11 July 2008

BUMN Masih Belum Mampu Mengatasi Alutsista TNI

Iman D. Nugroho

Kebutuhan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih belum bisa terpenuhi oleh Badan Usaha Milk Negara (BUMN) nasional sebagai produsen alutsista. Kualitas, harga dan waktu pembuatan, menjadi tiga titik lemah BUMN dalam memenuhi kebutuhan alutsista. Belum lagi soal minimnya dana dan regulasi pemerintah yang membuat alutsista terpuruk.


Hal itu yang menjadi inti pembicaraan dalam Forum Triwulan Penentu Kebijakan Pengguna dan Produsen Bidang Alutsista di PT. PAL Surabaya, Jumat (11/07/08) ini. Hadir dalam forum itu Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan dan Keamanan Syafrie Syamsuddin, jajaran logistik TNI AL, AU dan AD dan direktur BUMN produsen alutsista. Seperti PT. Pindad, PT. Dirgantara Indonesia (DI), PT.PAL dan PT. Dahana. Juga perwakilan departeman terkait, seperti Departemen Keuangan, Bapenas, Menteri Negara BUMN dll.

Masukan dari TNI-AU misalnya menilai PT. Dirgantara Indonesia belum bisa memenuhi permintaan TNI-AU untuk pembuatan pesawat. Sementara TNI-AL meminta PT.PAL untuk segera memenuhi peralatan pembuatan kapal selam yang sangat dibutuhkan AL. Sementara TNI-AD meminta PT. PINDAD segera membuat kebutuhan amunisi kaliber besar, seperti yang dibutuhkan meriam.

Meski demikian, TNI tetap mengharapkan BUMN mampu mengejar semua ketertinggalan itu dan menjadi andalan TNI dalam pemenuhan alutsista. Bila perlu harus pula didorong adanya transfer teknologi dari negara maju untuk kebutuhan produksi alat tempur dalam negeti. “Kita harus terus memperbaiki diri dan jangan tergoda dengan teknologi yang ditawarkan oleh barat, ambil teknologinya,” kata Marsekal Muda TNI Amirullah Amin, Asrenum Panglima TNI dalam forum itu.

DR. Ir. Muhammad Said Didu, Sekretaris Kementerian BUMN mengatakan, tidak maksimalnya pemenuhan alutsista oleh BUMN disebabkan karena kondisi BUMN nasional memang tidak sepenuhnya “sehat”. Naik turunnya kondisi itu seperti terlihat di PT. DI dan PT. PAL. “Saat PT. DI mulai sehat, gantian PT. PAL yang kena sakit flu,” kata Said. Karena itulah, perlu dipikirkan untuk menyusun holding BUMN Pertahanan. BUMN Pertahanan yang dimaksud adalah satu lembaga yang menaungi semua BUMN yang merupakan produsen alutsista.

Data yang dilansir Bapenas dalam forum itu menyebutkan, setidaknya akan dikucurkan dana sebesar USD. 200 juta kepada PT. Pindad dan PT. DI untuk beberapa program alutsista seperti pengadaan panser dan pesawat terbang. Sedangkan pada tahun 2010, akan segera dianggarkan USD. 40 juta- 3 miliar untuk pemenuhan alutsista yang lain. “Pemerintah juga akan memberikan pinjaman, dan akan segera ditandatangani oleh Presiden SBY,” kata Eril Herliyanto dari Direktorat Jenderal Perencanaan Pertahanan TNI . Namun perlu diingat, pinjaman dalam negeri dibatasi oleh tahun anggaran dan kemampuan negara.

Sementara PT.PAL saat ini tengah menyelesaikan 2 unit kapal landing plat form (LPD) pesanan TNI-AL. Meski demikian, Direktur Utama PT PAL Indonesia Ir Adwin Suryohadiprojo mengatakan, meski PT.PAL sudah terbukti mampu membuat kapal perang pesanan TNI, namun untuk pemesanan kapal perang jenis kapal selam, masih belum mampu dilakukan. “Kalau ada pemesanan kapal selam, mungkin akan dibuat di dok lain dengan berkolaborasi antara PT.PAL dan perusahaan lain,” kata Adwin.

PT.PAL berhasil memproduksi berbagai jenis kapal perang, seperti kapal patroli cepat dan korvet yang dilengkapi oleh berbagai fasilitas tempur modern. PT.PAL juga berhasil melakukan overhaul kapal selam KRI Cekra dan KRI Nanggala milik TNI-AL. Menjawab pertanyaan wartawan, Adwin menegaskan perihal penundaan program Korvert Nasional yang dulu pernah dicanangkan. Semua dikarenakan persoalan dana yang minim. “Saat ini ada program baru yang dibuat di PT.PAL, program itu segera dilakukan,“ katanya tanpa mendiskripsikan apa program baru itu.

Ada tiga keputusan penting dalam forum kali ini. Yang pertama adalah perlu terus diperhatikan kualitas, harga dan waktu pembuatan alutsista. Baik yang sudah maupun yang akan diproduksi. Kedua, TNI sebagai pengguna harus mengajukan kebutuhan sesuai yang ditetapkan, sehingga bisa dipahami. “Keputusan ketiga adalah proses pengadaan tidak usah memperhatikan counter trade dari luar negeri, dan straight pada kemandirian nasional dan mendorong transfer teknologi kepada Indonesia,” kata Eril Herliyanto dari Direktorat Jenderal Perencanaan Pertahanan TNI.

Satu hal yang patut dicermati adalah posisi BUMN Indonesia sebagai produsen alutsista yang cukup kompetitif. Salah satu contohnya adalah amunisi jenis APR 6x6 produksi PT. Pindad. Dengan kemampuan dan mutu yang tidak jauh beda dengan BAP buatan Prancis, namun APR 6x6 memiliki harga yang jauh lebih murah Rp.3 miliar.

Sekjen Departeman Pertahanan (Dephan) Syafrie Sjamsuddin meminta TNI dan BUMN atau pihak yang terkait dengan alutsista untuk mengawal kemandirian bangsa dalam pemenuhan alutsista. “Semua ada tahapannya, yang pasti untuk kemandian bangsa dalam alutsista,” kata Syafrie.

No comments:

Post a Comment