Press Release
Pemenang “Penghargaan Jurnalistik untuk Liputan Isu Perburuhan” untuk jurnalis dari tiga kategori media, yakni cetak/online, radio, dan televisiHari ini diumumkan Rabu (26/03/08) ini di Jakarta Media Center, Jakarta.
Dewan juri lomba yang dilaksanakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI)- American Center for International Labor Solidarity (ACILS)- The Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) itu, dan terdiri dari praktisi media cetak, radio dan televisi serta perwakilan dari ACILS, FES dan ILO (International Labor Organization), memutuskan Ridwan Max Sijabat (The Jakarta Post), Fransisca Susanti (www.pantau.or.id) dan Dian Kuswandini (The Jakarta Post) sebagai pemenang pertama, kedua dan ketiga untuk kategori media cetak/online.
Peraih penghargaan untuk kategori radio adalah Monique Rijkers (KBR 68H), Sulistiono (Radio Idola, Semarang) dan Andy Lala (Trijaya FM, Jakarta). Masing-masing sebagai pemenang pertama, kedua dan ketiga. Untuk kategori televisi, pemenang pertama adalah Bhayu Sugarda (Astro Awani), kedua Widyaningsih (SCTV), dan ketiga Nima Grafina Sirait (DAAI TV).
Selain menerima sertifikat penghargaan dari ACILS, FES dan AJI, para pemenang juga menerima hadiah sebesar Rp 6.500.000 untuk setiap pemenang pertama, Rp 4.500.000 untuk pemenang kedua, dan Rp 3.500.000 untuk pemenang ketiga.
Bersamaan dengan pengumuman pemenang ini, juga diluncurkan buku berjudul “Buruh dalam Reportase Media”. Buku yang diterbitkan dwibahasa ini berisi kumpulan hasil karya tiga pemenang masing-masing kategori. Buku ini diserahkan secara simbolik oleh Country Program Director ACILS James A. Davis, Resident Director FES Indonesia & Timor Leste Erwin Schweisshelm, dan Ketua Umum AJI Heru Hendratmoko kepada perwakilan media yang datang dalam acara ini.
Country Program Director ACILS James A. Davis mengatakan, pemberian penghargaan ini merupakan salah satu cara mendorong jurnalis untuk memberi perhatian lebih besar dalam isu perburuhan. “Dengan adanya perhatian khusus kepada jurnalis dan media dalam upaya edukasi media massa, diharapkan kampanye tentang hak-hak dasar pekerja dan isu-isu ketenagakerjaan lain menjadi lebih semarak,” kata James.
Harapannya, kata James, agar masyarakat luas, dan terutama pengusaha, pemerintah, legislatif serta penegak hukum ketenagakerjaan, jadi lebih memahami persoalannya. “Pada gilirannya, ini akan menghasilkan opini dan kebijakan pro-pekerja atau setidaknya membuka peluang dan ruang bagi pekerja dan serikat pekerja untuk lebih didengar oleh semua pihak,” kata James.
Resident Director FES Indonesia & Timor Leste Erwin Schweisshelm mengatakan, “Dengan diadakannya kompetisi semacam ini, dunia kerja dan kehidupan orang biasa akan memiliki tempat dan relevansi yang lebih banyak dalam media, sejalan dengan kenyataan pentingnya kemakmuran di Indonesia. Selain itu, kata Erwin, kompetisi semacam ini merupakan sarana informasi dan edukasi tidak hanya bagi buruh/pekerja dan serikat-serikat pekerja, tetapi juga bagi para pemerhati masalah buruh serta pembuat kebijakan dan masyarakat pada umumnya.
ILO menyambut baik diselenggarakannya penghargaan ini. Lotte Kejser, Chief Technical Advisor Migrant Workers Project dari ILO Jakarta, mengatakan, “Acara semacam ini sangat penting untuk memberikan apresiasi kepada wartawan serta media untuk kontribusi mereka dalam mempromosikan kondisi tenaga kerja lebih baik serta mengedukasi pekerja, para pemberi kerja, pemerintah dan publik secara umum.”
Panitia Lomba menerima kiriman 101 karya jurnalistik yang mengangkat isu tentang buruh. Karya-karya tersebut berasal dari berbagai media di tanah air. Mayoritas karya yang diterima panitia banyak bertutur tentang pahit dan getirnya nasib buruh Indonesia.
