12 January 2009

Kebo-keboan Banyuwangi

photo by Iman D. nugroho

Masyarakat Desa Alas Malang, Banyuwangi, Jawa Timur menggelar acara adat bersih desa Kebo-Keboaan, Minggu (11/1) ini. Dalam acara itu, digelar kirab budaya di sepanjang jalan desa dan di persawahan kawasan desa, dengan simbolisasi kebo (kerbau) yang diperagakan oleh warga desa.


Kerbau atau Kebo (Jawa-red) bisa menjadi simbol kesetiaan. Dalam upacara adat Kebo-keboan di Desa Alasmalang, Kecamatan Sigojuruh, Kabupaten Banyuwangi, kesetiaan ala kerbau yang tanpa lelah melayani manusia dalam mengolah bumi itu, tergambarkan dengan dandanan dan tingkah laku bak kerbau yang dilakukan oleh warga desa.

Secara garis besar, upacara adat Kebo-keboan adalah bentuk rasa syukur warga desa Alasmalang kepada bumi. Selama ini, bumi dinilai telah memberikan banyak hal bagi kehidupan warga desa itu. Mulai tanah yang subur dan mudah ditanami, cuaca yang mendukung, hingga dataran yang indah. Belum lagi harmoni kehidupan semua makhluk hidup di kawasan itu yang tertata harmonis.

Warga Desa Alasmalang percaya, Kebo-keboan pertama kali digelar sekitar 300 tahun yang lalu oleh sesepuh desa bernama Buyut Karti. Saat itu, harmoni kehidupan Desa Alasmalang tiba-tiba dirusak oleh datangnya pagebluk atau wabah mematikan. Dikisahkan, dalam waktu beberapa jam saja, banyak warga desa yang meninggal secara tiba-tiba.

Buyut Karti yang dianggap sakti, memperoleh wangsit untuk melakukan ritual Kebo-keboan yang harus digelar pada tanggal 10 Muharram (bulan Islam) atau 10 Suro (bulan Jawa). Ritual itu diawali dengan selamatan di empat penjuru desa, penanaman gapura palawija di jalan masuk desa dan sesembahan 12 tumpeng. Ritual ditutup dengan ider desa (memutari desa) oleh kebo-keboan. Usai melakukan ritual itu, tiba-tiba pagebluk hilang.

"Sejak saat itu, warga Alas Malang melakukannya secara rutin," kata Indra Gunawan, keturunan Buyut Karti. Sosok "kerbau" dalam Kebo-keboan menjadi inti dari upacara ini. Entah mengapa, jumlah "kerbau" haruslah 18 ekor dan diperankan oleh penduduk asli Desa Alasmalang. Ke-18 orang itu dimakeup layaknya kerbau. Sekujur tubuh mereka dilumuri arang plus rambut palsu warna hitam beserta tanduk. Tidak lupa lonceng kayu berwarna hitam tergantung di leher layaknya kerbau.

Seluruh "kerbau" dimandikan di sumber air tak jauh dari desa setempat. Biasanya, usai dimandikan ke-18 "kerbau" itu akan tidak sadarkan diri karena kemasukan makhluk gaib penunggu desa. Polah tingkah mereka pun berubah layaknya kerbau. Menyeruduk siapa saja yang ada di depannya. Penonton pun berlarian menghindari serudukan "kerbau". Penonton yang tertangkap harus rela dilumuri arang hitam yang ada di sekujur tubuh "kerbau".

Puncak acara Kebo-keboan adalah prosesi membajak sawah dan menanam bibit padi. Peran kerbau dalam membajak sawah digantikan oleh "kerbau" Kebo-keboan. Saat itu, penonton yang ada di pematang sawah berebut mengambil bibit padi yang baru saja ditanam. Mereka percaya, bibit padi itu bisa digunakan sebagai jimat menolak bahaya dan jimat keberuntungan. Uniknya, saat penonton mengambil bibit padi itu, para "kerbau" mengamuk dan terus menyeruduk.

Kemeriahan pun tak terelakkan dalam proses itu. Penonton yang tertangkap harus rela bermandi lumpur sawah, karena bergulat dengan "kerbau". Awas,.."kerbau" menyeruduk!


No comments:

Post a Comment