04 February 2008

"Kami hanya bisa memantau tinggi air bengawan?"

Recovery Wilayah Banjir Bojonegoro Berlangsung Lambat

Langit yang putih dan rintik gerimis menghiasi Minggu (3/2/08) siang di Desa Kanor, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro. Jalanan sepi. Sawah dan tegalan yang membentang di desa itu, minim aktivitas. Penduduk memilih untuk diam di rumah, berkumpul dengan keluarga. "Bila kondisinya seperti ini, kami hanya bisa memantau tinggi air bengawan, kalau air mulai naik, kami akan kembali mengungsi," kata Eko Prayitno, penduduk Kanor.

Lebih sebulan lalu, Desa Kanor Bojonegoro menjadi kawasan terparah banjir yang merendam 15 kecamatan di kabupaten itu. Bersamaan dengan terendamnya kawasan yang dilewati sungai Bangawan Solo mulai Jawa Tengah hingga Jawa Timur, air memporak-porandakan Kanor.

Sejumlah 17 dam dan jembatan yang ada di Desa Kanor, jebol. Deras air merendam ribuan hektar sawah siap panen, rumah dan perabotan serta menghilangkan sekolah dan makam desa. Ribuan orang mengungsi. Beruntung, tidak ada korban jiwa di desa itu.

Memang, dibanding saat banjir, kondisi desa yang terletak 40 Km dari Kota Bojonegoro itu, sekarang jauh lebih baik. Namun, bekas-bekas banjir, yang oleh penduduk desa disebut kiamat kecil, masih menyengsarakan penduduk desa. Jalan desa kini tidak lagi nyaman dilewati. Sejumlah 17 dam dan jembatan yang rusak menjadi salah satu penyebabnya. Tanah kapur dan tanah liat yang digunakan untuk dam darurat, tidak ubahnya jebakan lumpur.

Sepeda motor, yang merupakan kendaraan utama penduduk desa ini, bagaikan melaju di jalur off-road. Tak jarang yang terjatuh, dan pengendaranya bergulingan di atas lumpur. Beberapa mobil angkutan pedasaan yang melintas, terjebak di atas dam. Tanahnya amblas. Pejalan kaki memilih untuk melintasinya dengan kaki telanjang. Lumpur merendam hingga setengah betis orang dewasa.

"Kalau hujan seperti sekarang, kondisinya bisa jauh lebih buruk, harusnya ini tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umumkan," kata Eko Prayitno. Beberapa dam dan jalan yang rusak, masih diganti dengan jembatan darurat dari bambu. Jangankan mobil, sepeda motor pun harus bergantian ketika akan melintas di atas jembatan itu.

Hujan menjadi alert bagi penduduk Kanor. Ketika air mulai jatuh, penduduk pun kembali melirik kondisi sungai Bengawan Solo yang melintas di sisi barat desa. Bila air sungai mulai menunjukkan peningkatan volume, hal itu adalah tanda penduduk harus bersiap-siap menghadapi kondisi terburuk. Seperti Kamis pekan lalu. Ketika itu, tiba-tiba air di Bengawan Solo meninggi dan masuk ke jalan-jalan desa.

"Waktu itu, saya dan keluarga sudah deg-degan, jangan-jangan sebentar lagi arus deras akan datang," kata Tukul, warga Kanor yang tinggal di gang menuju ke Bengawan Solo. Dalam banjir sebuah lalu, rumah Tukul digenangi air hingga sebatas dada orang dewasa. Seluruh perabotannya rusak karena teredam air.

Penduduk Desa Kanor menyadari, kondisi geografis di tempat tinggalnya membuat banjir menjadi hal yang hampir mustahil untuk dihindari. Terutama, karena desa Kanor terletak di hilir sungai terpanjang di pulau Jawa itu. Penduduk percaya, banjir sebulan lalu disebabkan oleh dibukanya waduk Gajah Mungkur di Jawa Tengah. "Kalau waduk itu dibuka, air di Bengawan Solo akan semakin banyak, banjir tidak bisa dihindari, ya,..gimana lagi," kata Munir, penduduk Desa Kanor.

Karena itulah, penduduk pun pesimis dengan wacana perbaikan tanggul yang sempat muncul untuk menghindari banjir di Bojonegoro. Tanggul permanen, bagi penduduk tidak akan membawa perubahan berarti, bila air Bangawan Solo meluap. "Bahkan, tanggul akan menciptakan efek lebih buruk bila jebol, arus air yang tercipta akan lebih deras, kami khawatir akan ada korban jiwa," kata Munir.

No comments:

Post a Comment