Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pati berani!
       

21 Juni 2008

Aksi Jadjit Mewarnai Bukit

Iman D. Nugroho

Kegemaran Jadjit Bustomi bercocok tanam berbuah manis. Sebuah bukit seluas 118 Ha di tak jauh dari tempat tinggalnya yang semula tandus, berubah rimbun dan menghijau. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menganugerahinya Kalpataru.


Rasa ingin tahulah yang mendorong Jadjit Bustomi mengajak anak-anak didiknya di Sekolah Dasar (SD) Sucolor I Maesan Bondowoso untuk mendatangi Bukit Paseban. Peristiwa yang terjadi pada pertengahan 1977 lalu itu awalnya hanya sebuah study tour biasa. Namun, semua hampir berubah menjadi bencana, ketika seorang anak didiknya terpeleset batu dan jatuh berguling.guling ke arah bawah.

“Saat itulah saya mengetahui, betapa berbahayanya bukit yang gundul. Bebatuan bisa longsor, dan menimpa orang-orang yang tinggal di bawahnya,” kenang Jadjit Burtomi. Sejak saat itu, Jadjit bermimpi untuk bisa menghijaukan bukit yang ada di Maesan, Bondowoso. “Tapi bagaimana?” kenangnya.

Kisah Jadjit di Suco, Maesan, Bondowoso berawal dari keprihatinan atas banyaknya guru yang selalu meminta mutasi (pindah) dari Suco, Maesan, sekitar 12 Km dari pusat Kabupaten Bonwodoso. Tidak jelas karena apa, namun Jadjit menduga, daerah Suco yang kering dan panas yang membuat hal itu terjadi.

Karena itulah, mantan pekerja perusahaan serat karung di Kediri, Jawa Timur ini memutuskan untuk pindah di Bondowoso dan menjadi guru. Sesuai dengan ijazah Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Kediri yang dimilikinya. Tahun 1977, Jadjit resmi pindah ke Kota Tape itu. Laki-laki murah senyum ini mengaku terperangah ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Suco, Maesan.

Selain, bukitnya gundul, kondisi pun gersang. "Entah mengapa, saya berpikir, bagaimana mengubah kondisi ini," katanya. Jawaban pun muncul tanpa sengaja ketika ia melihat anak didiknya berjalan menembus terik sinar matahari. Rasa iba membuatnya beride untuk mengajak anak didiknya menanam bibit pohon di sepanjang jalan menuju desa. “Saya hanya ingin anak-anak tidak kepanasan lagi saat pulang sekolah,” katanya.

Beberapa tahun kemudian, pohon itupun tumbuh menjadi “payung” di sepanjang jalan menuju sekolahan. Merasa hasil kerjanya bermanfaat, Jadjit mengembangkan idenya dengan menggarap sawah dan tegalan milik tetangga kanan dan kirinya. Ayah dari dua anak adopsi ini menilah jagung dan kacang yang kebanyakan ditanam di sawah dan tegalan penduduk Suca, tidak memiiliki daya dongkrak ekonomi.

Pete, mangga dan durian adalah tiga jenis tanaman yang diperkenalkan Jadjit pada penduduk desa. Awalnya, tidak ada yang menyambut ide itu. "Mungkin karena belum terbiasa, saya coba dulu di tegalan milik saya, akhirnya penduduk desa pun menyadari bahwa pete, mangga dan durian lebih menguntungkan,"kenangnya.

Bagaimana tidak, dalam satu tahun, satu batang pete bisa menghasilkan 6000 lonjor pete. Penduduk pun meminta Jadjit untuk mengajari mereka cara menanam pete. Singkat kata, pete pun menjadi salah satu "harta karun" baru di Suco. Untuk memenuhi kebutuhan benih pete, Jadjit dan masyarakat membuat setidaknya 100 ribu bibit pete untuk masyarakat desa.

Bibit itu tidak dijual, hanya membayar ongkos produksi Rp.200,-/bibit, uanganya pun diolah untuk kembali menjadi bibit,"katanya Seksi Lingkungan Hidup Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Maesan ini. Hebatnya, secara perlahan-lahan pete-nisasi yang dilakukan Jadjit membuat bukit yang awalnya gundul, berbubah menjadi hijau. Masyakat yang kebetulan memiliki lahan di bukit, menanaminya dengan pete, mangga dan durian.