Ketua Umum AJI Heru Hendratmoko mengatakan, angle tentang masih buramnya nasib buruh memang merupakan tema yang sangat menarik perhatian. Pemilihan angle semacam ini, kata Heru, biasanya untuk mengingatkan para pengambil keputusan, baik dari kalangan pemerintah, parlemen maupun swasta, untuk lebih hirau terhadap nasib kaum buruh. “Namun publik juga perlu sesekali disuguhi cerita keberhasilan yang mampu menjadi inspirasi banyak orang,” kata Heru.
Imam Wahyudi, ketua Dewan Juri, mengatakan, isu perburuhan sesungguhnya sangat luas dan multi aspek. Dengan diadakannya kompetisi ini, kami juga berharap karya-karya yang akhirnya dimuat dalam buku ini bisa merangsang minat jurnalis lain untuk lebih intens dan kreatif selama menggarap isu perburuhan,” kata Imam, yang juga Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia.
28 Maret 2008
25 Maret 2008
FK di Indonesia Pilihan Pertama Malaysia
Keinginan kuliah di luar negeri yang begitu besar bagi mahasiswa Malaysia mendorong Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato’ Zainal Abidin Zain dan Menteri Penasihat (Pendidikan) Kedubes malaysia di Jakarta, Dr. Junaidi Ebu Bakar, BA., MA., HRM., Ph.D., Selasa (25/3) ini berkunjung ke Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
”Kami datang kemari untuk mencari peluang belajar bagi pelajar kami untuk study di luar negeri, karena di Malaysia tak cukup tempat untuk menampung. Jadi kita datang untuk membantu mereka mencari peluang, dan Indonesia merupakan satu dari beberapa negara yang ditetapkan pemerintah Malaysia untuk belajar bagi mahasiswa kami. Tetapi kita memebri khusus kesempatan kepada kedokteran, pergigian, dan farmasi,” kata Dato’ Zainal Abidin Zain.
Dihadapan Wakil Rektor I (Bidang Akademik) Unair, Prof. Dr. Mohamad Zainuddin, MS., Apt., dan beberapa dekan Unair, Dato’ Zainal Abidin Zain mengatakan dari 20-an Perguruan tinggi negeri di Negeri Jiran itu, hanya empat universitas yang membuka FK.Sedangkan PTS banyak. Karena Targetnya sampai tahun 2010 Malaysia sudah harus punya 29.000, tetapi yang ada diperkirakan baru 27.000 dokter.
”Sama seperti di Indonesia, kami juga mengejar jumlah dokter yang ada,” kata Dato’ Zainal AZ. Ia berharap kuota yang tertampung di Indonesia lebih banyak, sebab hingga sekarang ini mahasiswa asal Malaysia yang belajar di Indonesia terdapat 4.500 orang. Mereka belajar di 13 universitas, diantaranya UI, UGM, Unair, Unibraw, Unpad, USU, dan hanya dua PTS yang diamsuki diantaranya Univ. Trisakti.
Dari 4.500 mahasiswa Malaysia itu 75% belajar di FK, FKG dan Fak farmasi,sedang 25% di Fak. Ekonomi, Hukum, veteriner, dsb. Khusus yang belajar di Unair, menurut Prof. M Zainuddin, mahasiswa asal Malaysia disini tercatat sebanyak 120 orang. Rinciannya, 80 belajar di FK, 15 mahasiswa di FKG, dan 25 orang di Fak. Farmasi. Di Unair bahkan ada yang mengurusi secara khusus bagi mahasiswa asal Malaysia, yaitu Prof. Dr. Achmad Sjachrani.
Posisi mahasiswa asal Malaysia ini, tambah Prof. Zainuddin, akan menunjang dibukanya kelas internasional di FK Unair dan di beberapa fakultas di Unair. Kelas internasional itu sesuai dalam academic milestone Unair untuk mengeja internasionalisasi Unair tahun 2009. Pada kelas itulah akan menampung mahasiswa dari berbagai negara, termasuk Malaysia, Usbekistan, Iran, dan Nigeria.
”Kami datang kemari untuk mencari peluang belajar bagi pelajar kami untuk study di luar negeri, karena di Malaysia tak cukup tempat untuk menampung. Jadi kita datang untuk membantu mereka mencari peluang, dan Indonesia merupakan satu dari beberapa negara yang ditetapkan pemerintah Malaysia untuk belajar bagi mahasiswa kami. Tetapi kita memebri khusus kesempatan kepada kedokteran, pergigian, dan farmasi,” kata Dato’ Zainal Abidin Zain.
