17 March 2009

Pesta Rakyat yang Tidak Terlalu Meriah dan Tidak Jelas Gunanya

*Catatan Pemilu 2009 Iman D. Nugroho

Hingar bingar. Deru kendaraan. Panas menyengat. Kibaran bendera. Nasi bungkus. Penjagaan ketat. Dompet hilang! Selamat datang di kampanye Pemilihan Umum 2009 yang mulai digelar pada Selasa (17/3) ini. Seperti yang sudah-sudah, tanya menyembul tiada henti: apa gunanya? Benarkah ada gunanya? Berguna untuk siapa? Lalu,..mengapa harus terus ada?


Begitulah. Berbagai tanya itu adalah kejujuran rasa atas datangnya Pemilu 2009. Seperti pemilu-pemilu sebelumnya, selalu saja "jawaban" dari pertanyaan-pertanyaan itu tidak pernah memuaskan. Lihat saja, sejak Pemilu digelar, pastilah ada ketidakpuasan. Masing-masing merasa ketidakadilan. Bahkan, ada yang nekad menyerang secara fisik karenanya, atau menuntut ke pengadilan. Semua mengatasnamakan ketidakpuasan.

Jaman Orde Baru, meski hanya sekali merasakan pemilu di masa itu, sepertinya tidak layak untuk dibicarakan. Pemilu badut. Yang sudah bisa diketahui hasilnya, bahkan sebelum pemilu digelar. Kecurangan dilakukan secara rapi, kasar dan terang-terangan. Yang kuat dengan gagah berani menunjukkan taringnya. Si lemah, ah,..tentu saja lebih aman bila diam saja, atau berubah bentuk menjadi penurut. Dan para jagoan, memilih untuk terus berjuang di dalam tanah. Tak sedikit yang merasakan dingin tembok penjara.

Reformasi, hanya ganti aroma. Sebagian orang merasa lebih baik. Sebagian lagi merasa tidak berbeda. Karena hasilnya pun sama. Sama-sama menciptakan ketidakpastian. Memposisikan rakyat sebagai obyek lukisan, yang dilupakan saat lukisan itu sudah jadi. Pemilu, meninggalkan pemilihnya. Bukan hal baru. Tapi caranya terus di-upgrade. Minimal, pakai lambang-lambang baru, nama-nama baru dan tentu saja (ini yang paling menarik), memakai orang-orang baru. Baru di partai ini, tapi sudah kawakan di partai yang itu. Bersih dalam pemilu ini, tapi berlumuran dosa di masa lalu.

Unik. Coba tanyakan hal itu pada politikus yang dalam Pemilu 2009 ini sedang bertarung. Semua pasti akan membantahnya. "Ah,...tidak benar itu! Kami membela rakyat! Semua ini untuk rakyat! Golput itu haram!".Ke-haram-an itu wacana teraneh yang muncul menjelang pemilu. Apakah kesia-siaan itu tidak haram? Pemilu adalah kesia-siaan. Jadi pemilu itu har**! Nah lu,..Sorry, tentu saja harus ada tanda bintang (*) dalam kata Pemilu itu Har**. Alasannya sederhana, kalau sampai saya dipenjara karena artikel ini, bisa kacau. :)

No comments:

Post a Comment