Kasus pete itu, membuat Jadjit dikenal sebagai ahli bibit. Selain juga seorang guru. Jadjit semakin aktif mencari jenis tanaman yang cocok untuk ditanam di Suco, Maesan, dan tentu saja membawa keuntungan bagi masyakat sekitar. Bermacam-macam pembibitan pun dilakukan. Seperti bibit Gamelina atau Jati Belanda, Sengon Laut dan Sengon Butuh. Bahkan, pembibitan kayu jati emas.

Dalam sebuah lomba penanaman sejuta pohon pada tahun 2004, apa yang dilakukan Jadjit mendapatkan nilai paling tinggi. Berturut-turut, Jadjit pun memperoleh berbagai penghargaan. Hingga yang tertinggi adalah penghargaan Kalpataru tahun 2008 yang diserahkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, untuk kategori Pengabdi Lingkungan.

Mantan Kepala Sekolah di SDN Sucolor, 1987-2008 ini dianggap telah mengabdikan diri dalam usaha pelestarian fungsi lingkungan yang jauh melampaui tugasnya. Atas aksinya, Bukit Peseban yang terletak di sebelah utara kawasan Suco, Maesan, jadi menghijau. "Sebenarnya saya menolak dinilai-nilai, tapi yang terserah saja," kenangnya.

Meski sangat membanggakan, mendapatkan hadiah Kalpataru plus uang nominal sebanyak Rp.10 juta, adalah hal kecil dan tidak sebanding dengan jerih payah Jadjit. Terutama, keikhlasannya menggunakan uang gaji untuk menutup kebutuhan pembuatan bibit. "Kalau terbentur kekurangan dana, mana gaji saya sebagai guru dan kepala sekolah itu yang akan saya gunakan. Selain uang dari sawah dan penjualan sapi," katanya.

Dana pas-pas tidak berarti menghasilka karya yang pas-pasan. Saat ini, di salah satu lereng Bukit Pasepan sedang dibangun waduk penampungan air. Waduk ini akan berguna bila musim kering tiba dan penduduk suco kekurangan air.

Kepala Desa Suco, Abdul Muqid Yasid adalah orang yang sangat bangga sekaligus bersedih dengan prestasi Jadjit. Dia berharap, apa yang dilakukan Jadjit bisa menjadi pemacu semangat masyarakat untuk terus menghijaukan bukit-bukit di Suco. "Harus ada teladan, dan Pak Jadjit sepertinya pas untuk itu," katanya.

Satu hal yang membuat Abdul Muqid Yasid kecewa adalah respon pemerintah kabupaten Bondowoso yang seperti mengabaikan Desa Suco. Contoh sederhananya adalah soal jalan desa yang hingga kini masih rusak parah. Tidak ada upaya dari pemerintah Kabupaten Bondowoso untuk memperbaiki. "Ada 11 Km jalan di Desa Suco yang rusak berat, dan hingga kini belum diperbaiki,"kata Abdul Muqid.

Begitu juga soal tidak tertatanya pengairan di desa-desa yang membuat masyarakat harus rela mengambil air jauh dari desanya. "Desa Suco termasuk desa kering, terutama di Dusun Kebun dan Dusun Cangkring, namun sampai saat ini tidak pernah ada upaya untuk memperbaiki kondisi itu,"kata Abdul Muqid. "Semoga Pak Jadjit atau siapa saja yang membaca tulisan sampayen, bisa juga membantu untuk urusan ini."***


19 Juni 2008

LBH Surabaya Soroti Pemukulan Oleh TNI di Malang

Press Release

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengikuti dengan keprihatinan peristiwa pemukulan yang dilakukan anggota TNI AL di Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, yang menyebabkan korban pemukulan, Moh. Mujib, seorang warga sipil, meninggal dunia.


LBH Surabaya mengutuk kejadian tersebut dan mendesak pimpinan TNI untuk mengambil tindakan yang layak dan adil untuk meminta pertanggungjawaban pelaku dan memberikan rasa adil bagi keluarga korban. Beberapa informasi menyebutkan bahwa korban sempat di bawa ke KORAMIL Tajinan dan dihajar.