Dihadapan Wakil Rektor I (Bidang Akademik) Unair, Prof. Dr. Mohamad Zainuddin, MS., Apt., dan beberapa dekan Unair, Dato’ Zainal Abidin Zain mengatakan dari 20-an Perguruan tinggi negeri di Negeri Jiran itu, hanya empat universitas yang membuka FK.Sedangkan PTS banyak. Karena Targetnya sampai tahun 2010 Malaysia sudah harus punya 29.000, tetapi yang ada diperkirakan baru 27.000 dokter.
”Sama seperti di Indonesia, kami juga mengejar jumlah dokter yang ada,” kata Dato’ Zainal AZ. Ia berharap kuota yang tertampung di Indonesia lebih banyak, sebab hingga sekarang ini mahasiswa asal Malaysia yang belajar di Indonesia terdapat 4.500 orang. Mereka belajar di 13 universitas, diantaranya UI, UGM, Unair, Unibraw, Unpad, USU, dan hanya dua PTS yang diamsuki diantaranya Univ. Trisakti.
Dari 4.500 mahasiswa Malaysia itu 75% belajar di FK, FKG dan Fak farmasi,sedang 25% di Fak. Ekonomi, Hukum, veteriner, dsb. Khusus yang belajar di Unair, menurut Prof. M Zainuddin, mahasiswa asal Malaysia disini tercatat sebanyak 120 orang. Rinciannya, 80 belajar di FK, 15 mahasiswa di FKG, dan 25 orang di Fak. Farmasi. Di Unair bahkan ada yang mengurusi secara khusus bagi mahasiswa asal Malaysia, yaitu Prof. Dr. Achmad Sjachrani.
Posisi mahasiswa asal Malaysia ini, tambah Prof. Zainuddin, akan menunjang dibukanya kelas internasional di FK Unair dan di beberapa fakultas di Unair. Kelas internasional itu sesuai dalam academic milestone Unair untuk mengeja internasionalisasi Unair tahun 2009. Pada kelas itulah akan menampung mahasiswa dari berbagai negara, termasuk Malaysia, Usbekistan, Iran, dan Nigeria.
Hasil Polling: Aburizal Bakrie Pantas Dihukum
Iman D. Nugroho
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Aburizal Bakrie adalah orang yang paling pantas dihukum dalam kasus semburan lumpur panas Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Hal itu hasil ID Daily Polling yang pollingnya ditutup Selasa (24/03/08) ini. Politisi Partai Golkar ini satu-satunya nama yang dipilih dari dua nama lain, Menteri Energy dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro dan Direktur Utama Lapindo Brantas Inc, Imam Agustino.
Siapa Aburizal Bakrie? Selain menjadi Menkokesra di Kabinet Indonesia bersatu, laki-laki kelahiran Jakarta 15 November 1946 ini adalah anak sulung dari pengusaha Achmad Bakrie, pendiri Bakrie Groups. Seperti anak sulung pada umumnya, tokoh yang akrab dipanggil Ical ini juga menjadi penerus perusahaan milik ayahnya. Membawahi Roosmania Odi Bakrie, Indra Usmansyah Bakrie dan Nirwan Dermawan Bakrie.
Pendidikan di Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung tahun 1973 menjadi "bahan baku" penting dalam kehidupan Ical. Meskipun, sejak Ical masuk menjadi asisten Dewan Direksi PT. Bakrie & Brothers tahun 1972, sepertinya keelektroan Ical menjadi "tidak berguna". Dalam sejarah pekerjaan Ical, memang tidak pernah lepas dari Bakrie Groups. Hingga tahun 2008, Ical menduduki Komisaris Utama Bakrie Groups.
Sisi bisnis Ical mulai terasah ketika menjadi Wakil Ketua Departeman Perdagangan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Hingga tahun 1984 masuk menjadi anggota Golongan Karya (Golkar) dan Partai Golkar sampai sekarang. Melalui Golkarlah, Ical menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tahun 1993-1998. Di periode yang sama, Ical menjabat sebagai Ketua Umum Kadin. Selepas menjadi anggota MPR-RI tahun 1999, Ical didaulat menjadi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) untuk kedua kalinya. Kedekatan dengan intelektual Islam, membuat Ical dianggkat sebagai Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslin Indonesia (ICMI).
Nama Aburizal Bakrie kembali mencuat ketika Susilo Bambang Yudhoyono memintanya menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, meski kemudian digeser menjadi Menkokesra pada kabinet yang sama. Ketika lumpur Lapindo Brantas Inc mulai menyembur, nama tokoh yang pernah memperoleh ASEAN Business Person of The Year versi ASEAN Business Forum tahun 1997 juga disebut, karena sebagian besar saham perusahaan pengeboran itu dimiliki Bakrie Groups. Ada dugaan, lambatnya pengusutan hukum kasus semburan lumpur Lapindo disebabkan karena Ical menjadi salah satu menteri di kabinet SBY.
