Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pati berani!
       

14 April 2008

Rumah Orang Tua Agus Mendadak Kosong

Iman D. Nugroho

Tidak seperti biasanya, sejak berita tentang tertangkapnya Agus Idrus alias Agus Purwantoro mencuat di media massa, rumah Ny. Sukarti Thamrin, Ibunda Agus, di Jl. Petemon IV no.151 H Surabaya, mendadak sepi. Tidak ada yang tahu kemana Ny. Thamrin pergi. "Kalau seperti ini, kayaknya memang benar, Agus yang diduga terkait terorisme itu memang Agus anak Bu Thamrin," kata Satuman, 50, tetangga Ny, Thamrin, Senin (14/04) ini.


Agus Idrus atau Agus Purwantoro (39) adalah salah satu dari tersangka kasus terorisme anggota Jamaah Islamiyah, yang tiga bulan lalu ditangkap di Malaysia, bersama Abu Husna alias Abdurrahim (45). Akhir minggu lalu, Polri merilis berita tertangkapnya Agus dan Husna, setelah polisi Malaysia menjalin kontak dengan polri untuk mendalami kasus itu. Tidak tanggung-tanggung, Agus disebut-sebut sebagai pemimpin JI wilayah Poso, Sulawesi Tengah.

Siapakah Agus Idrus alias Agus Purwantoro? Tak banyak kenangan yang terpatri di benak warga Jl. Petemon IV atas sosok pendiam itu. Yang diketahui oleh warga sekitar rumah Agus, sosok berkacamata itu adalah pribadi yang kalem dan taat beribadah. "Yang saya tahu, Agus memang tidak pernah membuat ulah, dia pun jarang ikut kegiatan kampung, yang pasti dia sering ke masjid untuk beribadah," kata Satuman.

Satuman yang asli Jl. Petemon IV Surabaya itu mengatakan, penduduk sekitar rumah Agus justru lebih kenal ayah Agus, Almarhum Muhammad Thamrin. Sebagai mantan pegawai PT. PAL, Thamrin juga dikenal sebagai seorang guru. "Seperti warga biasa, orangnya pun baik dan sering berkegiatan di RT maupun RW," kenang Satuman. Tak heran, ketika Muhammad Thamrin meninggal dua, para tetangga banyak yang merasa kehilangan.

Istri Muhammad Thamrin, Ny. Sukarti Thamrin pun sama. Seperti melanjutkan kebiasaan suaminya, perempuan berusia 68 tahun itu sering aktif dalam acara-acara tingkat RT/RW. Dalam kegiatan Pembinaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Patemon IV, sosok yang dikenal dengan sebutan Bu Thamrin itu aktif menjadi penggerak PKK. "Namun, empat anak mereka tidak seperti dua orang tuanya, cenderung pendiam semua," kenang Satuman yang tinggal di depan rumah Ny.Thamrin.

Terutama Agus Purwantoro. Sejak menuntut ilmu di SDN Petemon X Surabaya, Agus melanjutkan pendidikannya di SMPN III Praban, Surabaya. Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang tinggi, membuat Aus diterima di SMAN V Surabaya, dan berlanjut ke Fakultas Kedokteran Unair, Surabaya. Usai lulus kuliah tahun 1997, Agus membantu salah satu temannya membuka praktek dokter di Surabaya, lantaran Agus belum mendapatkan izin praktek.

Awal tahun 2000, Agus menikah dengan seorang gadis asal Mojokerto Jawa Timur. Istri Agus yang jarang keluar rumah itu memiliki kebiasaan berbusana jilbab panjang, dengan penutup wajah. "Itu saja yang saya tahu, sampai akhirnya agus bertugas di Kalimantan, hingga akhirnya muncul berita penangkapan itu," kata Satuman.

Kamali, penjahit yang kini menempati rumah Ny.Thamrin di Jl.Petemon IV Surabaya pun memiliki kesan yang sama terhadap Agus Purwantoro. Sejak menempati rumah itu pada tiga tahun lalu, dirinya tidak pernah berkomunikasi dengan Agus. Padahal, Agus dan keluarganya beberapa kali pulang untuk mengunjungi ibundanya. "Tidak pernah ada komunikasi antara saya dengan Agus, hanya tahu saja," kata Kamali. Selama ini, urusan sewa menyewa, Kamali berkomunikasi hanya dengan Ny. Thamrin.

