Iddaily Mobile | Dari Anda Untuk Publik
Youtube Pilihan Iddaily: Pati berani!
       

20 Februari 2010

[ Book for Good ] Lasmi

Diana A.V. Sasa

Judul : Lasmi
Penulis : Nusya Kuswantin
Penerbit : Kaki Langit Kencana, Prenada Media Group
Cetakan : 1, November 2009
Tebal : viii+232hlm; 11,5 x 19 cm
ISBSN : 978-602-8556-19-4

Lasmi, perempuan desa itu membaca Di Bawah Bendera Revolusi-nya Bung Karno, Habis Gelap Terbitlah Terang-nya Kartini, juga novel-novel Pujangga Baru. Ia terpesona gagasan Bung Hatta tentang koperasi dan menyukai gagasan Bung Karno tentang negeri ini. Sutikno terpesona Lasmi pada aktivitasnya, pikirannya yang progresif, dan caranya berargumentasi. Meraka kemudian menjalani kehidupan sebagai dua orang berpikiran terbuka, progresif, maju dan membangun rumah tangga ideal a la aktivis pergerakan masa itu.


Lasmi adalah seorang pecinta buku. Ia merintis Kerukunan Belajar Bersama hingga memiliki semacam perpustakaan yang antara lain diisi dengan buku-buku hasil karya warga desa sendiri. Yang ditulis dengan tangan dan berisi tentang apapun. Mulai dari seluk beluk bercocok tanam, hingga dongeng pengantar tidur. Untuk anak-anak, ia dirikan TK Tunas. Disana ia mengajar dengan semangat perubahan paradigma warga desa sedari usia dini.

Sayang, novel ini miskin dialog. Sosok Lasmi tak tergambar melalui percakapan maliankan tuturan Sutikno. Akhirnya, pembaca seakan digiring untuk melihat dan berpendapat seperti kacamata Sutikno. Lasmi menurut Sutikno, bukan Lasmi menurut bacaan pembaca. Hingga di akhir novel pun, konflik batin Lasmi hanya tergambar dalam surat yang ditulisnya untuk Sutikno.

Sekira tahun 1963, ketika Presdien Soekarno sedang getol menyerukan permusuhan dengan Negara tetangga, Malaysia, Lasmi mengambil keputusan penting: Menggabungkan Taman Kanak-kanaknya ke dalam Yayasan Melati dan sebagai konsekuensinya, Lasmi resmi mejadi anggota Gerakan WanitaIndonesia (Gerwani).

Di depan Taman Kanak-kanaknya kini ada tiga papan nama berjajar: TK Melati, Gerwani, dan Barisan Tani Indonesia (BTI). Aktivitas Lasmi pun berkembang. Ia tak hanya mengajar anak-anak, tapi mulai menggalang petani dan warga kampung untuk bergabung dalam BTI dan Gerwani. Ia membuat terobosan-terobosan pemikiran diantara masalah-masalah warga. Ia membuka ruang-ruang dialog antar warga. Ia mengikuti pelatihan dan pengkaderan. Hingga ia memiliki 5 anggota andalan yang suka membaca, bisa menulis, mampu menyusun surat, mengetik, berani bicara, dan tak segan menjadi ujung tombak; Sarip, Darsiyem, Jum, Bakir, dan Kamidi.

Lasmi berhasil. Warga tersadar akan pentingnya organisasi buruh tani dan petani penggarap. Mereka ingin memperoleh bagi hasil secara dil dengan pemilik tanah. Dengan payung BTI, warga bertekad melakukan demonstrasi melawan kekuasaan 7 setan desa: tuan tanah penghisap, tengkulak jahat, tukang ijon, lintah darat, kapitalis birokrat alias kabir, bandit desa, dan penguasa jahat.

Dan hari pertama Oktober 1965 pun tiba. Tersiar berita di radio bahwa Pasukan cakrabirawa menangkap sejumlah jenderal. Keesokan harinya tersiar lagi kabar bahwa gerakan penculikan jenderal-jenderal adalah upaya kodeta yang dipelopori oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya. Berita itu mneyebutkan bahwa pembunuhan terhadap para jenderal dilakukan di daerah Lubang Buaya oleh Pemuda Rakyat dan Gerwani....Next click here.

| republish | Please Send Email to: [email protected] |

Bila Nenek Melawan Pencuri.

Iman D. Nugroho | Youtube.com



Perlawanan kepada pelaku tindak kejahatan bisa dilakukan oleh siapa saja. Termasuk nenek-nenek. Video dari Turki yang ditayangkan oleh stasiun TV YTY ini menunjukkan gambar seorang nenek yang ikut membantu memukuli pencuri. Meski akhirnya pencuri itu lolos, setidaknya nenek ini sudah berusaha.

| republish | Please Send Email to: [email protected] |

19 Februari 2010

RPM Menkominfo Membahayakan Kebebasan Pers

Press Release

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika mengenai Konten Multimedia membahayakan kebebasan pers. Pasal-pasal dalam Rancangan Peraturan Menteri (Permen) tersebut bertentangan dengan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.

Rancangan Permen tersebut pada intinya melarang penyelenggara jasa internet untuk mendistribusikan konten yang dianggap illegal (pasal 3 sampai 7) dan mewajibkan memblokade serta menyaring semua konten yang dianggap illegal (pasal 7 sampai 13) dan pembentukan Tim Konten sebagai lembaga sensor (pasal 22 sampai 29).

Ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan pasal 4 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (2) UU Pers mengatakan: “terhadap pers tidak dikenakan sensor, bredel dan larangan penyiaran” dan ayat (3) mengatakan “untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”.

Tak ada satupun Rancangan Permen tersebut yang menyatakan bahwa ketentuan peraturan ini tidak berlaku untuk pers. Bahkan, UU Pers dijadikan konsideran dalam rancangan peraturan ini, namun nafas dan jiwanya tidak mewarnai rancangan peraturan ini.

Lenturnya definisi konten illegal juga bahaya tersendiri bagi pers. Misalnya saja pasal (3) yang menyatakan konten pornografi sebagai illegal, sementara tidak ada definisi mengenai “pornografi” dalam rancangan peraturan ini. Hal ini akan menimbulkan multitafsir.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan menolak rancangan Peraturan Menteri ini, karena bertentangan dengan Undang-undang Pers. Jika rancangan peraturan ini disahkan, maka pers Indonesia akan menghadapi era sensor dan bredel baru.

Untuk itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta Menteri Komunikasi dan Informatika membatalkan rancangan peraturan ini. AJI Indonesia menilai, Kode Etik Jurnalistik merupakan satu-satunya sarana regulasi konten pers, baik cetak, internet maupun penyiaran. Sementara, untuk program-program siaran sudah ada Pedoman Perilaku
Penyiaran Indonesia dan Standar Penyiaran Indonesia yang dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia.

| republish | Please Send Email to: [email protected] |