Jika informasi ini benar, maka pimpinan TNI harus melakukan penyidikan menyeluruh serta melakukan evaluasi mendalam terkait dengan penggunaan markas militer sebagai tempat penyiksaan oleh anggota militer terhadap masyarakat sipil.

Penyiksaan yang dilakukan di markas militer menunjukkan lemahnya pengawasan pimpinan TNI terhadap anak buahnya. Penyidikan yang dilakukan oleh pimpinan TNI harus pula menyentuh pada pimpinan markas. Komandan Koramil Tajinan dan anggota TNI AD yang bertugas jaga waktu itu harus turut diperiksa dan dimintakan pertanggungjawaban. Pimpinan TNI harus mengevaluasi dan memberikan jaminan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang.

Salam,

Athoillah, SH
Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya

15 Juni 2008

Khofifah, Syaifullah Yusuf dan Sutjipto Resmi Bertarung Dalam Pilkada Jatim

Pertarungan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Lansung di Jawa Timur, resmi dimulai. Minggu (15/6/08) ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur secara resmi merilis nama calon gubernur dan calon wakil gubernur yang akan bertarung dalam Pemilihan Gubernur Jatim.


Ada lima pasangan cagub dan cawagub yang lolos. Mereka adalah Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono, Soenarjo dan Ali Maschan Moesa, Soekarwo dan Syaifullah Yusuf, Sutjipto dan Ridwan Hisjam serta Achmadi dan Suhartono. Sementara dua pasangan cagub dan cawagub yang tidak lolos adalah Syamiatun dan Arif darmawan, dan Djoko Subroto dan Wahid Hasyim.

Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono yang menyebut diri mereka KAJI adalah pasangan yang didukung oleh partai paling banyak. Tercatat ada 12 partai seperti PPP, PNBK, PBR, Partai Patriot dan beberapa partai kecil lainnya. Bahkan, Ketua PBNU Hasyim Muzadi pun memberikan dukungan secara pribadi. KAJI mendapatkan 16,72 persen suara.

Meski begitu, Achmadi dan Suhartono atau Achsan yang diusung PKB KH. Abdurahman Wahid atau Gus Dur mendapatkan suara terbanyak, 31 persen. Soenarjo dan Ali Maschan Moesa atau SALAM, menyandarkan harapan pada mesin politik Partai Golkar. Soekarwo dan Syaifullah Yusuf atau KARSA, akan berjuang bersama PAN dan Partai Demokrat (PD).
mendapat 17 persen. Sutjipto dan Ridwan Hisjam atau SR, berjuang bersama PDI Perjuangan.

Yang menarik adalah gagalnya pasangan Syamiatun dan Arif darmawan. Pasangan yang diusung oleh PKB Muhaimin Iskandar ini dianggap "tidak Sah", karena hanya mengantongi surat yang ditandatangani oleh Muhaimin Iskandar dan Lukman Edy. Sementara Achmadi dan Suhartono yang diajukan oleh PKB Gusdur, membawa surat yang lebih sah.

"Meski mengantongi 31 persen suara, namun hasil verifikasi faktual, pasangan itu dianggap tidak sah dan tidak memenuhi persyaratan," kata Wahyudi, Ketua KPU Jawa Timur.

13 Juni 2008

Kasus Penembakan Aparat Perhutani di Bojonegoro Masih "Gelap"

Iman D. Nugroho

Kasus penembakan warga Bojonegoro oleh aparat Perhutani, terus berlanjut. Kamis (12/06/08) ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya yang juga kuasa hukum warga korban penembakan Perhutani di Bojonegoro mengajukan protes dan menuduh penyidik Polres Bojonegoro melakukan pembohongan kepada mereka.