Kasus Agus Purwantoro dan Abu Husna berawal dari kasus pemalsuan passport. Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, pemalsuan passport oleh Agus Purwantoro itu membawa "korban" Deddy Achmadi Machdan, salah satu Internal Communications Executive perusahaan rokok di Indonesia. Passport Deddy yang juga lulusan sebuah sekolah komunikasi di London, Inggris itu hilang pada tahun 2003.

Deddy yang dihubungi Polisi pada tahun 2008 baru mengetahui passportnya dipalsukan oleh orang yang diduga kuat merupakan jaringan terorisme. "Deddy Achmadi Machdan" palsu dan seorang lagi yang juga merupakan jaringan terorisme kini mendekam di salah satu penjara di Malaysia untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bedanya, orang yang mengaku sebagai "Deddy Achmadi Machdan" itu mengaku beralamat di Malang, Jawa Timur.


11 April 2008

Hadapi KRI-KRCI, ITS Siapkan Lapangan Ujicoba Senilai Rp 50 Juta

Press Release

Menghadapi kompetisi di ajang Kontes Robot Indonesia (KRI) dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) yang sudah makin dekat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pun telah menyiapkan lapangan ujicoba yang dirancang sesuai lapangan lomba yang sebenarnya.


Lapangan ujicoba di lantai 3 Gedung Student Community Center (SCC) ITS yang digarap dalam waktu sekitar dua minggu terakhir ini, mulai digunakan para tim robot dari ITS untuk melakukan simulasi lomba. “Simulasi ini penting untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana kemampuan robot-robot yang telah kami buat untuk kesiapan bertarung,” tutur Rudi Dikairono, salah satu pembimbing tim robot KRI-KRCI ITS yang didampingi rekannya Ahmad Zaini.

Ada tiga jenis lapangan ujicoba yang disiapkan. Yakni lapangan untuk KRI seluas 1.450 x 1.300 cm2, lapangan untuk KRCI divisi Expert 300 x 612 cm2dan untuk KRCI divisi Senior luas 248 x 248 cm2. Ketiga lapangan dirancang semirip mungkin atau disesuaikan dengan standar lapangan lomba yang sebenarnya.

”Untuk pembuatan lapangan ujicoba di ITS ini, kami telah alokasikan dana sekitar Rp 50 juta,” ungkap Ir Wiratno Argo Asmoro MSc, ketua I panitia KRI-KRCI Regional IV ditemui di sela ujicoba lapangan, Kamis (10/4).

Untuk kompetisi ini, tim dari ITS diwakili oleh tim Robot Koumori untuk KRI. Untuk KRCI divisi Senior Berkaki diwakili tim al-Fajry, Senior Beroda oleh tim az-wad. Sedangkan untuk KRCI divisi Expert Single diwakili tim TnT dan Expert Swarm diwakili tim Twin_Junior_03.

Untuk lapangan KRI juga dirancang sesuai tema di ajang internasional ”Govinda” yang bakal dilangsungkan di Pune, India pada September mendatang. Yakni berupa lapangan yang terbagi dalam dua bagian, bagian dalam seluas 8x9,5 meter dan bagian luar seluas 13,5x14,5 meter.

Dalam pertarungan nantinya, tiap peserta harus mampu mendapatkan poin sebanyak-banyaknya dalam waktu maksimal tiga menit. Poin antara lain didapat dari bola-bola yang disebut cheese yang terletak di atas delapan tiang yang berjajar di tepi lapangan dalam. Masing-masing bola cheese senilai 1 poin, sedang penyangganya 2 poin. Jadi bila mampu mengambil keduanya mendapat 3 poin.

Selain itu, juga balok-balok yang disebut butter yang terletak di atas tiga tiang yang berada di tengah lapangan. Di antara tiga tiang tersebut, satu tiang di tengah setinggi 1,5 meter berisi yellow butter senilai 12 poin akan menjadi pusat perebutan dua peserta yang bertarung.

