09 May 2008

Jurnalis Tempo Situbondo Diintimidasi

Press Release

Upaya intimidasi dan pemaksaan terhadap jurnalis terjadi di Situbondo-Jawa Timur, kamis (9/05) siang kemarin. Kasus itu menimpa Kukuh Setyono, Koresponden TEMPO untuk wilayah Situbondo dan Banyuwangi. Kukuh diintimidasi, dipaksa bahkan sempat dibawa ke Mapolres Jember oleh staf Dispendiknas Situbondo, karena tidak bersedia membocorkan narasumbernya terkait berita yang dibutnya dalam Koran Tempo, rabu (7/05) tentang jawaban ujian nasional yang bocor kepada siswa peserta Ujian nasional di SMPN I banyuglugur Situbondo.


Intimidasi dan pemaksaan pertama terjadi pukul 10.30 wib di ruang kerja kepala Dispendiknas Situbondo. Saat itu, setelah Dispendiknas Situbondo melakukan konferensi pers menanggapi berita bocornya jawaban soal Ujian Nasional dengan sejumlah wartawan Situbondo, Kukuh dipanggil secara khusus ke ruang kerja Kepala Dispendiknas Situbondo, Drs. Fathor Rohman. Selain Kepala Disperndiknas, dalam ruangan itu Kukuh dihadapi oleh sejumlah staf dispendiknas Situbondo, Panitia Unas, Tim Pemantau Independent (TPI) provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Situbondo , serta anggota Mapolres Situbondo. Semuanya berjumlah lebih 10 orang. Dalam ruangan itu, Kukuh dipaksa untuk memberitahukan siapa narasumber yang memberikan informasi.

Malahan, dalam kesempatan itu Kukuh diminta menghadirkan nara sumbernya hari itu juga oleh pimpinan dan staf Dispendiknas dan anggota TPI. Namun Kukuh tetap bersikukuh untuk tidak memberitahukan narasumbernya. Hingga sekitar 40 menit kemudian, Kukuh tetap tidak mau mengungkapkan narasumbernya. Akhirnya para pejabat itu menyimpulkan bahwa informasi dalam pemberitaan Koran Tempo edisi rabu (07/05) tentang kebocoran jawaban soal Unas di SMPN I Situbondo dianggap berita bohong dan tidak terbukti kebenarannya. Mereka juga menganggap bahwa Kukuh yang tidak bisa menunjukkan Kartu Pers dari tempatnya bekerja yakni PT. Tempo Inti Media, (karena memang masih dalam masih baru sekitar 2 bulan bekerja) tidak bisa dianggap sebagai jurnalis atau wartawan yang benar-benar bekerja dengan baik dalam melakukan tugas jurnalistik.

Setelah pertemuan itu dianggap selesai, Kukuh kembali melakukan tugas jurnalistik. Namun ketiak dia membuat dan mengirim berita kepada redaksi Tempo News Room (TNR), dia mendapat telepon dan sms berisi undangan bertemu dengan Kepala Bidang (Kabid) Sarana dan Prasana Dispendiknas Situbondo, Dwi Totok. Kukuh akhirnya menyanggupi dan bersedia bertemu pukul 16.00 wib.

Pertemuan tersebut berlangsung di restoran ayam goreng Pemuda di kawasan Kota Situbondo. Dalam pertemuan itu, Dwi Totok mengaku sengaja ingin berbicara secara pribadi dengan Kukuh. Namun kenyataannya, Dwi totok baru dating ke restoran itu pukul 18.30 wib.

Dalam pertemuan 'empat mata' itu, Dwi kembali meminta Kukuh untuk memberitahukan
Siapa saja narasumbernya dan bukti-bukti bocoran jawaban soal Unas yang diperolehnya dalam proses reportase yang telah dilakuka Kukuh. Bahkan Dwi juga sempat mengeluarkan kata-kata ancaman, "Jika ada tidak mau memberikan keterangan siapa nara sumber berita yang anda buat, secara kekeluargaan, maka kami akan menempuh jalur hukum. Apakah anda sudah siap?.

Dwi juga menyatakan bahwa dirinya meragukan indentitas kewartawanan Kukuh karena tidak bisa menunjukan kartu pers maupun surat tugas. Dia juga menganggap Kukuh sebagai wartawan Tempo, yang tidak berperasaan dan sangat tega. "Anda tidak punya perasaan dan tega, dengan membiarkan nara sumber anda (siswa) mengalami tekanan psikologis dan kemungkinan besar jenjang akademis jika dia diperiksa oleh kepolisian. Anda hebat! ,".

Namun Kukuh tetap pada pendiriannya. Dia tetap tidak bersedia memberikan data dan nama-nama narasumbernya. Dwi kembali melontarkan kata-kata bernada intimidasi dan ancaman kepada Kukuh.