"Polisi memberitahukan bahwa pelaksanaan reka ulang akan ditunda, namun ternyata tetap dilaksanakan, ini awal dari rekayasa hukum," kata Athoillah, SH Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya. Reka ulang tanpa kehadiran kuasa hukum korban dilakukan Selasa (10/06/08) lalu di depan Markas Brigade Mobil (Brimob) Kompi C Bojonegoro. Disaksikan jaksa penuntut umum (JPU) yang juga Kasipidum Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro Sutikno dan penasihat hukum tersangka, Tri Astuti Handayani.

Dalam rekonstruksi itu terlihat, penambakan dilakukan dari arah belakang dengan jarak 3-5 meter. Selain itu, reka ulang yang merupakan pengakuan dari tersangka aparat Perhutani bernama Supriyanto itu menggambarkan aksi kejar mengejar antara aparat Perhutani dan warga. Juga ada adegan tembakan peringatan sebelum tembakan mengarah ke sasaran.

Bagi LBH Surabaya, rekonstruksi itu penting. Dalam rekonstruksi itu bisa tampak, siapa yang sebenarnya melakukan pelanggaran hukum. Hingga saat ini, Perhutani Bojonegoro masih meyakini, kehadiran warga di hutan jati itu bertujuan mencuri kayu. Penembakan itu sendiri dilakukan saat proses pencurian berlangsung.

Sementara, saksi mata korban penembakan menjelaskan sebaliknya. Mereka mengaku tidak mencuri kayu, hanya mengambil rencek atau ranting untuk kebutuhan memasak. Salah satu buktinya, tidak adanya alat berat yang dibawa warga saat penembakan berlangsung. Mereka hanya membawa golok dan bergaji kecil untuk memotong ranting. "Tapi kami menyesalkan, mengapa kami dibohongi sehingga tidak bisa menjadi saksi reka ulang," kata Athoillah.

Peristiwa penembakan itu berawal ketika 20 orang pencari kayu bakar (recek/ranting) beristirahat di pinggir Hutan Sekidang, Rabu (23/04/08) lalu. Hutan Sekidang terletak sekitar 30-an Km Kota Bojonegoro Jawa Timur. Dua orang tewas dan seorang lagi luka serius karena peluru. "Sampai sekarang Saya masih teringat," kata Lasidi, salah satu saksi mata.

Nuri, salah satu saksi mata yang lain menceritakan, saat itu terdengar suara tembakan tidak beraturan mengarah ke warga. Pencari ranting kayu yang mendengar itu sontak berlarian ke berbagai arah. Saat situasi kacau itulah, sekilas Nuri melihat leher Yudianto, rekannya yang juga pencari ranting, mengeluarkan darah. "Yudianto langsung lemas,..saya rangkul dan membantunya duduk di tanah," kenang Nuri.

Saat suara senapan tidak lagi terdengar, Lasidi, salah satu pencari kayu yang ketika itu duduk agak jauh dari kerumunan, berinisiatif kembali ke tempat mereka berkumpul. Saat itulah, Lasidi melihat dua orang patugas Perhutani berbaju kaos sedang berdiri di samping Bambang, salah satu pencari kayu yang tergeletak.

"Saya melihat dua orang, yang satu membawa senapan, yang lain membawa pentungan di dekat Bambang. Orang yang membawa senapan menodongkan senapannya ke arah Saya,..kemudian Saya berteriak Hei Rek! Koncone kena bedil (hei kawan kita kena tembak-RED)," kenang Lasidi. Teriakan Lasidi membuat dua orang yang kemudian diketahui sebagai aparat Perhutani itu lari.

Beberapa pencuri ranting kayu yang sudah berlarian, satu persatu kembali ke lokasi peristirahatan. Sekitar 10 meter dari mayat Bambang, ditemukan pula mayat pencari kayu lain, Sucipto yang juga sudah meregang nyawa. "Keduanya meninggal dunia, Bambang dan Sucipto tertembak di kepala, hanya Yudianto yang tertembak di leher yang masih hidup," kata Lasidi.

Di tengah rasa takut bila dua aparat perhutani itu kembali menembak, para pencari ranting kayu itu membuat tandu dari kayu hutan untuk membawa dua jenazah kembali ke desa Babad di Kecamatan Kedung Adem.

