
27 Juni 2007
Pengungsi Pasar Porong Tetap "Dicuekin"

26 Juni 2007
SBY Hanya Putar-Putar Di Udara Saja,..

Keinginan pengungsi semburan lumpur Lapindo di Pasar Baru Porong untuk bertemu Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono Selasa (26/06) ini, kandas. Sekitar pukul 10.10 WIB, SBY dan rombongannya hanya melakukan pengamatan udara di areal semburan dan pond lumpur dengan menggunakan helicopter.
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono hanya menyaksikan kondisi pengungsi dan pusat semburan lumpur Lapindo dari udara, Selasa (26/06) ini. Padahal di lokasi pengungsian Pasar Baru Porong, warga sudah siap-siap menyambut SBY dengan demonstrasi menuntut penyelesaian kasus semburan lumpur Lapindo.
18 Juni 2007
Sesama Korban Lumpur Bentrok

Dua kelompok korban lumpur panas Lapindo Brantas Inc, terlibat bentrokan di Sidoarjo, Senin (18/06) pagi. Mereka merasa ada upaya untuk mendiskreditkan satu sama lain dan membuat posisi masing-masing kelompok kehilangan kredibilitasnya. Polisi terpaksa melakukan blokade masing-masing kelompok dan memfasilitasinya dalam sebuah pertemuan darurat di tepi jalan.
Bentrokan itu terjadi di perempatan Jl KH Mukmin-Jl Sunandar Priyo Sudarmo, yang berlokasi di tengah kota Sidoarjo. Ketika itu, massa Perumahan Tanggulangin Angun Sejahtera (Perumtas) akan berdemonstrasi di depan kantor Tim 16. Tim 16 adalah perwakilan warga yang dibentuk untuk menyalurkan aspirasi warga korban lumpur dari empat kecamatan di Porong Sidoarjo yang menjadi korban lumpur.
Namun dalam perjalanannya, Tim 16 dianggap tidak menyalurkan aspirasi masyarakat. Bahkan, cenderung membela kepentingan Lapindo Brantas Inc dan Pemerintah, serta mengabaikan keinginan warga. Bahkan, warga merasakan adanya upaya dari oknum Tim 16 yang mencoba mencari keuntungan dengan memanfaatkan proses administrasi warga korban lumpur. "Seperti menjual surat verifikasi yang seharusnya diberikan gratis kepada warga, malah dijual seharga Rp.160 ribu," kata Hendro, warga Perumtas pada The Post.
Yang paling menyakitkan, Tim 16 mengirim surat ke Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai pihak yang selama ini menjalankan proses teknis pembayaran ganti rugi, untuk tidak percaya "kelompok" lain selain Tim 16. "Inikan berarti Tim 16 ingin mengatakan bahwa kelompok yang tidak sepakat denan kebijakan Tim 16 adalah kelompok liar," kata Hendro. Karena itulah, Senin ini warga melakukan demonstrasi di kantor Tim 16, dan berunjung bentrokan.
Sementara itu berdasarkan pengamatan The Jakarta Post di areal lokasi pembuangan lumpur ke Kali Porong atau spillway, lumpur dari penampungan semakin deras dan tidak mampu lagi dikendalikan. Ketinggian lumpur sudah mampu merendam jembatan darurat balley, yang menghubungkan Desa Mindi dan Desa Besuki. Padahal jembatan itu adalah akses satu-satunya bagi ribuan warga Besuk bila ingin keluar dari desanya menuju Jalan Raya Porong.
Kondisi itu membuat warga di sekitar spillway ketakutan. M. Soleh, warga pajarakan terpaksa melakukan evakuasi barang-barang miliknya. Dia khawatir, dalam waktu dekat, lumpur akan mulai menerjang desanya dan menenggelamkan semuanya. "Dari pada terlambat, kami memilih untuk menyelamatkan barang-barang dulu," kata M.Sholeh pada The Post. Istri yang yang sedang hamil empat bulan dan seorang anaknya pun rencananya akan diselamatkan. "Tapi saya masih belum pasti akan kemana,..," katanya.
Teks Foto: Jembatan yang mulai terendam lumpur.

