19 July 2007

Tidak Ada Pilihan Bagi Si Miskin Selain Askeskin

Sorot mata sayu menghiasi wajah Warsiah. Sambil menahan nyeri di dada, perempuan berusia 43 itu berusaha bangkit dari kursi tunggu di selasar RSU. Dr. Soetomo Surabaya. Kejenuhan menunggu selama 5 jam pun sirna ketika tiba gilirannya untuk diperiksa di Ruang Periksa Bedah Poli Ongkologi Satu Atap RSU. Dr. Soetomo. Ditemani M.Taufik, anaknya, Warsiah memasuki ruang pemeriksaan. Setengah jam berlalu, pemeriksaan pun akhirnya usai. “Kata dokter, kami harus membayar obat sendiri, ada obat-obat yang tidak lagi gratis meskipun kami memiliki Askes,” kata M.Taufik usai pemeriksaan pada The Jakarta Post.

Sudah dua tahun ini Warsiah berjuang melawan kanker payudara yang dideritanya. Upaya pengobatan yang dilakukan wanita asal Lamongan, Jawa Timur itu pun belum menunjukkan progres positif. Uang pengobatan dan operasi pengangkatan payudara sejumlah Rp.25 juta-an pun melayang sia-sia. Sungguh jumlah yang besar untuk keluarga pedagang ikan seperti Warsiah. “Kata dokter, kankernya sudah tidak ada lagi, tapi kok masih nyeri, setelah saya periksakan ternyata kanker itu masih ada,” kenang Warsiah. Sejak Juni lalu, Warsiah memilih untuk memulai lagi proses pengobatan di RSU. Dr. Soetomo. Kali ini, Warsiah menggunakan fasilitas Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) yang dimilikinya. “Tidak ada uang lagi,” katanya pelan.

Menggunakan Askeskin bagi penderita kanker seperti Warsiah, ibarat makan buah simalakama. Karena Askeskin tidak memberi kemudahan yang berarti bagi pasien yang menggunakannya. M.Taufik, anak Warsiah menceritakan, ketika ibunya menggunakan Askeskin pertama kali, harus dihadapkan dengan lamban dan berbelitnya pelayanan. “Pernah kami diharuskan untuk memeriksakan ibu dengan USG (ultra sonografi-red), namun jadwalnya harus menunggu satu bulan, dari pada tambah parah,..dengan sisa dan yang ada kami memilih untuk meng-USG ibu di RS lain,” kata M. Taufik. Hasil USG itu yang diserahkan kepada RSU.Dr.Soetomo. Ironisnya, dera cobaan kembali melanda M.Taufik dan keluarganya. Sejak 1 Juli 2007 ini, Askeskin tidak lagi bisa menggratiskan obat yang dibutuhkan. “Kalau sudah begini, tidak tahu lagi harus bagaimana,” kata M.Taufik.

Keputusan RS untuk tidak menggratiskan obat-obatan itu bukan tanpa dasar. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Nomor : 471 Tahun 2007, tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin tahun 2007 disebutkan bahwa Askeskin menyiutkan jenis obat yang bisa diberikan kepada pasien miskin. Keputusan itu ditetapkan karena selama ini kebutuhan obat terlalu tinggi. Menteri Kesehatan menilai, penggelembungan itu terjadi karena seringnya RS menggunakan obat non generik yang berharga tinggi. Harga obat non generik itu bisa mencapai 10 kali lebih mahal dari obat generik.

Kenyataannya, hal itu tidak selalu benar. Selama ini dokter-dokter masih mengacu kepada formularium, atau daftar jenis obat yang digunakan untuk melayanani masyarakat miskin. Meski begitu, dalam banyak kasus, obat-obatan non generik itu diberikan karena tidak ada pilihan obat lain bagi pasien. Terutama bagi pasien yang menderita penyakit berat, seperti kanker. Seperti contoh obat peningkatan protein seperti jenis albumin dan antibiotik jenis botol ampul yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada) pun mengajukan protes. Meski akhirnya SK itu akan direvisi dalam waktu dekat ini, namun belakangan, SK Menkes itu menciptakan persoalan baru. Yaitu macetnya kucuran dana dari Askes untuk menyokong biaya pengobatan pengguna Askeskin, sebagai rangkaian hutang Askes secara nasional yang mencapai Rp. 900 milyar rupiah.

Pada ujungnya, RS pun terbebani tunggakan hutang pada distributor obat. Karena itulah, mau tidak mau RS harus menghentikan pemberian obat gratis. Direktur RSU. Dr.Soetomo Surabaya, Slamet R. Juwono mengatakan, kondisi kali ini benar-benang mengganggu kinerja rumah sakit. Dari bidang mengadaan obat misalnya, sampai saat ini RSU. Dr. Soetomo memiliki tunggakan pembayaran obat sebesar Rp.23 miliar. Sejumlah Rp.14 miliar sudah diklaimkan ke Askes, sementara Rp.11 miliar sudah jatuh tempo dan harus segera dilunasi. “Toleransi hutang kepada distributor obat paling lama dua bulan, ketika lebih dari bulan bulan, maka distributor tidak bisa memberi obatnya lagi. Padahal kita tahu, Askes mulai pertengahan maret sampai Juni belum memberikan dana ke RS,” kata Slamet.

Data dari Askes Jawa Timur menyebutkan dari dana Rp.37 miliar yang dianggarkan untuk masyarakat miskin Jawa Timur, saat ini sudah terpakai Rp. 30 miliar. Jumlah itu jauh lebih sedikit dari tagihan distributor obat untuk RS di Jawa Timur yang mencapri nilia Rp. 100 miliar. Karena itu, Rabu (18/7) ini, Slamet R. Juwono beserta pimpinan RSU daerah di Jawa Timur mengadukan persoalan ini ke DPRD Jawa Timur. Dalam dialog itu terungkap adanya solusi sementara untuk menyokong pembiayaan Askeskin dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Selain itu, DPRD Jawa Timur juga akan berangkat ke Jakarta untuk mengkomunikasikan persoalan ini dengan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Anggota DPRD Jatim Saleh Mukadar mengatakan, Menteri Kesehatan Siti Fadilan Supari harus mengetahui bahwa SK Pedoman Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin meresahkan masyarakat.

Saleh Mukadar mengusulkan pemerintah untuk bisa menalangi sementara dana Askeskin, khususnya bagi masyarakat miskin yang menderita penyakit besar. Seperti penyakit jantung, hemofilia atau kankes. “Pengobatan penyakit itu akan ditalangi pemerintah, meskipun hanya berjalan satu bulan pengobatan, atau selama bulan Juli ini saja,” kata Saleh Mukadar. Saleh tidak bisa memastikan apakah setelah pengobatan selama satu bulan itu berakhir, maka pemerintah akan kembali menalangi pengobatan.

Bisa jadi, solusi sementara ini adalah angin segar bagi Warsiah dan keluarganya yang kini berjuang melawan kanker payudara. “Kalau memang pengobatan secara medis tidak mampu menyembuhkan ibu Saya, mungkin yang bisa saya lakukan adalah mencoba pengobatan alternatif, karena kami sudah tidak punya uang lagi, sementara ini kami masih tetap berharap pada Askeskin,” kata M. Taufik, anak Warsiah. Memang, tidak ada lagi pilihan bagi masyarakat miskin selain Askeskin.


No comments:

Post a Comment