Hingga saat ini, Nuri dan Lasidi dkk tidak mengerti alasan penembakan aparat Perhutani. Warga menduga, aparat Perhutani mengira kelompok orang yang sedang beristirahat itu sebagai pencuri kayu jati. Padahal tidak. Nuri mengungkapkan, kehadiran warga Kedung Adem di Hutan Sekidang saat itu hanya untuk mencari kayu bakar untuk kebutuhan memasak.

Namun, kabar yang beredar justru sebaliknya. Peristiwa yang terjadi di petak 18 Hutan Sekidang itu disebut-sebut sebagai "prestasi" aparat Perhutani yang sudah melumpuhkan pencuri kayu. Bahkan, dikabarkan pula ada upaya penyerangan dari para pencuri kayu ke petugas Perhutani yang sedang berpatroli. Karena membela diri, aparat Perhutani melakukan penembakan. Di sejumlah media Menteri Kehutanan (Menhut), MS Ka’ban membenarkan berita itu.

"Kami bukan pencuri kayu, saat itu kami hanya membawa bendo (golok), gergaji kecil, air minum dan bekal makanan, masa bisa pencuri kayu jati hutan yang besar-besar dilakukan dengan bendo dan gergaji kecil?" kata Nuri. Sialnya, saat peristiwa itu terjadi, aparat Perhutani tidak melakukan pengecekan terlebih dahulu. "Tidak ada peringatan, tahu-tahu ada suara tembakan," kata Nuri.

Pemeriksaan yang dilakukan Polisi Bojonegoro kepada enam anggota aparat Perhutani, menetapkan pelaku penembakan mantri hutan Sekidang, Supriyanto (33) sebagai tersangka. Dalam pemeriksaan itu, polisi menyita senjata api (senpi) jenis PM 1 A 1 buatan PT Pindad yang sudah memuntahkan sembilan peluru, sebagai barang bukti.

Peristiwa penembakan di Hutan Sekidang Bojonegoro menambah daftar panjang konflik di areal hutan di Pulau Jawa. Dalam catatan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM), 32 orang meninggal dunia karena konflik di hutan Pulau Jawa. sepanjang tahun 1998-2008. Lebih dari 69 orang luka-luka. "Konflik itu melibatkan 6300 desa yang ada di sekitar hutan," kata Anggota Komnas HAM, Syafruddin Ngulma Simeulue.

Di Bojonegoro, konflik yang terkait dengan hutan sering kali terjadi. Di kabupaten yang merupakan kabupaten termiskin ke-5 di Jawa Timur ini memiliki 98 ribu Ha hutan. Sekitar 40 persen penduduk Bojonegoro menggantungkan kehidupannya dari hasil hutan. Karena itulah, Bupati Bojonegoro memahami mengapa seringkali ada konflik yang terkait dengan hutan. "Waktu saya jalan-jalan ke Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro, 60 persen narapidana dipenjara karena kasus pencurian kayu," katanya.

Karena itulah, meski belum berjalan maksimal, pemerintah Kabupaten Bojonegoro sudah "mengajak bicara" 5 Administratur Kehutanan di Bojonegoro untuk berkomitmen mengurangi konflik yang terkait hasil hutan. Hasilnya, dibentuk 38 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Sayangnya, kenyataan di lapangan berkata lain. LMDH justru tidak memakmurkan masyarakat hutan.

Awal Mei ini, tiga anggota Komnas HAM, Syafruddin Ngulma Simeulue, Nur Cholis dan Kabul Supriyadi turun ke Bojonegoro untuk mencari kejelasan peristiwa itu. Syafruddin Ngulma yang juga Mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungn Hidup (Walhi) Jatim ini mengatakan, konflik di sekitar hutan adalah akumulasi pengelolaan hutan yang tumpang tindih di Indonesia.

Misalnya saja regulasi soal tata batas hutan yang hingga saat ini belum dibuat. "Bahkan ada desa yang tiba-tiba saja masuk bagian dari hutan, ini kan jelas tidak benar," kata Syafruddin Ngulma. Di Jawa Timur saja, fungsi kelola 315 hutan lindung yang seharusnya berfungsi sebagai hutan lindung, justru digunakan Perhutani sebagai hutan kelola.

