27 August 2009

Ikrar: Apakah Indonesia sudah cukup genting sehingga TNI harus urus teroris?

Iman D. Nugroho

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti mempertanyakan statement Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY tentang keterlibatan Tentara Nasional Indonesia atau TNI dalam pengurus persoalan terorisme. Menurut Ikrar, kondisi saat ini sangat berbeda dan harus ada pertimbangan matang untuk melibatkan TNI."Apakah Indonesia sudah cukup genting sehingga TNI harus turun untuk menyelesaikan kasus terorisme," kata Ikrar Nusa Bhakti dalam diskusi di Friedriech Ebert Stiftung, Jakarta, Kamis (27/08/09) ini.



Dalam sebuah kesempatan di Lapangan Markas Komando Kopassus, Cijantung, Kamis (20/8) Presiden SBY sempat mengatakan perihal keterlibatan TNI dalam kasus terorisme. Hal itu, menurut Ikrar Nusa Bhakti tidak cukup dijadikan landasan bagi TNI untuk bergerak. Perlu ada keputusan politik dari Presiden SBY, bila presiden bila ingin TNI turun tangan menggurus terorisme. "Kondisi saat ini sudah berbeda, apakah TNI masih memiliki kemampuan hebat untuk mengatasi persoalan terisme, seperti yang dilakukan pada tahun 1981, ini juga harus diperdebatkan," katanya. Kalau SBY tidak mengeluarkan keputusan politik, Ikrar menganggap SBY hanya "cuci tangan" dalam persoalan terorisme.

Di samping itu, Ikrar juga menilali statemen SBY itu bisa juga melibatnya sebagai presure Presiden SBY kepada polisi. Seakan-akan SBY ingin polisi bekerja lebih keras untuk membuktikan kemampuannya. Karena belakangan ini kerja polisi dalam penungkapan kasus terorisme terkesan tergagap-gagap. Dalam kasus penyerbuan di Temanggung, Jawa Tengah yang menewaskan Ibrahim dan pengungkapan markas teroris Jatiasih, Bekasi, meninggalkan berbagai pertanyaan. "Jangan sampai itu hanya upaya untuk membenarkan statemen SBY yang mengatakan dirinya terancam teroris," kata Ikrar.

Intelejen di Indonesia, harusnya mampu menciptakan rasa aman. Ibaratnya, bila ada jarum jatuh, tidak sampai membuat orang mengetahui. Namun, dalam peristiwa Temanggung, Jawa Tengah, yang terjadi justru sebaliknya. "Mana ada operasi intelejen yang begitu ramai, kalau memang teroris ada di rumah itu, maka dia akan lari dahulu sebelum ditangkap," kata Ikrar.

Apapun langkah Presiden SBY setelah ini, kata Ikrar, jangan sampai hanya semata-mata merupakan langkah untuk menjadikan Islam sebagai sasaran. Dalam banyak kasus di Indonesia, seringkali memposisikan kelompok tertentu sebagai "musuh". Kalau itu terjadi, maka akan ada blowback kepada kebijakan itu. Seperti kebijakan AS kepada kelompok Islam radikal di Afghanistan. "Pada awalnya, AS dekat dengan kelompok ini, sampai akhirnya, kelompok ini yang berbalik memusuhi AS," jelas Ikrar.

photo by yahoonews

No comments:

Post a Comment