17 July 2008

Perjuangan Mengubah Peta Berdampak Terus Berlangsung

Iman D. Nugroho

Perjuangan warga korban semburan lumpur panas dan berbahaya Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, terus berlangsung. Masyarakat tiga desa yang selama ini belum dimasukkan ke dalam peta terdampak lumpur kembali bergejolak. Sebagian pergi ke Jakarta untuk bertemu Presiden SBY, sebagian lagi memilih untuk memberi support di daerahnya.


Salah satu koordinator warga tiga desa, Desa Besuki, Desa Pajarakan dan Desa Kedungcangkring yang ada di Jakarta, Ali Mursyid mengatakan, Kamis (17/07) ini adalah hari ke-5 perwakilan tiga desa berjuang di Jakarta. Saat dihubungi, Ali Mursyid dan 80 orang perwakilan lainnya sedang melakukan demonstrasi di depan Istana Negara, Jakarta. “Tuntutan kami tidak berubah, kami ingin Peraturan Presiden (Perpres) No.14 tahun 2007 diubah. Beberapa kawasan yang awalnya tidak dimasukkan sebagai wilayah terdampak, dimasukkan ke dalam peta terdampak,” kata Ali pada The Jakarta post, Kamis.

Perpres No.14 tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang menjadi dasar penyelesaian kasus semburan lumpur Lapindo, memang banyak menuai kecaman. Salah satunya karena Perpres No.14 bertentangan dengan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memprasyaratkan beban risiko perusakan lingkungan kepada pelaku (dalam hal ini adalah Lapindo Brantas Inc). Padahal dalam Perpres No.14justru beban resiko itu dialihkan kepada negara melalui APBN.

Selain itu, Perpres itu juga dianggap melanggar HAM karena mengabaikan hak warga Porong, Sidoarjo lain yang juga ikut terdampak semburan lumpur. Disebutkan dalam Perpres no.14 itu, Lapindo Brantas Inc hanya bertanggungjawab membeli tanah dan bangunan milik masyarakat di 5 desa terdampak Lapindo. Padahal kenyataannya, jumlah desa yang terkena jauh lebih banyak, hingga 11 desa. “Termasuk tiga desa kami, Kedungcangkring, Pejarakan, dan Besuki,” kata Ali.

Sayangnya, kata Ali, sejak hari pertama kedatangan perwakilan tiga desa ke Jakarta, Minggu lalu hingga saat ini, tuntutan mereka untuk bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, masih belum bisa dipenuhi. “Tidak ada yang menemui kami, tidak apa-apa, yang pasti kami akan terus berjuang di Jakarta, sampai keinginan kami terpenuhi,” katanya.

Sementara itu dari Porong, Sidoarjo, sekitar 100-an warga Desa Besuki melakukan aksi demonstrasi untuk mendukung perjuangan perwakilan yang ada di Jakarta. Aksi itu berupa blokade jalan bekas jalan tol Porong-Gempol. Tidak tanggung-tanggung, dalam aksi Rabu (16/07) lalu itu, warga menjadikan pipa pembuangan lumpur sebagai alat blokade jalan. Aksi itu membuat arus di Jl. Raya Porong, Sidoarjo terjebak dalam kemacetan parah.

Mobil-mobil yang biasanya menggunakan jalur alternatif itu untuk menghindari kemacetan di Jl. Raya Porong, terpaksa berbalik arah kembali ke Jl. Raya Porong. Penumpukan kendaraan membuat macet semakin panjang hingga 5 Km. Kendaraan roda empat yang keluar dari pintu keluar tol Porong, diarahkan kembali ke Kota Sidoarjo, karena Jl. Raya Porong tidak lagi bisa menampung volume kendaraan yang menumpuk.

Lala Saputra, salah satu demonstran warga Desa Besuki mengatakan, dirinya meminta maaf kepada pengendara yang terjebak di Jl. Raya Porong. Karena semua yang dilakukan warga Desa Besuki dan tiga desa lainnya, adalah upaya menuntut hak. “Kami meminta maaf, ini adalah salah satu upaya untuk mununtut hak kami,” katanya pada The Jakarta Post.

Sementara itu, Rabu kemarin, Menteri Koordinasi dan Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Aburizal Bakrie untuk pertama kalinya mengunjungi korban lumpur Lapindo. Jelas bukan korban lumpur di Pasar Baru Porong atau di desa terdampak yang belum masuk ke peta berdasarkan Perpres no.14 2007, melainkan korban lumpur yang menerima ganti rugi resetlement di perumahan Kahuripan Nirwana Village (KNV), Kabupaten Sidoarjo.

Uniknya, kunjungan Aburizal ke korban lumpur Lapindo bukanlah kunjungan resmi, melainkan kunjungan “dadakan” setelah menghadiri Rakernas Partai Bintang Reformasi (PBR) di Hotel JW Marriott. Karena itu jugalah, “hanya” Wakil Bupati Syaiful Illah yang menemani orang terkaya di Indonesia itu. Itupun, Syaiful datang terlambat sekitar 30 menit.

No comments:

Post a Comment