Pasca Penembakan (24/11/2025) 5 (lima) orang Petani Pino Raya, Bengkulu Selatan oleh Pihak Keamanan PT. ABS, Kepolisian Resor Bengkulu Selatan membuat Laporan PolisI.
Namun selain membuat Laporan terkait dengan Penembakan Petani Pino Raya, Polres Bengkulu Selatan juga membuat laporan terkait dengan Penganiayaan Pihak Keamanan PT. ABS.
Sebelumnya pihak Petani lewat Kuasa Hukumnya juga membuat Laporan Polisi dan meminta untuk memasukkan pasal mengenai dugaan tindak pidana penganiayaan berat, tindak pidana percobaan pembunuhan serta dugaan tindak pidana menguasai dan mempergunakan senjata api tanpa hak.
Namun pihak petugas penerima laporan dan penyidik mempreteli Pasal-Pasal yang diajukan oleh Kuasa Hukum dan hanya menulis dugaan tindak pidana penganiayaan dengan berbagai alasan.
Seperti kesalahan sistem pada komputer yang tidak dapat memuat pasal yang dilaporkan, meminta untuk laporan senjata api dilakukan melalui laporan model A hingga mengarahkan untuk hanya melaporkan satu pasal.
Dalam prosesnya, laporan polisi hanya dimuat dua pasal yakni Pasal 351 ayat (2) KUHP dan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat.
Akan tetapi, ternyata pada saat penyelidikan hanya menjadi satu pasal yakni pasal 351 ayat (2) yang menyebabkan pelapor kehilangan hak untuk mengikuti perkembangan pasal yang dilaporkan mengenai penyalahgunaan senjata api karena dijadikan laporan model A.
Karena pemberitahuan perkembangan penyidikan hanya diberikan kepada Pelapor, jika laporan dibuat dengan model A dengan pelapornya polisi, maka perkembangan penyidikan tidak akan diberitahukan kepada Pelapor atau Korban.
Mengenai hal ini kuasa hukum telah menyampaikan surat keberatan mengenai penerapan pasal tersebut, namun hingga saat ini belum mendapatkan jawaban secara resmi dengan dalih surat masih berapa di meja Kapolres Bengkulu Selatan.
Menyikapi situasi tersebut, Perwakilan Petani Pino Raya, Edi Hermanto, Korban Penembakan Sekaligus Perwakilan Forum Masyarakat Pino Raya (FMPR) menjelaskan, dirinya telah menerima banyak intimidasi baik dari Pihak Perusahaan, Aparat Penegak Hukum bahkan Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten.
"Oleh karenanya, kami meminta untuk konflik agraria ini segera diselesaikan dan penanganan perkara penembakan terhadap kami dan 4 orang petani lainnya segera diusut demi kepastian dan keadilan bagi kami,” kata Edi Hermanto.
Lebih lanjut Edi meminta perlindungan dan jaminan rasa aman bagi petani, agar kembali bisa beraktivitas sebagaimana mestinya, serta bisa mengakses lahan dengan aman.
Ricki Pratama Putra, Akar Law Office sebagai kuasa hukum menyatakan, sepanjang proses penyidikan, pihaknya menemukan banyak pelanggaran prosedur, disiplin dan kode etik, pada saat saksi-saksi dipanggil untuk diperiksa.
"Kami menemukan anggota polres bengkulu selatan sedang meminum minuman tradisional (tuak) dan pada saat pemeriksaan saksi-saski suara musik di dalam ruangan ditinggikan, sehingga membuat pemeriksaan saksi-saksi terganggu, terutama mengenai kenyamanan dan keamanan," jelas Ricki.
Lebih lanjut Ricki menjelaskan, dalam proses penanganannya, Polres Bengkulu Selatan tidak mengambil hasil visum et repertum para korban khususnya yang ditembak.
Namun hanya mengambil visum terkait dengan laporan perusahaan terkait dengan dugaan penganiayaan pelaku penembakan.
"Sehingga kami menduga bahwa ada upaya kriminalisasi terhadap para korban penembakan oleh Polres Bengkulu Selatan.” katanya.
Menyikapi situasi pelanggaran-pelanggaran dan potensi kriminalisasi masyarakat, Julius Nainggolan, WALHI Bengkulu menyampaikan, para petani akhirnya menyampaikan laporan dan pengaduan ke Kompolnas, LPSK, Kementerian HAM, dan Komnas HAM untuk meminta lembaga-lembaga tersebut melakukan pengawasan dan pemantauan.
Serta memberikan perlindungan kepada para petani Pino Raya, termasuk yang menjadi korban penembakan.
Lebih lanjut Julius menyampaikan, setelah kejadian penembakan, telah diadakan rapat beberapa pihak dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten, dalam kesepakatannya PT. ABS ditutup sementara.
"Namun berdasarkan informasi yang kami terima, Perusahaan tetap beroperasi dan membangkang terhadap kesepakatan pemerintah provinsi dan kabupaten," katanya.
Menurut Julius, operasi PT. ABS sejak 2017 sampai 2025 illegal, karena tidak ada HGU berdasarkan Keterangan Kanwil ATR/BPN, HGU baru diterbitkan sejak 2025.
Sehingga selama kurang lebih 8 Tahun tersebut negara mengalami kerugian perekonomian, WALHI Bengkulu melaporkan PT. ABS ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Andrie Yunus dari KontraS menyatakan mengecam peristiwa penembakan dan aksi kekerasan terhadap Petani Pino-Bengkulu Selatan yang dilakukan oleh Satpam PT ABS.
Pihak kepolisian sebagai institusi yang diberikan kewenangan pengendalian hingga pengawasan terhadap senjata api harus akuntabel dalam mengusut kasus ini melalui proses penyidikan yang tidak berhenti menyeret aktor lapangan, namun juga termasuk para pimpinan perusahaan dan satker kepolisian yang memberikan izin.
Roni Septian, Kepala Departemen Advokasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menjelaskan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional harus berani bertanggung jawab dengan membatalkan HGU perusahaan yang dikeluarkan secara melawan hukum.
#RilisPers
#Foto link
Forum Masyarakat Pino Raya (FMPR), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bengkulu, WALHI Eksekutif Nasional, Akar Law Office,Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).


Tidak ada komentar:
Posting Komentar