Ical juga banyak dikritik karena tidak mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, terutama rakyat Porong yang teraniaya karena semburan lumpur hingga saat ini masih belum bisa dihentikan. Mungkin, karena itu juga hasil polling "menuntut" Aburizal Bakrie dihukum karena kasus semburan lumpur Lapindo.
Foto by: Tempo Interaktif
Data by: Wikipedia
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Aburizal Bakrie adalah orang yang paling pantas dihukum dalam kasus semburan lumpur panas Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Hal itu hasil ID Daily Polling yang pollingnya ditutup Selasa (24/03/08) ini. Politisi Partai Golkar ini satu-satunya nama yang dipilih dari dua nama lain, Menteri Energy dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro dan Direktur Utama Lapindo Brantas Inc, Imam Agustino.
Siapa Aburizal Bakrie? Selain menjadi Menkokesra di Kabinet Indonesia bersatu, laki-laki kelahiran Jakarta 15 November 1946 ini adalah anak sulung dari pengusaha Achmad Bakrie, pendiri Bakrie Groups. Seperti anak sulung pada umumnya, tokoh yang akrab dipanggil Ical ini juga menjadi penerus perusahaan milik ayahnya. Membawahi Roosmania Odi Bakrie, Indra Usmansyah Bakrie dan Nirwan Dermawan Bakrie.
Pendidikan di Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung tahun 1973 menjadi "bahan baku" penting dalam kehidupan Ical. Meskipun, sejak Ical masuk menjadi asisten Dewan Direksi PT. Bakrie & Brothers tahun 1972, sepertinya keelektroan Ical menjadi "tidak berguna". Dalam sejarah pekerjaan Ical, memang tidak pernah lepas dari Bakrie Groups. Hingga tahun 2008, Ical menduduki Komisaris Utama Bakrie Groups.
Sisi bisnis Ical mulai terasah ketika menjadi Wakil Ketua Departeman Perdagangan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Hingga tahun 1984 masuk menjadi anggota Golongan Karya (Golkar) dan Partai Golkar sampai sekarang. Melalui Golkarlah, Ical menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tahun 1993-1998. Di periode yang sama, Ical menjabat sebagai Ketua Umum Kadin. Selepas menjadi anggota MPR-RI tahun 1999, Ical didaulat menjadi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) untuk kedua kalinya. Kedekatan dengan intelektual Islam, membuat Ical dianggkat sebagai Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslin Indonesia (ICMI).
Nama Aburizal Bakrie kembali mencuat ketika Susilo Bambang Yudhoyono memintanya menjadi Menteri Koordinator Perekonomian, meski kemudian digeser menjadi Menkokesra pada kabinet yang sama. Ketika lumpur Lapindo Brantas Inc mulai menyembur, nama tokoh yang pernah memperoleh ASEAN Business Person of The Year versi ASEAN Business Forum tahun 1997 juga disebut, karena sebagian besar saham perusahaan pengeboran itu dimiliki Bakrie Groups. Ada dugaan, lambatnya pengusutan hukum kasus semburan lumpur Lapindo disebabkan karena Ical menjadi salah satu menteri di kabinet SBY.
Ical juga banyak dikritik karena tidak mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, terutama rakyat Porong yang teraniaya karena semburan lumpur hingga saat ini masih belum bisa dihentikan. Mungkin, karena itu juga hasil polling "menuntut" Aburizal Bakrie dihukum karena kasus semburan lumpur Lapindo.
Foto by: Tempo Interaktif
Data by: Wikipedia
24 Maret 2008
Korban Lumpur Lapindo 8,5 Jam Blokir Jalan Raya Porong
Iman D. Nugroho
Setelah 8,5 jam memblokir jalan raya Porong dan jalur kereta api (KA) di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (24/03/08) ini, sekitar 1000-an warga 9 desa korban lumpur Lapindo, membubarkan diri. Aksi pembubaran diri itu dilakukan karena warga sepakat untuk bernegosiasi dengan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Selasa (25/03/08) ini. Warga bersikukuh menuntut Gubernur mendesak pemerintah pusat untuk memasukkan sembilan desa dalam peta wilayah berdampak lumpur Lapindo.