Ironisnya, penataan yang belum baik itu memposisikan masyarakat sekitar hutan sebagai pihak yang dirugikan. Seringkali, masyarakat dituduh sebagai pencuri kayu, saat mereka akan memanfaatkan hutan untuk kehidupannya. "Jangan lupa, UU Agraria menjamin fungsi sosial tanah untuk masyarakat, hasil hutan adalah hak masyarakat yang juga harus dipenuhi," kata Anggota Komnas HAM Nur Cholis.


12 Juni 2008

Terpeleset Kasus Sarang Walet

Rahmad Sumanjaya

Kasus pencurian sarang walet yang sudah digelar di pengadilan, memunculkan banyak pertanyaan. Barang bukti senilai Rp.48 juta, lenyap entah kemana. Banyak yang akan terpeleset kasus sarang walet?


Sidang lanjutan pencurian sarang walet atas terdakwa Idola Tri Candra yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (12/6) segera memasuki tahap akhir. Dalam persidangan tersebut salah seorang tim penasihat hukum terdakwa yang diwakili Winarni SH membacakan duplik dan memohon kepada majelis hakim agar memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya. Sidang yang berakhir pukul 14.35 wib kemarin, akan digelar kembali Senin, (16/6) untuk pembacaan putusan oleh majelis hakim.

Idola Tri Candra (24), gadis yang sudah empat tahun bekerja di perusahaan sarang burung walet milik Arief Soeharsah, bersama tiga orang tersangka lain didakwa mencuri sarang walet seberat 4 kilogram dengan nilai Rp 48 juta. Terdakwa dituntut hukuman selama 1,5 tahun. Namun dalam pemeriksaan, terdakwa tidak terbukti mendapat keuntungan apapun dari perbuatan pidana yang dituduhkan kepadanya tersebut.

Dalam pledoi (risalah pembelaan) Idola menjelaskan adanya keganjilan-keganjilan dan keraguan terhadap bukti yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dari sekian banyak barang bukti, tidak ada yang disita dari terdakwa atau yang menghubungkan terdakwa dengan kejadian yang didakwakan JPU. Terlebih lagi JPU tidak bisa menunujukkan bukti kunci terjadinya pencurian ini mengingat tidak ada sarang burung yang disita. Muncul berbagai spekulasi tentang posisi sang walet yang didakwakan telah dicuri itu.

Menurut Wiriani SH, berdasarkan alasan-alasan dan pembuktian sebagaimana terurai dalam pembelaannya tersebut, terdakwa Idola Tri Candra secara meyakinkan tidak terbukti bersalah melanggar pasal 363 (1) ke -4 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Selanjutnya Wiriani memohon kepada majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya agar membebaskan Terdakwa (Vriijspraak) atau, melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van rechs Vervolging) dan membebankan ongkos perkara kepada Negara.

Sementara itu, siang kemarin puluhan pemuda yang mengatasnamakan ASPR (Arek Suroboyo Pro Revolusi) mendatangi perusahaan milik Arief Soeharsah atau biasa dipanggil Bin Ho di jalan Kertajaya Indah Timur no. 110 Surabaya. Secara bergantian, mereka berorasi di depan perusahaan sarang burung walet yang mirip rumah hunian mewah tersebut. “Yang terjadi bukan pidana pencurian! Selain dijaga polisi dan Satpam, jika setiap pulang kerja, karyawan perempuan dibuka BH dan celana dalamnya oleh penjaga gudang. Yang terjadi adalah pelecehan,” koar Katno, seorang peserta aksi.

Dalam orasinya, mereka juga sangat menyesalkan posisi buruh di negeri ini yang masih saja terus-menerus menerima ketidakadilan saat berhadapan dengan hukum dan pengusaha atau pemilik modal.

Aksi solidaritas yang berlangsung sekitar setengah jam ini menarik perhatian orang-orang yang kebetulan berada di sekitar rumah tersebut. Orang-orang ini ikut bergerombol untuk melihat peristiwa yang terjadi bahkan ikut berkomentar. “Sepertinya ini adalah contoh pengusaha hitam yang selalu menggelapkan pajak,” ujar seorang penonton aksi yang enggan disebut namanya.