03 February 2008

Kepiting Raksasa di Atas Klenteng

Entah mengapa, tiba-tiba perahu milik seorang perantauan Thionghoa di tanah Jawa itu tidak bisa melanjutkan perjalanan. Saat layar dikembangkan dan dayung dikayuh, perahu itu malah berputar-putar di sekitar Pantai Tuban, Jawa Timur. Dua abad lalu, Pantai Tuban masih dipenuhi oleh rawa-rawa dan kepiting liar.

Sang perantau ini pun mengambil batang-batang jiamsi (ramalan syair).Ia meminta Dewa Kwan Sing Tie Koen (Dewa Kebijaksanaan) memberi petunjuk tentang semua fenomena aneh itu. "Apakah Dewa ingin aku menetap di sini?" tanya sang perantau sebelum memulai menggoyang-goyang jiamsi.

Tiga kali proses meramal, hasilnya tetap sama. "Akhirnya, sang perantau itu pun memutuskan untuk tinggal di Pantai Tuban, Jawa Timur dan membangun klenteng yang diberi nama Kwan Sing Bio atau klenteng Dewa Kebijaksanaan," kata Hendra Susanto, rohaniawan di Klenteng Kwan Sing Bio pada The Jakarta Post, Sabtu (2/2/08)

Tuban terletak 90 Km wilayah barat Surabaya. Sejak dulu, wilayah ini merupakan wilayah yang penting, karena terletak di tepi pantai dan sebagai pelabuhan utama jaman Kerajaan Mojapahit. Ketika era Islam mulai masuk, Tuban pun menjadi salah satu titik penting. Anggota Wali Songo yang merupakan penyebar Islam di Jawa, Sunan Bonang atau Maulana Makdum Ibrahim, dimakamkan di belakang Masjid Jami' alun-alun kota.

Klenteng Kwan Sing Bio yang melegenda itu terletak di sebelah barat kota Tuban. Tempat ibadah umat Tri Dharma yang dikenal dengan sebutan klenteng Kepiting itu menjadi salah satu trade mark. Hendra Susanto menceritakan, proses pembangunan klenteng Kwan Sing Bio bukan proses yang mudah.

Dengan tertatih-tatih klenteng itu mulai dibangun di atas rawa-rawa yang penuh kepiting. Tanaman liar dibabat. Tanah diratakan, seiring tumpukan kayu yang ditata menjadi klenteng. Kepiting liar yang merupakan mahkluk hidup asli wilayah itu dijadikan ciri khas klenteng Tri Dharma Kwan Sing Bio.

Di tempat seluas lebih dari lima hektar itu, Klenteng Kwan Sing Bio dibagi menjadi beberapa bagian. Tempat pemujaan dan doa, yang juga merupakan bangunan tertua klenteng, terletak di bagian depan. Di sampingnya berdiri tempat pembelajaran bahasa Mandarin, peramal jiamsi dan kantor sekretariat.

Di bagian tengah dibangun hall, bersebelahan dengan taman berarsitektur Thiongkok, plus danau kecil dan jembatan yang melintas di atasnya. Paling belakang, yang juga bangunan paling luas, berdiri tempat serbaguna. Yang sekaligus menjadi tempat menginap. Hingga kini proses pembangunan masih berlangsung.

Kepiting adalah simbol khas klenteng Kwan Sing Bio. "Pas sekali, karena ajaran Tri Dharma mempercayai kepiting sebagai hewan yang dipilih dewa untuk melindungi mereka yang berada di Tuban," kata Hendra. Penghormatan kepada mahkluk laut seperti kepiting ditunjukkan dengan tidak pernahnya umat Konghucu, Tao dan Budha menyajikan kepiting sebagai sesembahan kepada dewa.

Keunikan lain menyangkut kepiting, tampak dari bentuk kota Tuban yang mirip dengan bentuk Kepiting dengan dua capit. "Capit Pertama letaknya di Klenteng Tjoe Ling Kiong (Dewi Laut) di Alun-Alun Kota, capit kedua di Klenteng Kwan Sing Bio," kata Hendra sambil menggambar peta Kota Tuban. Di dua klenteng itu, juga terdapat dua mata air tawar. Hal yang unik karena keduanya terletak di wilayah pantai.

No comments:

Post a Comment