Demonstrasi itu berlangsung pagi ini pukul 08.30 WIB. Warga dari sembilan desa antara lain Desa Mindi, Desa Siring Barat, Desa Jatirejo Barat, Desa Ketapang, Desa Gempol Sari, Desa Glagah Arum, Desa Prumbon, Desa Kali Tengah dan Desa Gedang berkumpul di empat titik. Mulai bekas Jalan Tol Porong, Tugu Kuning Siring, Pertigaan Pusat Pendidikan (Pusdik) Brimob dan Jembatan Porong. Warga melarang kendaraan jenis apapun untuk melintas di Jalan Raya Porong.
Aksi warga yang sudah tercium sebelumnya oleh aparat keamanan ini "disambut" dengan blokade Dalmas polisi dan Brimob bersenjata lengkap. Warga di Bekas jalan tol yang datang lebih dahulu dilarang bergabung dengan massa di Tugu Kuning. Begitu juga dengan massa di Tugu Kuning Siring yang dipisahkan dengan massa yang berkumpul di dua titik lain di dekat jembatan Porong. Bahkan, massa Desa Mindi dilarang keluar dari desanya.
Sempat terjadi ketegangan di empat titik. Beberapa kendaraan yang nekad untuk melintas, dipaksa berhenti. Demonstran yang marah mencaci maki sopir dan meminta mereka untuk kembali. Demonstran Desa Mindi, bahkan sempat terlibat aksi saling dorong dengan Brimob. Meski akhirnya massa mengalah, dan memilih berorasi di ujung gang. Di pertigaan Pusdik Brimob, demonstran yang terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak dipaksa mundur oleh polisi. Ibu-ibu yang marah mencaci maki polisi. Beberapa menangis karena kesal.
Blokade warga membuat kendaraan yang terjebak di Jalan Raya Porong terpaksa menunggu hingga demonstrasi berakhir. Sementara enam KA yang dijadwalkan berangkat dengan melewati jalur itu, terpaksa membatalkan keberangkatan. Empat KA itu adalah membatalkan atau memundurkan jadwal keberangkatan dan kedatangan. Diantaranya KA Penataran jurusan Surabaya-Malang, KA Malang Ekspres jurusan Malang-Surabaya, KA Mutiara Timur jurusan Surabaya-Banyuwangi, KA Cantik jurusan Surabaya-Jember dan KA Logawa dan KA Sri Tanjung jurusan Surabaya-Bangil.
Demonstrasi besar itu memaksa Wakil Bupati Sidoarjo Syaiful Ilah untuk turun dan berdialog dengan warga. Dalam dialog itu Syaiful meminta demonstran untuk mengakhiri aksinya. Warga yang awalnya menolak meminta Syaiful mencari solusi atas keresahan warga. "Kita akhirnya sepakat untuk bersama-sama bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Selasa besok untuk mencari solusi atas tuntutan warga," kata Syaiful usai pertemuan. Syaiful meyakini, pertemuan besok akan menemukan solusi.
Sementara itu Bambang Koeswanto, warga Desa Siring yang juga koordinator tim sembilan desa mengatakan, warga tetap menerima usulan Syaiful Ilah untuk bertemu dengan Gubernur Imam Utomo. Namun bila pertemuan besok tidak menghasilkan solusi, warga akan kembali menggelar demonstrasi dan blokade jalan. "Kita akan demo dan blokade lagi," kata Bambang pada The Jakarta Post.
Setelah 8,5 jam memblokir jalan raya Porong dan jalur kereta api (KA) di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (24/03/08) ini, sekitar 1000-an warga 9 desa korban lumpur Lapindo, membubarkan diri. Aksi pembubaran diri itu dilakukan karena warga sepakat untuk bernegosiasi dengan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Selasa (25/03/08) ini. Warga bersikukuh menuntut Gubernur mendesak pemerintah pusat untuk memasukkan sembilan desa dalam peta wilayah berdampak lumpur Lapindo.
Demonstrasi itu berlangsung pagi ini pukul 08.30 WIB. Warga dari sembilan desa antara lain Desa Mindi, Desa Siring Barat, Desa Jatirejo Barat, Desa Ketapang, Desa Gempol Sari, Desa Glagah Arum, Desa Prumbon, Desa Kali Tengah dan Desa Gedang berkumpul di empat titik. Mulai bekas Jalan Tol Porong, Tugu Kuning Siring, Pertigaan Pusat Pendidikan (Pusdik) Brimob dan Jembatan Porong. Warga melarang kendaraan jenis apapun untuk melintas di Jalan Raya Porong.
