19 November 2008

Abaikan Buruh, Gubernur Jatim Tetapkan UMK Sesuai Usulan Bupati/Walikota


Naskah dan photo by Iman D. Nugroho, Surabaya

Perjuangan buruh untuk memperbaiki nasibnya kembali terhambat. Pejabat Gubernur Jawa Timur Setia Purwaka menyatakan bahwa pemerintah akan menandatangani Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) sesuai dengan usulan bupati/walikota setempat, Rabu (19/11) ini. Padahal, usulan bupati/walikota itu jauh lebih kecil dari nilai yang dihasilkan Dewan Pengupahan Jawa Timur dan tuntutan buruh.


"Bagi saya, usulan bupati dan walikota yang dijadikan pedoman," kata Pj. Gubernur Jawa Timur Setia Purwaka. Lebih jauh Setia Purwaka mengatakan bahwa keputusan untuk menjadikan usulan bupati dan walikota sebagai pedoman dikarenakan keputusan itu akan dilaksanakan di kota dan kabupaten setempat.

Keputusan PJ Gubernur Jawa Timur ini jelas-jelas melanggar UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan, kenaikan UMK ditetapkan sesuai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dilakukan melalui survey oleh Dewan Pengupahan. Dewan Pengupahan adalah lembaga yang dibentuk dari unsur pemerintah, perwakilan serikat pekerja, perwakilan organisasi pengusaha, BPS, dan unsur akademis dari perguruan tinggi.

Dalam kasus kenaikan UMK di Jawa Timur, Pj. Gubernur Jawa Timur mengabaikan KHL Dewan Pengupahan yang menghasilkan UMK nilai Rp.970 ribu/bulan atau rata-rata naik 21 persen. Sementara usulan bupati dan walikota hanya mengusulkan nilai lebih rendah dengan nilai UMK Rp.940 ribu/bulan. "Tidak ada alternatif lain," kata Pj. Gubernur Setia Purwaka menegaskan.

Keputusan Setia Purwaka disambut kekecewaan buruh yang menggelar demonstrasi di Jl. Pahlawan, di sekitar Kantor Gubernur Jawa Timur, Rabu pagi hingga sore hari ini. Sekitar 3000-an buruh dari berbagai elemen buruh se-Jawa Timur itu meluapkan kekecewaan dengan menolak membubarkan diri. Hingga berita ini diturunkan, buruh tetap bertahan di Jl. Pahlawan. "Kita akan tetap di sini hingga ada perbaikan nasib," kata buruh dalam orasinya.

Dalam demonstrasinya, buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM) datang secara bergelombang. Di tengah guyuran hujan lebat, buruh dari elemen perusahaan metal datang terlebih dahulu di Jl. Pahlawan yang sudah di jaga dengan ratusan polisi bersenjata lengkap, plus watercanon dan blokade jalan.

Satu jam kemudian, massa ABM lain dari berbagai kota di Jawa Timur menyusul dalam rombongan yang jauh lebih besar. Karena jalanan dipenuhi oleh demonstran, polisi memutuskan untuk menutup seluruh Jl. Pahlawan dan mengalihkannya melalui jalur lain. Dalam orasinya, buruh menuntut Pemerintah Provinsi Jawa Timur punya keberanian untuk menolak SKB 4 menteri yang jelas-jelas tidak memihak buruh. Terutama pasal yang menyebutkan kenaikan UMK sesuai pertumbuhan ekonomi nasional. Hanya sekitar Rp.880 ribu/bulan.

Dalam dialog antara perwakilan buruh dan pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang diwakili Ketua Dinas Ketenagakerjaan Jawa Timur Baharuddin terungkap, Pemerintah Provinsi Jawa Timur tidak punya niatan untuk memihak buruh dengan menolak pelaksanaan SKB. "Bukan kewenangan saya untuk itu," kata Baharuddin enteng. Hanya saja, Baharuddin meyakinkan, keputusan UMK, seperti yang dikatakan Pj. Gubernur Jawa Timur Setia Purwaka, akan lebih besar dari SKB.

Perwakilan buruh yang berdialog mengaku kecewa dengan jawaban pemerintah. "Kami sudah datang ke sini untuk berdialog seperti ini berkali-kali, tapi tetap saja nggak ada perubahan, kita akan datang dengan massa buruh yang jauh lebih besar," kata Jamaluddin, koordinator Aliansi Buruh Menggugat (ABM). Dalma demonstrasi itu ABM mendesak Pj. Gubernur Jawa Timur agar menetapkan kenaikan UMK 100 persen dari KHL, dan berani menganulir keputusan Dewan Pengupahan atau usulan Bupati dan Walikota yang nyata-nyata melanggar UUD dan Hukum.

ABM juga mendesak Pj. Gubernur untuk tegas berani menolak SKB 4 menteri, mereformasi sistem, mekanisme dan proses pengupahan menuju upah layak. "Pemprov Jatim juga harus bertanggungjawab atas kemiskinan di kalangan buruh sebagai akses kebijakan UMK yang rendah," kata Jamaluddin.

No comments:

Post a Comment