”Tim yang berhasil mendapatkan yellow butter lebih dulu berarti sudah bisa disebut Govinda atau menang,” ujar Wiratno. Sedang white butter yang berada di dua tiang samping masing-masing bernilai 6 poin.

Tapi untuk kompetisi tingkat nasional, tema internasional itu diadaptasi dengan budaya Indonesia dan diberi nama Panjat Pinang. Meski demikian, aturan keseluruhannya tidak jauh berbeda dengan ajang tingkat internasional tersebut.

Pada kompetisi KRI ini, ada empat robot yang disiapkan. Yakni tiga robot otomatis yang akan bertarung di lapangan bagian dalam dan sebuah robot manual beroperasi di lapangan luar untuk mengambil bola-bola cheese.

Robot otomatis tidak boleh memiliki tinggi lebih dari 1,3 meter dan tidak boleh saling bersentuhan dengan robot lawan. Sedangkan robot manual tidak boleh sedikitpun melewati area hijau di lapangan bagian dalam.

Untuk regional IV yang meliputi wilayah timur Indonesia ini, ada 22 tim robot KRI dan 53 tim robot KRCI yang lolos dan diharuskan mengirim video sebagai pengganti visitasi ke panitia pusat atau Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti). Video ini harus sudah diterima Dikti pada 14 April. ”Tim yang lolos seleksi video ini nantinya yang berhak bertarung di kompetisi masing-masing regional, dan dari tiap regional diambil tiga pemenang untuk dtarung lagi tingkat nasional di UI, Jakarta pada 14 Juni,” imbuh Wiratno.

Artis Roy Marten Divonis Tiga Tahun Penjara

Iman D. Nugroho

Artis Roy Marten divonis tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Jumat (11/04) ini di Surabaya. Roy dianggap bersalah menggunakan dan memiliki zat psikotropika tanpa izin. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut Roy Marten dengan hukuman penjara 3,5 tahun penjara.


Dalam persidangan yang diketuai oleh Berlin Damanik itu terungkap Roy Marten tidak terbukti bersalah seperti yang dituntutkan dalam dakwaan primer. Yakni bertransaksi atau menjual beli zat psikotropika jenis sabu-sabu. Dari pengakuan delapan saksi di pengadilan membuktikan Roy Marten tidak mengetahui transaksi sabu-sabu. ""Transaksi tidak diketahui oleh terdakwa, dan tidak sesuai dengan dakwaan primer," kata Berlin Damanik.

Namun, melalui keterangan saksi menyebutkan, Roy Marten bersama-sama tiga terdakwa yang lain menggunakan sabu-sabu yang sudah disiapkan oleh terdakwa Fredy Matatullah dan Didik Kesit. Karena itulah, unsur bersekongkol dan bersepakat untuk melakukan perbuatan sesuai dakwaan sekunder, serta unsur menggunakan dan memiliki dinilai majelis hakim sudah terpenuhi.

Yang memberatkan, Roy Marten dianggap melakukan kebohongan publik dan tidak menjaga kepercayaan yang sudah diberikan Badan Narkotika Nasional (BNN). Seperti diberitakan sebelumnya, kedatangan Roy Marten ke Surabaya karena diundang oleh BNN dan Jawa Pos, ketika akan menandatangani MOU Anti Narkoba. "Juga, terdakwa pernah dihukum dalam kasus yang sama," kata Majelis Hakim.

Karena beberapa pertimbangan itu, Roy Marten akhirnya dijatuhi vonis 3 tahun penjara, denda Rp.3 juta dan subsider 3 bulan. "Terdakwa secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur persekongkolan terhadap tindak pidana serta menyimpan, memiliki, atau membawa psikotropika yang melanggar pasal 71 ayat 1 jo pasal 62 ayat 2 UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika," kata Berlin Damanik. Baik Roy, Tim Pembela Hukum dan Jaksa Penuntut Umum mengaku pikir-pikir atas putusan itu.