Aksi warga yang sudah tercium sebelumnya oleh aparat keamanan ini "disambut" dengan blokade Dalmas polisi dan Brimob bersenjata lengkap. Warga di Bekas jalan tol yang datang lebih dahulu dilarang bergabung dengan massa di Tugu Kuning. Begitu juga dengan massa di Tugu Kuning Siring yang dipisahkan dengan massa yang berkumpul di dua titik lain di dekat jembatan Porong. Bahkan, massa Desa Mindi dilarang keluar dari desanya.
Sempat terjadi ketegangan di empat titik. Beberapa kendaraan yang nekad untuk melintas, dipaksa berhenti. Demonstran yang marah mencaci maki sopir dan meminta mereka untuk kembali. Demonstran Desa Mindi, bahkan sempat terlibat aksi saling dorong dengan Brimob. Meski akhirnya massa mengalah, dan memilih berorasi di ujung gang. Di pertigaan Pusdik Brimob, demonstran yang terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak dipaksa mundur oleh polisi. Ibu-ibu yang marah mencaci maki polisi. Beberapa menangis karena kesal.
Blokade warga membuat kendaraan yang terjebak di Jalan Raya Porong terpaksa menunggu hingga demonstrasi berakhir. Sementara enam KA yang dijadwalkan berangkat dengan melewati jalur itu, terpaksa membatalkan keberangkatan. Empat KA itu adalah membatalkan atau memundurkan jadwal keberangkatan dan kedatangan. Diantaranya KA Penataran jurusan Surabaya-Malang, KA Malang Ekspres jurusan Malang-Surabaya, KA Mutiara Timur jurusan Surabaya-Banyuwangi, KA Cantik jurusan Surabaya-Jember dan KA Logawa dan KA Sri Tanjung jurusan Surabaya-Bangil.
Demonstrasi besar itu memaksa Wakil Bupati Sidoarjo Syaiful Ilah untuk turun dan berdialog dengan warga. Dalam dialog itu Syaiful meminta demonstran untuk mengakhiri aksinya. Warga yang awalnya menolak meminta Syaiful mencari solusi atas keresahan warga. "Kita akhirnya sepakat untuk bersama-sama bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Selasa besok untuk mencari solusi atas tuntutan warga," kata Syaiful usai pertemuan. Syaiful meyakini, pertemuan besok akan menemukan solusi.
Sementara itu Bambang Koeswanto, warga Desa Siring yang juga koordinator tim sembilan desa mengatakan, warga tetap menerima usulan Syaiful Ilah untuk bertemu dengan Gubernur Imam Utomo. Namun bila pertemuan besok tidak menghasilkan solusi, warga akan kembali menggelar demonstrasi dan blokade jalan. "Kita akan demo dan blokade lagi," kata Bambang pada The Jakarta Post.
19 Maret 2008
Kembali Menggugat Pencemaran Sungai di Surabaya
Iman D. Nugroho
Kondisi sungai di Surabaya yang jauh dari layak, kembali digugat oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Surabaya yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (KRuHA). LSM memandang pemerintah perlu melakukan tindakan yang "luar biasa" untuk mengatasi pencemaran air sungai di Surabaya. Salah satunya dengan merelokasi pabrik yang ada di dalam kota, dan menghukung pabrik yang selama ini melakukan pencemaran. Hal itulah yang hingga kini belum dilakukan.
Gugatan KRuHA yang itu terungkap dalam diskusi publik bertajuk Kebijakan Pengelolaan dan Pengandalian Sumber Daya Air dalam Prespektif Ekologi dan Perlindungan Pemenuhan HAM di Provinsi Jawa Timur, Selasa (18/03/08) ini di Surabaya. Hadir dalam acara itu, Athoillah dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Prigi Arisandi dari Ecoton Surabaya dan Hidayat Maseaji dari Komisi D DPRD Jawa Timur.
Dalam paparannya Prigi Arisandi mengungkapkan, hingga saat ini kondisi sungai di Surabaya sudah benar-benar dalam kondisi pencemaran yang parah. Di sepanjang sungai Brantas hingga berujung di sungai yang mengalir di Surabaya, ada setidaknya ada 120 perusahaan yang hampir semuanya menyumbang limbah. "Semuanya mengalir ke arah Surabaya, bisa dibayangkan betapa berat beban pencemaran yang ada di sungai si sekitar kita," kata Prigi Arisandi.