Mendapat ancaman, Kukuh menantang Dwi Totok untuk menyelesaikan kasus itu secara hokum. Apalagi, Kukuh sudah mendapatkan jaminan bahwa dari nara sumber dan keluarganya, bahwa mereka siap dengan segala konsenkuensi, jika memang ada proses hukum dari Dispendiknas Situbondo. Dia pun bersedia mengalah, dengan menuruti ajakan dan tantangan Dwi Totok yang hendak melaporkan kasus tersebut dan meneruskannnya secara hokum ke Mapolres Situbondo.

Akhirnya, pukul 19.15 WIB, Kukuh dan Dwi bersepakat bahwa malam itu juga mereka berdua akan menghadap Kabag Bina Mitra Polres Situbondo, Kompol Taufik Rakhman di Malpolres Situbondo. Mereka lantas bersama-sama menuju ke Polres Situbondo dan menunggu sekitar setengah jam lebih untuk menemui Taufik yang ternyata tidak ada di tempat.

Selama menunggu tersebut, permintaan untuk mengungkapkan nama siapa nara sumber berita tetap dilontarkan oleh Dwi Totok. Bahkan pernyataan "tidak punya perasaan dan sangat tega" terus dikatakan berulang-ulang oleh Dwi Totok.

Sekitar 1 jam kemudian, dua orang koresponden TV One, Samsul Choirie dan Suyanto mendatangi Mapolres Situbondo. Mereka lantas membawa Kukuh pergi dari tempat itu dan meninggalkan Dwi Totok. Saat itu, Dwi totok masih sempat meminta kedua koresponden TV One untuk memberikan rekaman gambar dan nama-nama narasumber kasus bocornya jawaban soal Unas itu (selain Kukuh, korsponden TV One juga sempat melakukan reportase kasus itu dan menemui narasumber yang sama dengan yang ditemui Kukuh). Namun para koresponden TV One itu juga menolak tegas permintaan Dwi dan meminta Dwi melakukan upaya hukum secara pribadi maupun institusi Dispendiknas Situbondo, jika memang menginginkan rekaman wawancara dengan nara sumber dan menganggap liputan kasus itu tidak benar.

Menyikapi sikap tindakan Kepala dan anggota staf Dispendiknas Situbondo itu, Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember menyatakan sikap:

1. Mengutuk dengan tegas segala bentuk aksi ancaman, intimidasi dan pemaksaan yang yang telah dilakukan secara bersama-sama dan secara pribadi oleh Kepala Dispendiknas Situbondo, Drs. Fathor Rohman, Kepala Bidang (Kabid) Sarana dan Prasana Dispendiknas Situbondo, Dwi Totok, serta para stafnya kepada Kukuh Setyono. Karena
Bagaiamanpun, sikap dan tindakan mereka itu merupakan ancaman bagi jurnalis/wartawan yang merupakan ancaman bagi kebebasan pers yang juga berarti ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia.

2. Mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus bocornya jawaban soal Ujian Nasional di SMPN I Banyuglugur-Situbondo, dan di sekolah lain di wilayah Situbondo.

3. Mendesak kepada Bupati Situbondo, Kepala Dinas Pendiikan Nasional Propinsi Jawa Timur, Gubernur Jawa Timur dan Menteri Pendidikan Nasional RI, untuk memberikan sanksi tegas kepada Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Situbondo, Kepala Bidang (Kabid) Sarana dan Prasana Dispendiknas Situbondo, Dwi Totok dan sejumlah stafnya yang telah melakukan tindakan tidak terpuji dengan mengintimidasi dan memaksa jurnalis TEMPO Kukuh Setyono.

4. Mendesak Kepala Dispendiknas Situbondo, Drs. Fathor Rohman dan Kepala Bidang (Kabid) Sarana dan Prasana Dispendiknas Situbondo, Dwi Totok untuk meminta maaf secara terbuka kepada jurnalis/wartawan yang telah mereka intimidasi dan kepada publik secara luas melalui media massa.

5.Menyerukan kepada segenap jurnalis/wartawan dan elemen pro demokrasi untuk merapatkan barisan melawan segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis/wartawan.

6. Meminta aparat pemerintah di Situbondo mulai dari tingkat Bupati, Ketua DPRD, kepala dinas/badan hingga aparat desa dan tokoh masyarakat untuk memahami profesi jurnalistik, serta turut memberikan perlindungan kepada jurnalis yang sedang bertugas. Bagi pihak yang tidak puas dengan pemberitaan pers, dapat menggunakan hak jawab, hak koreksi, atau melaporkan media/wartawan kepada Dewan Pers, Sebagaimana diatur dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Jember, 09 Mei 2008

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember

Ketua,
Mahbub Djunaidy
Koordinator Divisi Advokasi,
M Dawud


Tembusan
1. Menteri Pendidikan Nasional
2. Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur
3. Bupati Situbondo
4. Kapolres Situbondo
5. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo
6. Tempo Biro Jawa Timur
7. Media massa

No comments:

Post a Comment