17 January 2010

Mayat Hidup Radar Banyumas Menuai Sengketa Pers

Iman D. Nugroho | Data AJI

Jurnalis Radar Banyumas diseret di meja hijau karena berita yang ditulisnya. Kasus itu berawal dari berita ada Sabtu 10 Oktober 2009 di Radar Banyumas berjudul “ Isu Mayat Hidup Gegerkan Kedawung” dan “Warga Yakin yang Dikubur Pohon Pisang.” Keluarga "mayat hidup" merasa tersinggung dengan berita itu dan melakukan penyanderaan yang dilakukan Senin 12 Oktober 2009.

Wachdarisman, bapak dari si mayat, mengundang Chubi wartawan Radar Banyumas yang menulis berita tersebut ke rumahnya di Kedawung, Kebumen. Berhubung Chubi sedang di Purwokerto, dia meminta Fuad, wartawan Radar Banyumas yang di Kebumen untuk menemui Wachdarisman. Sesampai di rumah Wachdarisman, Fuad ternyata dijadikan sandera. Wachdarisman menelepon ke Redaktur Pelaksana, Hary Agus Triono dengan pesan akan memotong kaki Fuad jika hingga pukul 20.00 Chubi tidak datang ke rumahnya.

Chubi, ditemani Pemimpin redaksi Upik Warnida dan salah seorang redaktur, Zunianto Subekti datang ke rumah Wachdarisman malam itu juga. Sesampai di rumah Wachdarisman sudah ada massa yang jumlahnya tidak bisa diperkirakan karena suasana sekitar rumah gelap. Selain mengancam akan memotong kaki Chubi, Wachdarisman juga mengatakan bahwa massa bisa saja membakar mobil Radar Banyumas. Dia juga menyebut-nyebut akan mendatangkan massa ke kantor Radar Banyumas di Sokaraja, Banyumas.

Di tengah suara massa yang juga membunyikan berbagai alat (terdengar seperti kayu dan batu), Chubi meminta maaf dan menawarkan hak jawab dan koreksi. Namun Wachdarisman mengatakan belum bisa berpikir dan mengusir rombongan Radar Banyumas. Katanya, sebelum massa melakukan sesuatu. Selain massa, di rumah Wachdarisman malam itu ada beberapa orang wartawan dari media lain, pengacara yang disebut sebagai pengacara Wachdarisman, Kapolsek Pejagoan dan anak buahnya serta seorang kyai.

Selama dalam ancaman dan teriakan massa, tidak ada yang berusaha membela dan menenangkan (termasuk polisi). Hanya kyai Harun yang berusaha mengingatkan bahwa kekerasan tidak bisa dibenarkan.

Wachdarisman, yang belum mau menggunakan hak jawab dan koreksi ternyata mengambil langkah melaporkan Radar Banyumas ke Dewan Pers dan Polisi (dalam hal ini Polsek Pejagoan). Laporan ke Dewan Pers mendapat jawaban untuk menggunakan hak jawab. Radar Banyumas mengetahui laporan ke Dewan Pers karena mendapat tembusan surat balasan dari Dewan Pers. Tapi Wachdarisman sampai saat ini tetap tidak melakukan saran Dewan Pers.

Laporan polisi diketahui Radar Banyumas, karena saat Radar Banyumas mendatangi rumah Wachdarisman kembali, bertemu dengan polisi yang sedang meminta tanda tangan pelapor. (Jadi bukan Wachdarisman sebagai pelapor yang datang ke Polsek, tapi polisi yang datang ke rumah Wachdarisman). Adanya laporan tersebut yang menjadi dasar proses hukum yang dilakukan polisi. Awalnya pemeriksaan dilakukan Polsek Pejagoan namun karena kasusnya dianggap rumit, akhirnya diserahkan ke Polres.

Tanggal 8 Januari 2010, Upik Warnida Laili, Pemimpin Redaksi Radar Banyumas diperiksa sebagai tersangka. Menurut petugas yang memeriksa, mereka hanya tinggal menunggu perintah pimpinan untuk menyerahkan berkas ke kejaksaan.

Radar Banyumas, tidak tinggal diam. Berkali-kali mereka mendatangi Wachdarisman untuk menawarkan hak jawab. Baik wartawan, pemimpin redaksi maupun redaktur. Beberapa kali pula Wachdarisman yang memanggil Radar Banyumas untuk datang ke rumahnya. Namun sampai saat ini dia tidak pernah mengatakan sesuatu selain sakit hatinya. Kuasa Hukum Radar Banyumas, Anita Nosa juga pernah mendatangi Wachdarisman dan beberapa kali mendapat telpon dari yang bersangkutan namun tetap tidak ada pernyataan apa-apa.


4 comments:

  1. Anonymous11:21 am

    Kelanjutannya gimana...?

    ReplyDelete
  2. tegakan kebenaran meski pahit

    ReplyDelete
  3. Anonymous8:07 am

    apa enaknya nyari makan dari memberitakan tentang orang lain..?
    sebelum mo ekspose tentang orang lain, ekspose dulu diri kita dan keluarga sendiri.belum lagi "uang masuk berita" & "uang pura2 tidak tau" atas nama nanti kami publikasikan.
    Lebih terhormat kuli panggul daripada orang yang makan dari menceritakan kisah tentang orang lain yang berlagak bak manusia suci.
    yg duduk di warung2 di sekitar kantor pemerintahan sambil pura2 tidak dengar apa yang dibicarakan oleh pengunjung yang lain.atau datang kesana kemari sambil nenteng id card pers.

    ReplyDelete