Sayangnya, kondisi itu tidak dibarengi oleh penegakan hukum yang serius oleh pemerintah. Hingga saat ini, tidak ada perusahaan yang dibawa ke meja hijau karena kasus pencemaran. Yang ada hanyalah kasus pelanggaran baku mutu, dengan hukuman tertinggi Rp.5 juta-Rp.8 juta. "Dari 40 kasus yang ada hingga tahun 2007, hanya 10 kasus saja yang berakhir di pengadilan, itu pun dengan hukuman dan denda yang sangat ringan," ungkap Prigi Arisandi.
Jelas, hal itu tidak memenuhi rasa keadilan. Mengingat dampak pencemaran di Surabaya yang sangat berat. Air yang melintas hingga masuk ke areal persawahan misalnya, menyisakan endapan zat B3 yang berbahaya. Belum lagi dengan pencemarana air yang selama ini digunakan sebagai bahan baku Parusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surabaya. "Misalnya beban pencemaran bisa turun hingga 50 persen saja, air sungai di Surabaya tetap tidak layak minum," katanya.
Perlu Penanganan Luar Biasa
Athoillah dari LBH Surabaya mengingatkan kembali perlunya penanganan yang "luar biasa" oleh pemerintah, dalam kasus pencemaran air sungai di Surabaya. Karena hingga saat ini, langkah pemerintah terkesan biasa-biasa saja. "Karena pemerintah menganggap air sungai di Surabaya tidak dalam kondisi luar biasa, maka penanganannya pun biasa-biasa saja, contohnya, ketika ada perusahaan yang melakukan pencemaran, pemerintah hanya menghimbau melalui surat," kata Athoillah.
Karena itulah, tidak mengherankan bila perusahaan pencemar sungai sama sekali mengabaikan hal itu. Lain halnya bila pemerintah melakukan tindakan nyata dengan metutup outlet/saluran pencemaran yang selama ini digunakan untuk membuang limbah berbahaya ke sungai di Surabaya. "Untuk menyelamatkan sungai di Surabaya memang perlu tindakan seperti itu, tutup outlet dan paksa perusahaan untuk membuat sistem pengolahan dan penampungan limbah, bila hal itu dilakukan, mungkin hasilnya akan berbeda," katanya.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur yang seharusnya menjadi lembaga pembuat regulasi yang bisa menyelamatkan lingkungan pun, menurut Athoillah, justru melakukan hal yang kontraproduktif. Sebagai contoh produk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur yang baru saja ditetapkan. "Dalam perda itu, kewenangan pemerintah atas perusahaan pelaku pencemaran justru dikurangi," kata Athoillah.
Hidayat Maseaji dari Komisi D DPRD Jawa Timur menolak penilaian Athoillah. Hidayat justru mengatakan, hadirnya Perda Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran air justru menjadi alat legitimasi untuk melakukan penindakan hukum. Karena selama ini, pemerintah selalu berdalih tidak ada legitimasi hukum untuk melakukan penindakan.
"DPRD Jatim mengakui, selama dua periode Gubernur Imam Utomo, tidak ada prestasi yang menggembirakan menyangkut penanggulangan pencemaran air di Jawa Timur, hal itu yang akan menjadi fokus ketika Gubernur Imam Utomo membacakan Laporan Pertanggungjawabannya, nanti ketika masa jabatannya berakhir," kata Hidayat.
Hidayat mengusulkan untuk dibentuknya tim yang terdiri dari berbagai elemen untuk secara fokus melakukan penelitian air di Surabaya. Tim ini akan dibekali dengan peralatan canggih dan alat mobile yang siap berangkap kapan saja dan di mana saja bila ada laporan pencemaran. "Ada baiknya mulai mewacanakan untuk memilih calon gubernur dalam pilgub Juli 2008 mendatang, dengan memilih cagub yang peduli dengan persoalan lingkungan," katanya.
Apakah ada calon gubernur dengan kriteria itu?
Kondisi sungai di Surabaya yang jauh dari layak, kembali digugat oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Surabaya yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (KRuHA). LSM memandang pemerintah perlu melakukan tindakan yang "luar biasa" untuk mengatasi pencemaran air sungai di Surabaya. Salah satunya dengan merelokasi pabrik yang ada di dalam kota, dan menghukung pabrik yang selama ini melakukan pencemaran. Hal itulah yang hingga kini belum dilakukan.
Gugatan KRuHA yang itu terungkap dalam diskusi publik bertajuk Kebijakan Pengelolaan dan Pengandalian Sumber Daya Air dalam Prespektif Ekologi dan Perlindungan Pemenuhan HAM di Provinsi Jawa Timur, Selasa (18/03/08) ini di Surabaya. Hadir dalam acara itu, Athoillah dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Prigi Arisandi dari Ecoton Surabaya dan Hidayat Maseaji dari Komisi D DPRD Jawa Timur.