Lebih jauh Roy mengatakan, putusan atas dirinya terlalu berat. Hukuman tiga tahun sama dengan hukuman pengedar. Padahal, dirinya bukan pengedar. "Tiga tahun terlalu berat, saya bukan pengedar," kata Roy usai pembacaan vonis. Vonis atas dirinya, kata Roy, sudah diputuskan sebelumnya. Sidang Jumat ini, katanya, hanya formalitas belaka.

Meski begitu, kepada The Jakarta Post Roy Marten mengatakan bahwa dirinya akan menjaga trust masyarakat yang belakangan luntur karena tertangkap dua kali. "Trust masyarakat kali ini akan saya jaga, ini serius,..saya tidak akan mengecewakan masyarakat lagi," katanya pada The Jakarta Post usai persidangan.

Dalam persidangan sebelumnya, empat terdakwa lain yang ditangkap bersamaan dengan Roy Marten dihukum 1-5 tahun penjara. Mereka adalah Windasari dengan vonis 1 tahun penjara, Fredy Matatullah dengan vonis 3,5 tahun penjara, Hong Ko Hong alias Hartanto dan Didit Kesit dengan dengan vonis masing-masing 5 tahun penjara.

10 April 2008

Penambangan Emas Banyuwangi Berkilau Petaka

Iman D. Nugroho

Matahari mulai condong ke barat, ketika Bejo ditemani istri dan anak keempatnya, menunggu waktu melaut di joglo samping tempat pelelalangan ikan Pantai Puger, Banyuwangi, Rabu (09/04/08) ini. Sesekali, laki-laki 60 tahun itu melemparkan pandangannya ke arah Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah, yang berjarak 5 Km ke arah timur. “Mungkin, inilah saat terakhir Saya melihat Gunung itu, sebentar lagi, gunung itu akan hilang karena ada penambangan emas,” kata Bejo.


Bejo dan 4500 jiwa warga Dusun Pancer adalah pihak yang paling resah dengan rencana penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah Banyuwangi. Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. Indo Multi Niaga (IMN) itu dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi mata pencahariannya sebagai nelayan. ”Kata orang-orang, akan ada pencemaran di laut dan membuat ikan-ikan pergi, lalu bagaimana nasib kami sebagai nelayan?” kata laki-laki yang istri pertamanya tewas saat tsunami menerjang Pantai Pancer pada 1994 ini.

Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim, perjalanan aktivitas penambangan emas di Banyuwangi berawal dari rencana lama Hatman Group (HG), PT Hakman Platino Metallindo (HPM) dan Banyuwangi Mineral (BM) yang berencana membuka jalur emas Jember-Banyuwangi pada 1995. BM, juga dua perusahaan lain, PT. Indo Multi Cipta (IMC) dan PT. Indo Multi Niaga (IMN) adalah perusahaan emas milik pengusaha Yusuf Merukh. Merukh juga pemegang 20% saham PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).

Karena rencana penambangan di Gunung Baban Silosanen, Jember mendapatkan perlawanan dari aktivis lingkungan, maka rencana penambangan dialihkan ke Banyuwangi. Hal itu bisa dilihat dari Berita Acara Pemeriksaan Lapangan (BAPL) terhadap Kawasan Hutan yang dimohon PT IMN, tertanggal 18 April 2007. Tepatnya pada petak 75, 76, 77 dan 78. Hebatnya, permohonan itu diterima, meskipun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak pernah mengeluarkan izin tertulis. Dan pada 13 Februari 2007, eksplorasi deposit emas di Gunung Pitu dan Pulau Merah pun mulai dilakukan.



Sisi Keamanan Penambangan Emas (Bagian Ke-2)

Amankah aktivitas penambangan emas di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Merah? Dalam presentasi PT. Jember Mineral (JM) 29 Agustus 2000 di Jember dan presentasi PT Banyuwangi Mineral 31 Agustus 2000 lalu, dijelaskan adanya menerapkan sistem Submarine Tailing Disposal (STD) dalam pengolahan limbah penambangan. Rencana STD juga dapat dilihat pada analisis dampak lingkungan (Andal) yang telah dibuat PT. IMN. Block tailing direncanakan dibangun di tengah laut yang berdekatan dengan pulau merah.