17 Juni 2007
Memilih Untuk "Jamuran"

Kaiman adalah salah satu penduduk Bulukambang yang menggantungkan hidupnya pada jamur. Melalui budidaya jamur Tiram Putih, laki-laki berusia 47 tahun itu berhasil keluar dari krisis keuangan yang menderanya. Tidak hanya itu, jamur juga membuat bapak dua anak ini menjadi budidayawan sukses dengan 10 tenaga kerja. "Jamur benar-benar merubah hidup saya dan keluarga," katanya pada The Jakarta Post, Sabtu (16/06) ini.
Perkenalan Kaiman dengan jamur, berawal dari sulitnya kondisi keuangan keluarga pada tahun 2005. Ketika itu, menurunnya jumlah penyewa truk, membuat Kaiman tidak mampu lagi menghidupi keluarga dari penghasilan sebagai sopir truk. "Selama 15 tahun menjadi sopir truk, tiba-tiba saya harus berganti pekerjaan, bingung sekali saya saat itu," kenang Kaiman. Di tengah kebingunannya, seorang teman asal Blitar, Jawa Timur memberi ide untuk membudidayakan jamur.
Meski sempat ragu, Kaiman memilih untuk mempelajari proses pembiakan jamur. Merasa masih kurang mahir, Kaiman pergi ke rumah seorang kenalannya di Wonosobo, Jawa Tengah untuk memperdalam ilmu per-jamuran. "Selama beberapa minggu saya di Blitar dan Wonosobo untuk belajar, tapi sepertinya belum cukup," kata Kaiman. Setiap praktek di rumahnya di Bulukandang, hanya kegagalan yang diperoleh.
Meski begitu, Kaiman bersikeras untuk terus mencoba. Surat kendaraan bermotor miliknya dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman sejumlah Rp.10 juta dari bank. Sejumlah Rp.6 juta digunakan untuk membeli peralatan pembiakan jamur, seperti membeli alat sterilisasi, plastik tempat pembiakan dan membangun kumbung (bangunan khusus dari anyaman bambu-red). Sisanya, digunakan untuk membeli bahan-bahan pembuat jamur, seperti agar-agar, gula, kentang dan air suling.
Setiap malam, laki-laki bertubuh ceking itu meluangkan waktu untuk membuat benih jamur. Dengan mencampur agar-agar, gula, kentang dan air suling dalam sebuah panci, dan direbus hingga 10 jam lamanya. Selalu saja ada kesalahan produksi. Mulai hasil pembibitan benih yang terlalu asam sampai benih tidak tumbuh sempurna. "Beberapa bulan mencoba, hasilnya selalu tidak maksimal, hanya cukup untuk makan sebulan saja, belum lagi dipotong untuk membayar cicilan bank," katanya.
Keberuntungan mulai berpihak pada Kaiman setelah bulan keenam. Setiap bibit jamur yang disemainya, tumbuh sempurna. Bahkan, di bulan keenam itu juga, Kaiman menerima order sebanyak 10 ribu baklok (sebutan untuk satu buah benih jamur-red). Padahal ketika itu, jumlah jamur milik Saiman hanya 1000 baklok. "Terpaksa order itu harus saya tolak, meski begitu, pada bulan keenam, saya sudah balik modal," katanya.
Semakin lama, budidaya jamur milik Kaiman terus meroket. Pada tahun 2006, dirinya terpilih sebagai salah satu pengajar pelatihan budidaya jamur yang diadakan HM. Sampoerna bagi warga Bulukandang. Sejak saat itu, ada 40 keluarga di desa itu yang membuka usaha budidaya serupa. Kaiman sendiri, memilki 10 pekerja. "Saya merekrut pemuda-pemuda desa yang dulu banyak berprofesi sebagai maling sepeda motor, karena mereka pengangguran," katanya.
Selain membuka kursus mengajar, HM. Sampoerna juga memberikan bantua modal berupa 1000 baklok bibit jamur senilai 30 juta bagi 20 kepala keluarga. Masing-masing keluarga mendapatkan Rp.1,5 juta. Dengan sistem pembayaran 50:50 untuk setiap jamur yang berhasil dipanen. "Hampir seluruh petani jamur di Bulukandang bekerjasama untuk budidaya dan pemasaran jamur," kata Kaiman yang kini sudah memiliki dua kumbung seluas 20x70 m2. Penghasilan bersih yang didapatkannya mencapai Rp.7,5 juta/bulan.
Dalam pengamatan The Jakarta Post, setiap kumbung terdiri dari dua ruangan yang memiliki fungsi beragam. Ruangan pertama khusus digunakan untuk pembiakan bibit jamur dan pencampuran bibit itu dengan ketam (sisa penggergajian kayu). Sementara ruang kedua yang tertutup dari cahaya sinar matahari, digunakan sebagai tempat perkembangan jamur. Keseluruhan proses pembibitan hingga panen, dibutuhkan waktu selama 45 hari.
Kaiman mewakili penduduk Bulukandang yang menggantungkan hidupnya dari budidaya jamur mengharapkan pemerintah bersedia mengucurkan dana pinjaman lunak untuk mereka. Dana itu akan digunakan untuk pengembangan budidaya jamur, guna memenuhi kebutuhan permintaan jamur yang menunjukkan peningkatan. "Kami terpaksa menolak tawaran eksport ke Taiwan dan China sebanyak 5 kwintal perminggu, karena tidak ada modal untuk menaikkan produksi," katanya. Sementara ini, Jamur Bulukandang dipasarkan hanya di sekitar Kabupaten Pasuruan. Seperti Surabaya, Malang, Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan sendiri.
Sebuah perusahaan pengelola lapangan golf Taman Dayu di Prigen adalah salah satu menjadikan jamur Bulukandang sebagai andalan menu. Taman Dayu yang juga tetangga desa Bulukandang sekaligus menjadikan budidaya jamur Bulukandang sebagai target CSR."Kami ingin masyarakat Bulukandang tidak hanya memiliki kemampuan membudidayakan jamur, tapi bagaimana mereka mampu memasarkannya," kata J.Johny Budiono, General Manager Taman Dayu.
Karena itu, Taman Dayu sedang berupaya untuk melakukan berbagai pelatihan manajeman dan pengemasan jamur. Pada titik akhirnya, akan ada peningkatan pendapatan bagi masyarakat Bulukandang. "Kalau jamur dijual dalam kemasan yang bagus, mungkin akan lebih menguntungkan daripada dijualmentahan saja," kata Johny. Di Taman Dayu, jamur Bulukandang disajikan sebagai menu masakan, bersanding dengan menu Eropa dan China yang ditawarkan di tempat itu.
