12 June 2008

Terpeleset Kasus Sarang Walet

Rahmad Sumanjaya

Kasus pencurian sarang walet yang sudah digelar di pengadilan, memunculkan banyak pertanyaan. Barang bukti senilai Rp.48 juta, lenyap entah kemana. Banyak yang akan terpeleset kasus sarang walet?


Sidang lanjutan pencurian sarang walet atas terdakwa Idola Tri Candra yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (12/6) segera memasuki tahap akhir. Dalam persidangan tersebut salah seorang tim penasihat hukum terdakwa yang diwakili Winarni SH membacakan duplik dan memohon kepada majelis hakim agar memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya. Sidang yang berakhir pukul 14.35 wib kemarin, akan digelar kembali Senin, (16/6) untuk pembacaan putusan oleh majelis hakim.

Idola Tri Candra (24), gadis yang sudah empat tahun bekerja di perusahaan sarang burung walet milik Arief Soeharsah, bersama tiga orang tersangka lain didakwa mencuri sarang walet seberat 4 kilogram dengan nilai Rp 48 juta. Terdakwa dituntut hukuman selama 1,5 tahun. Namun dalam pemeriksaan, terdakwa tidak terbukti mendapat keuntungan apapun dari perbuatan pidana yang dituduhkan kepadanya tersebut.

Dalam pledoi (risalah pembelaan) Idola menjelaskan adanya keganjilan-keganjilan dan keraguan terhadap bukti yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dari sekian banyak barang bukti, tidak ada yang disita dari terdakwa atau yang menghubungkan terdakwa dengan kejadian yang didakwakan JPU. Terlebih lagi JPU tidak bisa menunujukkan bukti kunci terjadinya pencurian ini mengingat tidak ada sarang burung yang disita. Muncul berbagai spekulasi tentang posisi sang walet yang didakwakan telah dicuri itu.

Menurut Wiriani SH, berdasarkan alasan-alasan dan pembuktian sebagaimana terurai dalam pembelaannya tersebut, terdakwa Idola Tri Candra secara meyakinkan tidak terbukti bersalah melanggar pasal 363 (1) ke -4 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Selanjutnya Wiriani memohon kepada majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya agar membebaskan Terdakwa (Vriijspraak) atau, melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van rechs Vervolging) dan membebankan ongkos perkara kepada Negara.

Sementara itu, siang kemarin puluhan pemuda yang mengatasnamakan ASPR (Arek Suroboyo Pro Revolusi) mendatangi perusahaan milik Arief Soeharsah atau biasa dipanggil Bin Ho di jalan Kertajaya Indah Timur no. 110 Surabaya. Secara bergantian, mereka berorasi di depan perusahaan sarang burung walet yang mirip rumah hunian mewah tersebut. “Yang terjadi bukan pidana pencurian! Selain dijaga polisi dan Satpam, jika setiap pulang kerja, karyawan perempuan dibuka BH dan celana dalamnya oleh penjaga gudang. Yang terjadi adalah pelecehan,” koar Katno, seorang peserta aksi.

Dalam orasinya, mereka juga sangat menyesalkan posisi buruh di negeri ini yang masih saja terus-menerus menerima ketidakadilan saat berhadapan dengan hukum dan pengusaha atau pemilik modal.

Aksi solidaritas yang berlangsung sekitar setengah jam ini menarik perhatian orang-orang yang kebetulan berada di sekitar rumah tersebut. Orang-orang ini ikut bergerombol untuk melihat peristiwa yang terjadi bahkan ikut berkomentar. “Sepertinya ini adalah contoh pengusaha hitam yang selalu menggelapkan pajak,” ujar seorang penonton aksi yang enggan disebut namanya.

No comments:

Post a Comment