Dalam paparannya Prigi Arisandi mengungkapkan, hingga saat ini kondisi sungai di Surabaya sudah benar-benar dalam kondisi pencemaran yang parah. Di sepanjang sungai Brantas hingga berujung di sungai yang mengalir di Surabaya, ada setidaknya ada 120 perusahaan yang hampir semuanya menyumbang limbah. "Semuanya mengalir ke arah Surabaya, bisa dibayangkan betapa berat beban pencemaran yang ada di sungai si sekitar kita," kata Prigi Arisandi.
Sayangnya, kondisi itu tidak dibarengi oleh penegakan hukum yang serius oleh pemerintah. Hingga saat ini, tidak ada perusahaan yang dibawa ke meja hijau karena kasus pencemaran. Yang ada hanyalah kasus pelanggaran baku mutu, dengan hukuman tertinggi Rp.5 juta-Rp.8 juta. "Dari 40 kasus yang ada hingga tahun 2007, hanya 10 kasus saja yang berakhir di pengadilan, itu pun dengan hukuman dan denda yang sangat ringan," ungkap Prigi Arisandi.
Jelas, hal itu tidak memenuhi rasa keadilan. Mengingat dampak pencemaran di Surabaya yang sangat berat. Air yang melintas hingga masuk ke areal persawahan misalnya, menyisakan endapan zat B3 yang berbahaya. Belum lagi dengan pencemarana air yang selama ini digunakan sebagai bahan baku Parusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surabaya. "Misalnya beban pencemaran bisa turun hingga 50 persen saja, air sungai di Surabaya tetap tidak layak minum," katanya.
Perlu Penanganan Luar Biasa
Athoillah dari LBH Surabaya mengingatkan kembali perlunya penanganan yang "luar biasa" oleh pemerintah, dalam kasus pencemaran air sungai di Surabaya. Karena hingga saat ini, langkah pemerintah terkesan biasa-biasa saja. "Karena pemerintah menganggap air sungai di Surabaya tidak dalam kondisi luar biasa, maka penanganannya pun biasa-biasa saja, contohnya, ketika ada perusahaan yang melakukan pencemaran, pemerintah hanya menghimbau melalui surat," kata Athoillah.
Karena itulah, tidak mengherankan bila perusahaan pencemar sungai sama sekali mengabaikan hal itu. Lain halnya bila pemerintah melakukan tindakan nyata dengan metutup outlet/saluran pencemaran yang selama ini digunakan untuk membuang limbah berbahaya ke sungai di Surabaya. "Untuk menyelamatkan sungai di Surabaya memang perlu tindakan seperti itu, tutup outlet dan paksa perusahaan untuk membuat sistem pengolahan dan penampungan limbah, bila hal itu dilakukan, mungkin hasilnya akan berbeda," katanya.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur yang seharusnya menjadi lembaga pembuat regulasi yang bisa menyelamatkan lingkungan pun, menurut Athoillah, justru melakukan hal yang kontraproduktif. Sebagai contoh produk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur yang baru saja ditetapkan. "Dalam perda itu, kewenangan pemerintah atas perusahaan pelaku pencemaran justru dikurangi," kata Athoillah.
Hidayat Maseaji dari Komisi D DPRD Jawa Timur menolak penilaian Athoillah. Hidayat justru mengatakan, hadirnya Perda Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran air justru menjadi alat legitimasi untuk melakukan penindakan hukum. Karena selama ini, pemerintah selalu berdalih tidak ada legitimasi hukum untuk melakukan penindakan.
"DPRD Jatim mengakui, selama dua periode Gubernur Imam Utomo, tidak ada prestasi yang menggembirakan menyangkut penanggulangan pencemaran air di Jawa Timur, hal itu yang akan menjadi fokus ketika Gubernur Imam Utomo membacakan Laporan Pertanggungjawabannya, nanti ketika masa jabatannya berakhir," kata Hidayat.
Hidayat mengusulkan untuk dibentuknya tim yang terdiri dari berbagai elemen untuk secara fokus melakukan penelitian air di Surabaya. Tim ini akan dibekali dengan peralatan canggih dan alat mobile yang siap berangkap kapan saja dan di mana saja bila ada laporan pencemaran. "Ada baiknya mulai mewacanakan untuk memilih calon gubernur dalam pilgub Juli 2008 mendatang, dengan memilih cagub yang peduli dengan persoalan lingkungan," katanya.
Apakah ada calon gubernur dengan kriteria itu?