”Pembuangan limbah model ini dipastikan akan menghancurkan beberapa jenis vegetasi laut di perairan itu sebagaimana tabel di bawah ini,” kata Direktur Walhi Jatim, Ridho Saiful Ashadi.

Pilihan underground mining dengan konsekuensi pembuangan limbah di darat pun tidak memiliki garansi untuk tidak mengalir ke laut. Harus diingat, blok Tumpang Pitu berdempetan dengan laut. Bahkan Pulau Merah dan Pulau Mahkota yang masuk dalam kawasan blok tersebut, justru merupakan pulau kecil yang berada di tengah laut. Pembuangan limbah ke darat bahkan akan mengancam pemukiman dan pertanian penduduk mengingat kawasan limbah tersebut direncanakan berada di kawasan daratan seluas 250 hektar.

Pengamat pertambangan yang juga anggota Forum Komunitasi Pencita Alam, Stevanus Bordonski menegaskan, hampir pasti penambangan deposit emas di Banyuwangi akan menimbulkan malapetaka. Karena memang seperti itulah efek samping yang dihasilkan oleh penambangan. Apalagi aktivitas penambangan di Indonesia selalu mengabaikan fase penting dalam penambangan, yakni study kelayakan. “Study kelayakan penting dilakukan untuk mengetahui kondisi ekologi dan sosial, sebelum, saat pelaksanaan dan sesudah penambangan, ini yang selalu tidak dilakukan secara kontinyu,” katanya pada The Jakarta Post.

Karenanya, penambangan cenderung meninggalkan kerusakan. Apalagi, secara teknis, penambangan tergolong proses yang mengerikan. Diawali dengan pengeboran (drill) dari berbagai sudut, pengeboran vertikal, pengeboran miring hingga pengeboran silang. Tujuan pengeboran tahap awal ini untuk mencari kapasitas deposit objek yang akan ditambang. “Melalui pengeboran tahap satu itu akan diketahui berapa jenis bahan tambang yang ada, berapa banyak dan berapa waktu yang diperlukan untuk menambang,” jelasnya. Bila data sudah didapat, maka dilakukan eksploitasi.

Proses eksploitasi ini tergolong mengerikan. Kecuali eksploitasi Uranium, sejak Perang Dunia II berakhir, tidak ada lagi eksploitasi vertikal dengan menggunakan terowongan (tunnel). Melainkan bentuk eksploitasi terbuka (open mining). Eksploitasi dengan ini secara otomatis akan membuang lapisan tanah yang tidak memiliki kandungan mineral atau over border. Jumlahnya bisa jutaan matrix ton. “Bentuknya seperti obat nyamuk, melingkar ke bawah semakin kecil, seperti yang dilakukan Newmont dan Freeport, tanah yang tidak bermineral akan dibuang ke waste dam,” jelas Stevanus. Jalan melinkar itu digunakan sebagai jalur truk untuk mengangkut soil.

Soil yang dikumpulkan dari lapisan tanah bermineral (deposit), kemudian akan diproses dengan menggunakan mesin canggih. Dalam proses itu, digunakan berbagai bahan berbahaya seperti arsenik, asam sianida, mercury dll. Melalui bahan kimia itu, akan dipisahkan mineral dan serbuk batu. Mineral yang sudah terkumpul akan dibuat konsentrat, sementara serbuk batu akan dibuang. “Jangan lupa, dalam setiap aktivitas penambangan, hasilnya tidak hanya satu jenis mineral saja, misalnya, dalam lapisan tanah itu akan ditemukan pula mineral lain yang bernilai ekonomis, seperti zeng, nikel, barium dan kloroid, semuanya memiliki nilai ekonomis,” jelas Stevanus.

Namun, yang lebih penting dari itu, adalah efek samping dari penambangan, yakni munculnya gas dan elemen berbahaya lain. Nah, hal inilah yang mebuat Stavanus bisa memastikan akan adanya malapetaka pertambangan. “Pasti, akan terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan, bahkan tidak mungkin akan berakibat kematian,” kata Stavanus.