19 August 2008

Inikah Kemerdekaan?

Agung Purwantara

Sebagai negara yang berketuhanan, sungguh tidak bersyukur bila kita mengatakan kemerdekaan ini bukan karena anugerah ilahi. Meskipun para pejuang meraihnya dengan susah payah, mengorbankan harta dan jiwa raga, semua karena anugerah ilahi juga. Kita harus bersyukur, pertama dan yang utama, kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berikutnya kepada para pejuang yang dengan gigih meraih kemerdekaan negeri tercinta ini dari para penjajah.


Kemerdekaan adalah hak asasi setiap manusia. Juga hak setiap bangsa. Kemerdekaan adalah hal dasar yang diberikan oleh Tuhan. Maka pelanggaran terhadap hak merdeka adalah penjajahan dan pengingkaran anugerah Tuhan. Maka wajib setiap manusia dan setiap bangsa untuk merdeka dan tidak menjajah bangsa lainnya. Setiap perjuangan meraih kemerdekaan adalah ibadah. Mati dalam perjuangan meraih kemerdekaan adalah sahid.

Maka, sungguh mulia mereka manusia Indonesia yang rela mengorbankan jiwa raganya untuk kemerdekaan Indonesia tercinta. Wajib bagi kita untuk memuliakan mereka yang pernah berjuang mewujudkan Indonesia merdeka. Tidak bersyukur kepada Tuhan mereka yang tidak bersyukur kepada manusia. Maka kita wajib berterimakasih kepada para pejuang kemerdekaan.
Tidak terasa, Indonesia telah 63 tahun merdeka. Setiap tanggal 17 Agustus, hari bersejarah ini kita peringati. Tetapi semakin lama, generasi Indonesia tidak lagi menganggapnya sesuatu yang istimewa. Biasa saja. Hari kemerdekaan adalah hari diadakan upacara bendera di halaman sekolah dan kantor-kantor pemerintahan. Setelah itu selesai. Bulan Agustus, bagi generasi sekarang adalah perayaan kegembiraan karena banyak acara perlombaan dan hiburan diadakan. Hanya itu..

Wajah Indonesia yang cantik, untaian kalung zamrud katulistiwa, ibu pertiwi yang pernah dibela mati-matian, kini terlihat glamour. Gedung-gedung bertingkat telah menghiasi kota-kota besar. Jalan-jalan aspal telah sampai ke pelosok-pelosok desa. Sekolah-sekolah sebagai sarana pendidikan telah berdiri merata di setiap daerah. Namun, semua itu seakan sebuah ironi, apabila kita mengenang kembali cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Setelah sekian tahun kemerdekaan telah diraih, kita merasa semakin tidak merdeka. Terlalu banyak orang yang menyianyiakan anugerah agung kemerdekaan ini. Dahulu, sangat sedikit anak negeri yang berkuasa. Yang berkuasa hanyalah para penjajah. Sekarang, anak negeri telah memegang kekuasaan di alam kemerdekaan ini. Tetapi sedikit sekali yang meneruskan cita-cita perjuangan untuk kemerdekaan.

Sekarang, penjajah-penjajah baru telah lahir. Penguasa-penguasa telah muncul, tetapi tanpa semangat memerdekakan bangsanya. Mereka malah bekerja sama dengan para penjajah baru untuk mengeruk untung dari negeri mereka sendiri. Mengesampingkan, rakyat yang masih rindu pada kemerdekaan yang sejati.

Mereka, rakyat bangsa ini pun ingin merasakan nikmatnya alam kemerdekaan. Tetapi pada kenyataannya, rakyat semakin sulit mengenyam pendidikan yang layak, perawatan kesehatan semakin mahal, kesempatan bekerja semakin sempit. Kemiskinan yang merajalela.
Sebuah ironi, wajah pertiwi yang semakin cantik ini, masih saja mengisahkan kepiluan di alam kemerdekaan ini. Anak-anak bangsa ini sudah kehilangan semangat pejuang, kehilangan semangat sebagai bangsa merdeka dan memerdekakan bangsanya. Sebagian besar larut dalam pesta pora yang semakin jauh dari cita-cita mulia, menjadi bangsa yang adil dan makmur.

Semangat persatuan makin kendor saja. Keadilan adalah bila hasrat pribadi atau kelompoknya terpenuhi, tidak peduli orang lain dan kelompok lain merana. Makmur adalah bila pribadi mendapatkan fasilitas negara. Menari di atas penderitaan bangsanya sendiri. Berkuasa adalah kesempatan untuk menindas bukan mengayomi yang mendaulatnya.

Inikah yang dicita-citakan para pejuang kemerdekaan itu? Merdeka adalah kesempatan mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya. Merdeka adalah bebas mengumbar nafsu birahi. Merdeka adalah menindas orang lain. Merdeka adalah bebas melanggar hukum. Sungguh, saat ini para pejuang itu akan bersedih hati. Anak-anak bangsa ini sudah tidak lagi menghargai darah dan nyawa mereka. Meski setiap 17 Agustus mereka berteriak, Merdeka!


No comments:

Post a Comment