22 January 2009

Pelanggaran Tetap Terjadi di Pilkada Ulang Madura


Iman D. Nugroho, Bangkalan, Madura.

Meskipun secara umum pelaksanaan pemilihan gubernur ulangan di Bangkalan, Madura, Rabu (21/1) berlangsung lancar, namun pelaksanaannya diwarnai dengan berbagai pelanggaran. Mulai pencoblosan lebih dari satu kali, penghitungan lebih awal, hingga pencoblosan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Sayangnya, semua kejadian itu seakan terabaikan dengan hasil akhir pemilu ulangan seperti yang diamanatkan Mahkamah Konstitusi (MK) itu.


Seperti diberitakan sebelumnya, MK memutuskan pelaksanaan pilkada ulangan di Kabupaten Sampang dan Kabupaten Bangkalan Madura, untuk menentukan siapa dari dua kandidat, Khofifah Indar Parawanda-Mudjiono (KAJI) dan Soekarwo-Syaifullah Yusuf (KARSA) yang layak menduduki kursi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur. Keputusan MK itu didasari tuntutan pasangan KAJI atas hasil pilkada yang berlangsung akhir tahun 2008 lalu.

Pelanggaran yang mencolok terjadi di tempat pemungutan suara (TPS) 7 Desa Baipajung, Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Bangkalan. Dalam proses pencoblosan yang disaksikan langsung oleh Kapolda Jawa Timur, Irjen. Pol. Herman Suryadi Soemawiredja dan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH. Miftahul Ahyar itu, ditemukan empat anak-anak yang akan memberikan hak suaranya. Dua sudah "terlanjur" mencoblos, sementara dua lagi mengurungkan niatannya karena tertangkap tangan. "Dua anak yang mencoblos itu mewakili neneknya yang sudah tua dan tidak mampu melaksanakan hak suaranya," kata Herman.

Berdasarkan data yang dicatat tim KAJI di berbagai daerah di Bangkalan, pelanggaran lain terjadi di Desa Seplasah Kecamatan Sepuluh. Hasiah, anak Kepala Desa Seplasah diketahui telah melakukan pencoblosan lebih dari satu kali. Saat kejadian itu dilaporkan polisi, justru laporan itu ditolak. "Kita akan membawa persoalan ini secara hukum," kata KH. Imam Cholil. Pelanggaran lain terjadi di Desa Karangpanasan, Kabupaten Blega. Di salah satu TPS di ada ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meminta penghitungan suara dipercepat dari jabwal yang sudah ditetapkan.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bangkalan Zazuli Nur menilai berbagai pelanggaran itu hanya sebuah kesalahan teknis yang bisa terjadi di mana saja. Meski demikian Zazuli berharap berbagai kejadian ini akan bisa ditindaklanjuti oleh Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada Bangkalan. "Kejadian ini tidak akan menghentikan pelaksanaan pilkada ulangan, namun tetap akan diusut oleh Panwas Bangkalan," kata Zazuli, Rabu ini.

Martono, Ketua Tim Pemenangan KARSA mengatakan setiap pepanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan pilkada ulangan di Bangkalan dan Sampang harusnya langsung diusut oleh Panwas dan Polisi. Karena bukan tidak mungkin hal itu adalah ulah dari pihak-pihak yang ingin menyudutkan pasangan KARSA maupun KAJI. "KARSA justru berkepentingan agar kasus-kasus itu diusut tuntas," kata Martono pada The Jakarta Post.

Berdasarkan hasil quickcount tim KARSA, di Bangkalan, pasangan Soekarwo-Syafullah Yusuf unggul dengan nilai 254.221 suara. Sementara Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono hanya mendapatkan 144.216 suara. Sementara di Sampang, Soekarwo-Syafullah Yusuf unggul dengan nilai 211.265 suara, dibanding Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono yang memperoleh
147.513 suara.

Sementara itu Ketua PWNU Jawa Timur KH. Miftahul Ahyar menghimbau kepada KARSA maupun KAJI lebih legowo menerima apapun hasilnya pilkada ulangan ini. "Saya harap tidak ada lagi yang tuntut menuntut, karena besarnya jumlah dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pilkada," kata Miftahul Ahyar.

4 comments:

  1. Anonymous10:47 am

    Madura ...
    di pulau garam itu orang2nya masih primitif. mereka jelas2 belum siap berdemokrasi.
    demokrasi ala Madura adalah demokrasi bacok.

    ReplyDelete
  2. Anonymous10:49 am

    liat aja, sehari usai pilkada ulang, ada korban bacok yang harus menjalan iperawatan di rumah sakit.

    ReplyDelete
  3. Anonymous10:49 am

    liat aja, sehari usai pilkada ulang, ada korban bacok yang harus menjalan iperawatan di rumah sakit.

    ReplyDelete
  4. Anonymous5:05 pm

    iya. mungkin itu karena pendidikan yang minim.

    ReplyDelete