banyak. Tercatat ada 12 partai seperti PPP, PNBK, PBR, Partai Patriot dan beberapa partai kecil lainnya. Bahkan, Ketua PBNU Hasyim Muzadi pun memberikan dukungan secara pribadi. KAJI mendapatkan 16,72 persen suara.

Meski begitu, Achmadi dan Suhartono atau Achsan yang diusung PKB KH. Abdurahman Wahid atau Gus Dur mendapatkan suara terbanyak, 31 persen. Soenarjo dan Ali Maschan Moesa atau SALAM, menyandarkan harapan pada mesin politik Partai Golkar. Soekarwo dan Syaifullah Yusuf atau KARSA, akan berjuang bersama PAN dan Partai Demokrat (PD).
mendapat 17 persen. Sutjipto dan Ridwan Hisjam atau SR, berjuang bersama PDI Perjuangan.

Yang menarik adalah gagalnya pasangan Syamiatun dan Arif darmawan. Pasangan yang diusung oleh PKB Muhaimin Iskandar ini dianggap "tidak Sah", karena hanya mengantongi surat yang ditandatangani oleh Muhaimin Iskandar dan Lukman Edy. Sementara Achmadi dan Suhartono yang diajukan oleh PKB Gusdur, membawa surat yang lebih sah.

"Meski mengantongi 31 persen suara, namun hasil verifikasi faktual, pasangan itu dianggap tidak sah dan tidak memenuhi persyaratan," kata Wahyudi, Ketua KPU Jawa Timur.