15 December 2008

Siapa yang Akan Melindungi Jurnalis?

Iman D. Nugroho, Jakarta

Pemerintah, perusahaan media, organisasi profesi dan jurnalis, adalah pihak-pihak yang bisa melindungi jurnalis dalam kerja jurnalistiknya. Tanpa kesadaran dari pihak-pihak itu, jurnalis akan tetap bekerja dalam situasi yang berbahaya. Hal itu terungkap dalam diskusi awal Regional Conference on Creating a Culture of Safety in the Media in Asia-Pacific di Jakarta, 15-16 Desember 2008 ini.


Sejumlah 60 Jurnalis dari 11 negara yang berkumpul dalam forum itu menyadari, meskipun kondisi saat ini jauh lebih baik, namun upaya untuk terus meningkatkan kesadaran tentang keselamatan jurnalis masih perlu terus dilakukan. Peter Cave dari ABC Australia melihat adanya trens peningkatan kesadaran jurnalis itu. "Ada trend yang baik bagi upaya meningkatkan kesadaran atas keselamatan jurnalis dibandingkat saat saya pertama kali meliput, ini sangat penting," katanya.

Meski demikian, Maria Ressa dari Philipina menilai perlu dibuat regulasi khusus bagi jurnalis menyangkut keselamatan pekerjaannya. "Perlu ada protokol yang diterapkan di sebuah kawasan mengenai hal itu (keselamatan jurnalis), misalnya apa yang harus dilakukan dalam kondisi tertentu," kata Maria Ressa, salah satu panelis dari stasiun televisi ABS-SBN di Philipina.

Protokol yang akan dibuat itu hendaknya disosialisasikan tidak hanya di kalangan jurnalis, melain juga harus diketahui pihak-pihak lain. Seperti pemerintah dan masyarakat, agar terjadi situasi saling memahami antara jurnalis dan pihak-pihak lain yang bersinggungan dengan jurnalis. Karena dalam kenyataannya, justru pemerintah dan masyarakat adalah kelompok yang acap kali terlibat dalam gesekan keras dengan jurnalis.

Insany, reporter Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) di Ambon mengingatkan kembali situasi di Ambon, Maluku yang sangat membahayakan bagi jurnalis. "Saat konflik itu terjadi, situasi jurnalis benar-benar di ujung tanduk, masyarakat dan militer memposisikan jurnalis dalam posisi yang bisa menjadi korban kapan saja, pihak militer yang seharusnya melindungi jurnalis, justru seringkali membahayakan posisi jurnalis," katanya.

Kondisi senada diungkapkan Alwyn Alburo dari GMA 7 News Philipina. Di Philipina, kata Alwyn posisi jurnalis sangat menyedihkan. "Hanya satu statemen yang sebenarnya ingin kami dengar dari Presiden Philipina, yakni seruan untuk menghentikan kekerasan pada jurnalis," katanya.

Dalam laporan yang dirilis International News Sadety institute (INSI), selama ini ada 13 jurnalis yang tewas di Indonesia. Hal ini menyababkan Indonesia menempati posisi ke-19 dalam jajaran negara-negara yang pernah mengalami peristiwa yang berakibat matinya jurnalis. Sementara Philipina menempati posisi ke-5 dengan 54 jurnalis yang meninggal di negara itu. Posisi pertama ditempati oleh Iraq dengan 106 jurnalis.

Direktur INSI Rodney Pinder mengatakan, kondisi saat ini memposisikan keselamatan jurnalis sebagai hal yang sangat penting. Hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti pelatihan, pemberian peralatan keselamatan jurnalis dll. "INSI menyadari hal itu adalah hal yang mahal, namun keselamatan jurnalis adalah hal yang tidak ternilai harganya," kata Rodney.


No comments:

Post a Comment